Assalamulaikum

Ikan Koi BDP (jangan lupa kasih pakan klik kolamnya, ikan laper belum makan 2 hari)

Jumat, 11 April 2014

Pembesaran Kerapu



PEMBESARAN
KERAPU
DENGAN
KARAMBA JARING APUNG




PENEBAR SWADAYA

BAB I
MENGENAL IKAN KERAPU DAN
POTENSI PASARNYA

Sub-sektor perikanan, selain menyokong kebutuhan protein hewani bagi masyarakat, juga membuka lapangan kerja dan menambah pendapatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya stabilitas sosial ekonomi masyarakat yang cukup menonjol, temtama di daerah pesisir. Bahkan, dewasa ini terjadi peningkatan devisa negara dari tahun ke tahun melalui ekspor komoditas perikanan ini. Salah satu ikan laut komersial yang sekarang banyak dibudidayakan dan merupakan komoditas ekspor yaitu ikan kerapu.
Ikan kerapu dalam dunia intemasional dikenal dengan nama grouper/trout. Ikan jenis ini merupakan ikan konsumsi yang dipasarkan dalam keadaan hidup dan umumnya dihidangkan di restoran-restoran besar. Di laut, umumnya ikan kerapu tersebar di daerah tropis dan sub-tropis serta dapat dijumpai dalam berbagai jenis.

A. Klasifikasi
Jumlah ikan kerapu ditaksir ada 46 species yang hidup diberbagai tipe habitat. Dari jumlah tersebut temyata berasal dari 7 genus, yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari 7 genus tersebut, genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus yang sekarang digolongkan ikan komersial dan mulai dibudidayakan. Lebih lengkapnya sistematik ikan kerapu, adalah sebagai berikut.
Class                : Teleostomi/Teleostei
Sub-class         : Actinopterygii
Ordo                 : Perciformes
Sub-ordo          : Percoide
Familia              : Serranidae
Sub-familia       : Epinephelinae
Genus               : Cromileptes
Species                        : Cromileptes altivelia
Genus               : Plectropomus
Species                        : plectropomus maculates, P. leopardus
Genus               : Epinephelus
Species                        : Epinephelus suillus, E. fuscoguttatus, E. malabarricus.


B.  Ragam Kerapu Budi Daya
Memang mudah membedakan ikan kerapu dengan ikan jenis lainnya karena wama dan bentuknya khas. Namun, untuk membedakan antar jenis kerapu cukup sulit karena ada kemiripan bentuk dan warnanya.

1.  Kerapu bebek/tikus (Chromileptes altivelis)
Di pasaran international, kerapu ini dikenal dengan nama polka-dot grouper/tiump-backed rocked. Jenis ini tergolong ikan yang mahal dibanding kerapu lain. Selain untuk konsumsi, ikan kerapu bebek yang muda dapat dijadikan ikan hias.
Tubuh ikan kerapu bebek agak pipih dengan wama dasar abu-abu dan terdapat bintik-bintik hitam. Pada ikan yang muda, bintik tersebut lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya. Kepalanya kecil dengan moncong kelihatan meruncing. Ikan ini hidup di perairan yang berkarang dan dapat ditangkap dengan bubu atau jaring. Daerah penyebarannya meliputi Kepulauan Seribu, Kep. Riau, Bangka, Lampung Selatan, dan kawasan perairan terumbu karang. Ukuran ikan konsumsi 0,5 - 2 kg dengan harga di pasaran domestik berkisar Rp. 25.000,00 – Rp. 35.000,00 per kgnya.
Ikan kerapu bebek muda, cukup elok sebagai ikan hias

Ikan polka-dot grouper, jenis kerapu konsumsi
Yang cukup mahal harganya

2.  Kerapu sunuk/sunu/lodi (Plectropoinus spp)
Ikan yang dikenal sebagai coral trout mempunyai bentuk yang memanjang dan agak gilik. Warnanya bisa berubah tergantung kondisi (terutama dalam keadaan stress akibat pergantian lingkungan).
Kerapu sunuk (Plectropomus leopardus) yang berbintik seragam

Kerapu sunuk (Plectropomus maculates) yang berbintik tidak seragam

sering berwarna merah atau kecokelatan sehingga disebut kerapu merah. Pada tubuhnya mempunyai bintik-bintik berwama biru dengan tepi gelap dan ada 6 pita berwarna gelap, tetapi kadang-kadang pita ini tidak tampak. Kerapu sunuk jenis Plectropomus leoparduslleopard coral trout mempunyai bintik kecil dengan ukuran seragam.  Sedangkan  P. maculatusl spotted coral trout mempunyai bintik yang tidak seragam. Kerapu ini hidup di perairan berkarang dan sering ditangkap dengan alat pancing atau bubu. Penyebarannya di daerah perairan Kepulauan Karimunjawa, Kep. Seribu, Lampung Selatan, Kep. Riau, Bangka Selatan, dan perairan terumbu karang. Ukuran ikan konsumsi yang ideal sama perti kerapu bebek, tetapi harganya sedikit lebih rendah, yaitu Rp 25.000,00 - 30.000,00 per kgnya.

3.  Kerapu lumpur/balong/estuary grouper (Epinephebis spp)
Bentuknya memanjang dan gilik. Wama dasamya abu-abu muda dengan bintik-bintik. Ada orang yang menyebutnya kerapu hitam. Jenis Epinephelus suillus berbintik cokelat dengan 5 pita vertikal berwama gelap. Jenis kerapu ini dulunyadikenalsebagai E. tauvina. E. malabaricus mempunyai bentuk yang hampir sama dengan E. suillus, tetapi bintiknya lebih kecil dan berwarna hitam. Kerapu E. suillus banyak terdapat di Teluk Banten, Segara Anakan, Kep. Seribu, Lampung, dan kawasan daerah muara sungai. Di daerah tersebut umumnya terdapat banyak lumpur sehingga ikan ini disebut kerapu lumpur. Ikan ini sudah banyak dibudidayakan karena pertumbuhannya paling cepat dibanding kerapu lain serta benihnya tersedia paling banyak.
Kerapu Lumpur jenis epinephelus malabaricus

Kerapu Lumpur jenis Epinephelus suillus

Kerapu macan yang disebut juga kerapu karang

Benih yang berukuran kecil mudah ditangkap dengan alat sodo/sudu, sedangkan yang berukuran besar ditangkap dengan pancing, bagan, sero, dan bubu. Di Indonesia ikan ini sudah berhasil dipijahkan di dalam bak yang terkontrol, tetapi pemeliharaan larvanya masih merupakan masalah yang belum terpecahkan. Ukuran konsumsi kerapu Lumpur 400 - 1.200 g dengan kisaran harga Rp 10.000,00 - Rp 15.000,00.


4.  Kerapu macan/flower/carpet cod (Epinephelus juscoguttatus)        
Bentuknya seperti kerapu lumpur, tetapi badannya agak lebih tinggi. Bintik-bintik pada tubuhnya gelap dan rapat.  Sirip dada berwama kemerahan dan sirip-sirip yang lain mempunyai tepi cokelat kemerahan. Ikan ini telah berhasil dikawinkan di bak terkontrol, tetapi angka kematian larva masih sangat tinggi. Ikan ini hidup di daerah karang sehingga seeing disebut kerapu karang. Untuk menangkapnya, digunakan alat bubu atau pancing. Ukuran ikan konsumsi sama dengan kerapu lumpur, tetapi harganya kadang- kadang lebih rendah dan terkadang lebih tinggi.
C.  Potensi Pasar
Dengan dikeluarkannya Keppres No. 23 tahun 1982 tentang kegiatan budi daya laut, usaha budi daya ikan laut dapat dijadikan usaha bisnis yang menguntungkan. Teriebih lagi didukung dengan banyaknya perairan Indonesia yang potensial untuk budi daya ini.
Menurut catatan BPS, ekspor kerapu memperlihatkan peningkatan tiap tahunnya, walaupun belum merupakan komoditas perikanan yang terbesar. Sasaran utama ekspor ialah Singapura, Hongkong, dan Jepang.  Selama tahun 1986 - 1990 kenaikan ekspor hasil perikanan rata-rata sebesar 31,5 % per tahun.  Sebagai catatan tahun 1990 volume eskpor hasil perikanan mencapai 320.241 ton dengan nilai US$ 1.039,680 juta.
Dari data statistik ekspor-impor perikanan, ikan kerapu hidup dimasukkan ke dalam komoditas lainnya yang selama tahun 1986 - 1990 terjadi kenaikan volume ekspor rata-rata sebesar 18,62 %. Sebagai gambaran, tahun 1990 volume ekspor mencapai 546.249 kg dengan nilai US$ 1.149.600 (lihat Tabel 1). Negara-negara tujuan ekspor di antaranya Singapura, Jepang, Hongkong, Taiwan, Malaysia, dan Amerika Serikat.
TABEL 1. VOLUME EKSPOR IKAN LAINNYA (TERMASUK KERAPU) TAHUN 1990
No
Negara yang dituju
Volume (kg)
Nilai (US$)
1
Singapura
241.710
661.166
2
Jepang
172.307
150.376
3
Hongkong
66.352
217.246
4
Taiwan
35.840
26.324
5
Malaysia
29.140
-
6
USA
900
94.488
Jumlah
546.249
1.149.600
Sumber : direktorat jenderal perikanan, 1991.
Usaha budi daya ikan kerapu dari waktu ke waktu mengalanii peningkatan. Salah satu contoh, wilayah Kep. Riau yang memiliki potensi areal seluas 350 ha, jumlah unit usaha telah meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983, tercatat 34 unit usaha dan tahun 1988 berkembang menjadi 43 unit. Ekspor ikan hidup ke Singapura pada tahun 1983  sebanyak 8,75 ton dan tahun 1988 meningkat menjadi 10,17 ton.
BAB II
TEKNIK PEMBESARAN IKAN
MODEL KAJAPUNG

Metode pemelihara ikan terus berkembang, mulai dari bentuk yang paling kuno berupa kolam sampai sistem air mengalir/air deras dan system karamba, baik yang berupa karamba jaring apung atau karamba tancap. Metode karamba jaring apung (kajapung) merupakan teknik akuakultur yang paling produktif dan dapat dikatakan metode intensif dengan kontruksi yang tersusun dari karamba-karamba jaring yang dipasang pada rakit terapung di perairan pantai.  Beberapa keuntungan yang dimiliki metode kajapung ialah tingginya penebaran, jumlah dan mutu air selalu memadai, tidak memerlukan pengolahan tanah, pemangsa mudah dikendalikan, dan mudah dipanen.

A.  Penentuan Lokasi
Tidak semua perairan pantai dapat dijadikan tempat pemasangan kajapung. Hal itu dikarenakan adanya beberapa faktor yang harus dipenuhi sebelum budi daya tersebut dimulai.

1.  Faktor risiko
Faktor-faktor risiko sangat ditakuti para usahawan yang ingin terjun dalam suatu usaha karena faktor ini dapat menjadi kegagalan total dalam usaha tersebut. Namun, perhitungan dan pertimbangan secara cermat atas faktor ini akan dapat membawa keberhasilan operasional budi daya. Yang tergolong faktor-faktor risiko dalam budi daya ini antara lain sebagai berikut.

a.  Gangguan alam (badai dan gelombang besar)
Badai dan gelombang besar mudah merusak kontruksi karamba sehingga memperpendek umur rakit. Gelombang yang terus menerus menyebabkan ikan menjadi stres dan selera makannya berkurang sehingga menurunkan produksi. Oleh karena itu, lokasi dipilih di perairan yang dapat terlindungi dari badai dan gelombang. Lokasi dengan pulau-pulau kecil biasanya dipilih sebagai pelindung dari ancaman gangguan ini. Salah satu contoh penempatan lokasi yang tepat untuk pemasangan karamba apung, dapat dilihat pada peta perairan Teluk Banten, Jawa Barat.



Salah satu penempatan lokasi yang terlindung dari badal
        dan gelombang besar (lihat tanda panah)

b.  Adanya predator
Umumnya, predator ikan budi daya dalam karamba ialah hewan buas laut dan burung-burung laut. Meskipun bunmg-burung dapat dihindari dengan rekayasa karamba dengan cara membuat tutup pada karamba, tetapi hewan buas laut masih merupakan ancaman. Beberapa hewan laut yang sering mengganggu karamba seperti ikan bola/buntal dan ikan besar yang ganas. Hewan tersebut merusak karamba dan mengancam ketenangan ikan sehingga menyebabkan produksi berkurang.

c.  Pencemaran
Lokasi hams bebas dari bahan pencemaran yang mengganggu kehidupan ikan.  Pencemaran tersebut dapat berupa limbah industri, limbah pertanian, dan limbah rumah tangga.  Limbah rumah tangga biasanya berupa detergen dan sampah organik. Limbah ini dapat mempengaruhi kondisi perairan atau menjadi patogen dan mengganggu kesehatan ikan secara langsung.
Contoh limbah pertanian ialah pupuk, pestisida, dan pencemaran lain. Sedangkan limbah industri contohnya bahan-bahan kimia. Limbah kimia sangat membahayakan karena seperti limbah kimia yang mengandung logam berat dapat tertimbun dalam tubuh ikan dan bisa mematikan orang yang memakannya.
Beberapa kriteria atau indikator yang dapat menentukan suatu lokasi bebas dari pencemaran yang dirumuskan oleh Tiensungrusmee dkk, tahun 1989 ialah sebagai berikut.
-         Kadar amonia sebesar 100 mg/m3 (0,1 ppm = part per million) merupakan batas maksimum yang diperbolehkan.
-         Biological oxygen demand (BOD) selama 5 hari tidak boleh melampaui 5mg/l.
-         Total bakteri tidak boleh melampaui 3.000 sel/m3.

d.    Konflik pengguna
Dalam memilih tempat untuk budi daya harus memperhitungkan adanya keterkaitan dengan pengguna sarana laut lain. Daerah-daerah yang merupakan tempat lalu lintas kapal harus dihindari untuk lokasi budi daya. Di samping itu, adanya kapal tangker minyak yang berlabuh harus dijauhi karena kapal tersebut biasanya membuang atau mendatangkan minyak ke dalam perairan.
2.  Faktor kenyamanan
Lokasi yang dekat dengan jalan besar, pasar, pelelangan ikan, dan pemasok sarana sangat memberi kemudahan dalam operasional. Demikian juga dengan adanya sumber listrik, telepon dan sarana penghubung lainnya.

3.  Kondisi hidrografi
Selain harus jemih, bebas dari pencemaran, dan bebas dari arus balik (up welling), perairan harus mempunyai sifat fisika dan kimia tertentu. Beberapa sifat fisika dan kimia yang harus diketahui yaitu suhu, kadar garam, pertukaran air dan arus, kedalaman perairan, kandungan oksigen terlarut, serta derajat keasaman.
Pada umumnya, ikankerapumenyenangi air laut berkadar garam 33 - 35 ppt (part per thousand) terutama untuk ikan kerapu karang. Kerapu lumpur masih dapat hidup baik di perairan payau (kadar garam 15 ppt), Di samping tahan kadar garam rendah, kerapu lumpur juga dapat tahan pada kondisi air yang keruh.
Suhu perairan di Indonesia tidak menjadi masalah karena perubahan suhu, baik harian maupun tahunan, sangat kecil, biasanya berkisar pada 27-32°C.
Arus air sangat membantu pertukaran air dalam karamba, membersihkan timbunan sisa-sisa metabolisme ikan, dan membawa oksigen terlarut yang sangat dibutuhkan ikan.  Namun, harus dicegah arus yang selalu berlebihan karena di samping merusak posisi karamba, juga menyebabkan ikan menjadi stres, energi banyak terbuang, dan selera makan berkurang. Kecepatan arus yang ideal sekitar 0,2 - 0,5 m/detik.
Kedalaman perairan untuk kajapung paling sedikit 1 meter, yaitu jarak dari karamba ke dasar perairan. Kedalaman tersebut untuk mencegah gangguan dari hewan-hewan bentik yang dapat menginfeksi ikan budi daya. Dasar perairan sebaiknya berupa pasir berlumpur karena akan memudahkan dalam pemasangan jangkar rakit karamba.
Pada lapisan permukaan air yang tidak tercemar biasanya mengandung oksigen terlarut cukup tinggi yang memadai untuk pertumbuhan ikan. Kandungan oksigen terlarut dalam air laut paling sedikit 4 ppm.
Air laut mempunyai daya penyangga yang besar terhadap perubahan keasaman. Umumnya, pH air laut antara 7,6 - 8,7.

B.  Potensi Areal dan Cara Penentuan Lokasi
Dari hasil survai telah diketahui areal yang berpotensi untuk pengembangan budi daya ikan dengan metode kajapung di selunih Indonesia, yaitu seluas 3.600 ha (Tabel 2). Dengan melihat areal yang begitu luas dengan kondisi daerah yang beragam, terkadang menimbulkan keraguan/kebimbangan dalam menentukan lokasi untuk budi daya. Suatu cara untuk menentukan lokasi dari beberapa pilihan lokasi seperti diuraikan dalam Tabel 3. Lokasi yang terbaik akan dinyatakan dalam jumlah nilai tertinggi.

TABEL 2. AREAL YANG BERPOTENSI UNTUK KAJAPUNG DI PERAIRAN INDONESIA

Propinsi
Daerah
Luas (ha)
Aceh
P. weh, sabang, tel. lnok, p. simeulu
200
Sumatera barat
Ma siperut sikapa, isobar, p. sipora, p. sikkap burial, tarusan, painan.

100
Riau
p. batam, p. bintan
350
Jambi
Nipah panjang, kg. laut, kuala tungkal
50
Sumatera selatan
Bangka
200
Lampung
Tel. hurun, tel. lampung
800
Jawa barat
Tel. bantam
400
Jawa timur
Tel. gili genteng, grajakan, banyuwangi, perigi, sendang biru.

300
Bali
Pajarakan
50
NTB
Tel. ekas, tel. waru kelapa, tanjung sabodo, tel. saleh sumbawa.

440
Sulawesi utara
p. sangihe
200
Sulawesi selatan
Ujung pandang, pinrang, slayer
200
Sulawesi timur
Tarahan, berau, bontang, sengkulirang, tel. adang

110
Maluku
Ambon
200
Sumber : Tiensungrusmee dkk, 1989.

Peta areal yang berpotensi untuk budi daya ikan laut
Dengan kajapung di Indonesia
TABEL 3.  SISTEM PENILAIAN UNTUK LOKASI KAJAPUNG

Parameter yang Diukur
Angka penilaian
Bobot kredit
nilai
Kenyamanan
Baik : 5
Cukup : 3
Kurang : 1
2
10
6
2
Faktor tekologi :
- Tinggi air pasang (m)
> 1,0 : 5
0,5 - 1,0 : 3
< 0,5 : 1
2
10
6
2
- Arus (m/detik)
0,2 - 0,4 : 5
0,05 - 0,2 : 3
0,4 - 0,5 : 1
2
10
6
2
- Kedalaman air
  dari dasar jaring (m)
> 10 : 5
4 – 10 : 3
< 4 : 1
2
10
6
2
- Oksigen terlarut
   (ppm)
5 : 5
3 – 5 : 3
< 3 : 0
2
10
6
0
- Kadar garam (ppt)
> 30 : 5
20 – 30 : 3
< 20 : 1
2
10
6
2
- Perubahan cuaca
Jarang : 5
sedang : 3
Sering : 1
2
10
6
2
Faktor Pendukung :
- Sumber listrik
Balk : 5
cukup : 3
Kurang : 1
1
5
3
1
- Sumber pakan
Baik : 5
cukup : 3
Kurang : 1
1
5
3
1
- Tenaga kerja
Baik : 5
cukup : 3
Kurang : 1
1
5
3
1
- ketersediaan benih
Baik : 5
Cukup : 3
Kurang : 1
1
5
3
1
Pencemaran
Tidak ada : 5
Sedikit : 3
Ada : 1
2
10
6
2
Sumber: Tiensongrusmee dkk, 1986
Evaluasi :          80 – 100 % dinyatakan baik
                        70 – 79 % layak
                          60 - 69 % layak, tetapiparameter yang bernilai rendah dapat diperbaiki dengan pendekatan ilmu pengetahuan
                        < 60%   tidak dapat dipertimbangkan

C.  Pembuatan Rakit Terapung
Untuk membuat kajapung, langkah pertama ialah membuat rakit terapung. Pembuatan rakit ini dilakukan di perairan pantai agar mudah dalam pembuatan dan pemindahan ke lokasi budi daya. Rakit dibuat dari bamboo atau kayu. Penggimaan kayu ini akan lebih tahan lama dan biasanya digunakan untuk skala yang lebih besar. Rakit ini terdiri dari beberapa unit dan dilengkapi dengan lantai dan rumah jaga.
Untuk membuat 1 unit rakit dari bambu dengan 4 karamba berukuran 3 x 3 x 3 m, dibutuhkan 10 batang bambu yang berdiameter 10 - 12 cm dan panjang 8 m. Sebagai pelampung dapat digunakan styrofoam atau drum bekas oli sebanyak minimal 9 buah.  Bambu dan pelampung dipasang sedemikian rupa dengan pengikat dari tali atau kawat. Teknik mengikat bambu di setiap sudut rakit paling luar harus kuat dan kokoh. Caranya dengan dipantek, kedua ujung bambu dilubangi, kemudian dimasukkan kayu pada lobang tadi. Setelah rakit siap lalu ditarik dengan bantuan perahu untuk dioindahkan ke lokasi budi daya.
Empat buah jangkar dan tali jangkar disiapkan untuk memasang rakit. Tali jangkar yang digunakan berdiameter 3 - 5 cm dengan panjang masing-masing 3 - 5 kali kedalaman perairan. Setiap jangkar berbobot 30 - 40 kg dan ditambahkan karung yang berisi pasir sebagai penahan.
Karamba yang sudah segera siap dipasang pada rakit dengan mengikatkan sudut-sudut karamba ke sudut-sudut bingkai rakit. Di setiap sudut karamba dipasang , pemberat dan tali pemberat. Untuk pemberat, dapat digunakan timah atau adukan semen+pasir dengan bobot 3 - 4 kg per buah, sedang untuk tali pemberat, digunakan tali berdiameter 1 cm dengan panjang 4 m.  Cara memasang pemberat: tali pemberat diikatkan pada pemberat, ujung yang lain diikatkan sementara pada bingkai di sudut-sudut karamba. Ujung tali dekat pemberat dibelitkan pada tali sudut bawah karamba. Pemberat diturunkan ke perairan sampai karamba menjadi tegang, kemudian tali pemberat ditarik ke atas 10 cm dan ujung tali pemberat diikat kembali pada bingkai rakit di sudut karamba, dengan demikian yang tegang adalah tali pemberat, bukan karamba.
Proses pembuatan 1 unit rakit terapung dengan kerangka dari bambu

Denah kontruksi 41unit rakit terapung dengan 4 buah karamba

salah satu unit-unit kajapung di peraiaran teluk banten


 
Denah kontruksi 4 unit rakit terapung yang dilengkapi dengan
lantai  kerja dan rumah jaga



D.  Pembuatan Karamba
Biasanya karamba yang siap untuk dipasang di rakit belum tersedia di pasaran.  Bahan yang tersedia masih dalam bentuk jaring polietilen yang digulung dan dijual berdasarkan bobot. Jaring polietilen no 380 D/9 dan 380 D/13 berukuran mata jaring (mesh size) 1 inci dan 2 inei (atau 1 cm dan 2 cm). Untuk membuat sebuah karamba dengan ukuran tertentu, ada caranya. Biasanya untuk membuat karamba ada istilah "hang in ratio" (S), yaitu nilai persentase jika jaring yang terdiri dari mata jaring direntangkan antara dua ujung jaring. Rumusnya adalah sebagai berikut.
L—   1
S = ———————— x 100%
L

L = panjang jaring dalam keadaan tertarik(direntangkan).
1 = panjang jaring tidak direntangkan.
Contoh membuat karamba 3x3x3 m dengan matajaring 1 inci (2,5 cm) dan hang in ratio = 30 %.
Pola jaring karamba dilukiskan sebagai berikut.


 
Pola jaring yang akan dipotong (a) untuk sisi samping dan
(b) untuk sisi bawah

Sedangkan rumus perhitungannya :
1          12
L= ———— = ————— = 17,14 m
1 - S        (1 - 0,3)
    17,14
Dengan demikian panjang tiap sisi karamba = ———— = 4,28 m
428                            4
dengan jumlah mata jaring ———— =171.
2,5
Kedalaman atau tinggi karamba dihitung dengan rumus :
                                             420
denganjumlah matajaring ————  = 168
                                               2,5
d = kedalaman atau tinggi karamba sesudah hang in ratio
Sebuah karamba yang slap dipasang di rakit terapung
  
Tepi sisi samping karamba (model di atas) dihubungkan dengan tepi sisi bawah karamba dan dirajut dengan tali plastik berdiameter 2 mm. Kemudian, setiap tepi sisi karamba ditambahkan/ditelusuri dengan tali berdiameter 0,5 -1 cm dan dirajut. Khusus untuk bagian tepi bawah karamba, pada tali dimasukkan timah-timah berlobang sebesar biji kacang atau lebih dengan jarak satu sama lain 5 cm.





















BAB III
CARA MENDAPATKAN BENIH

Benih ikan yang akan dibudidayakan harus bermutu baik agar mencapai produksi yang diinginkan. Keberadaan dan sumber benih hams diperhitungkan sebelum pelaksanaan budi daya. Dewasa ini benih kerapu belum dapat dihasilkan oleh balai benih di Indonesia sehingga pasok benih masih berasal dari penangkapan di alam.  Dalam usaha penangkapan di alam, informasi metode tangkap dan sumber benih memegang kunci keberhasilan usaha tersebut.

A.  Ragam Alat Tangkap dan Cara Pengoperasian
Beberapa alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan kerapu umunmya masih cara tradisional, seperti pancing, jaring insang, jarring kantong, bubu, sero, jaring angkat/bagan, dan jaring dorong. Di antara alat tersebut, jaring insang tidak baik digunakan karena bisa melukai atau mematikan hasil tangkapan. Sebenamya alat-alat tangkap tersebut bukan alat khusus untuk ikan kerapu, hanya biasanya ikan kerapu tertangkap pada alat tersebut. Bentuk dan cara pengoperasian alat tangkap yang biasa digunakan untuk penangkapan ikan kerapu hidup adalah sebagai berikut.

1.  Pancing
Pancing sudah umum digunakan untuk menangkap ikan, baik yang berukuran besar maupun kecil. Bermacam-macam pancing dijual di toko, dari yang murah sampai mahal, tetapi pancing untuk ikan kerapu masih digunakan yang sederhana. Para nelayan pemancing ikan kerapu biasanya hanya menggunakan, tali pancing, anak pancing, dan pemberat secukupnya serta perahu sebagai sarana memancing.
perahu sebagai sarana memancing di daerah fishing ground

Beberapa nelayan berkelompok memancing menggunakan perahu motor.   Memancing di daerah perairan karang akan mendapatkan kerapu karang, seperti kerapu macan dan sunuk. Ikan di perairan karang banyak jenisnya, tetapi populasinya sedikit. Ikan yang relatiflebih besar akan hidup pada daerah yang dalam.  Pada umumnya ikan kerapu bersembunyi di lubang atau menempel pada karang/benda, kecuali kerapu sunuk yang lebih suka bergerak aktif. Adanya bekas kapal yang tenggelam biasanya sebagai rumpon ikan-ikan dan oleh para pemancing dijadikan sebagai daerah fishing ground (daerah penangkapan ikan). Kerapu lumpur biasanya ditangkap pada perairan yang berlumpur. Bekas-bekas bagan (jaring angkat) dengan bambu-bambu yang menancap di dasar biasanya sebagai tempat bersembunyi ikan kerapu lumpur dan ini dijadikan tempat memancing oleh para nelayan.
Pakan yang digunakan untuk memancing biasanya berupa udang, teri, dan ikan kecil lain. Beberapa pemancing menggunakan umpan hidup agar mendapatkan ukuran kerapu yang lebih besar.

2.  Jaring angkat
Meskipun ada beberapa jenis jaring angkat, tetapi yang sering mendapatkan ikan kerapu adalah bagan. Ada 3 bentuk bagan, yaitu bagan perahu (bagan yang dipasang di atas 2 perahu), bagan rakit (bagan yang dibangun di atas 2 buah rakit), dan bagan tancap (bagan yang menetap di suatu perairan). Secara prinsip pengoperasian ketiga bentuk bagan adalah sama. Di bawah ini yang akan dijelaskan yaitu bagan tancap karena umum digunakan di mana-mana.
konstruksi bagan tancap atau jarring angkat

Bagan tancap dibuat dari jaring kantong dengan mulut bujur sangkar (sekitar 6 x 6 m) yang diikat pada kerangka dari bambu dan tinggi kantong jaring sekitar 2 - 3 m. Setiap sudut kerangka dipasang pemberat dari batu dan diikat dengan tali yang dihubungkan ke kerekan. Jaring dan kerekan tersebut digantung pada bambu berukuran besar yang ditancapkan pada perairan. Untuk bagan yang dangkal, digunakan sebuah bambu tancap. Sedangkan untuk bagan dalam, biasanya digunakan dua buah bambu yang disambung.
Pengoperasian bagan hanya dilakukan oleh satu orang pada malam hari dengan menggunakan 2 - 3 petromak. Petromak tersebut sebagai sumber lampu yang digantung di atas mulut jaring. Setelah lampu digantung, jaring ditengggelamkan sampai ke dasar perairan. Adanya sinar dari lampu petromak, ikan-ikan kecil dan hewan air lain akan mengumpul, karena tertarik dengan cahaya lampu. Adanya ikan-ikan kecil, menyebabkan para predator, termasuk ikan kerapu, ikut tertarik menuju ke arah bagan. Setelah kelihatan banyak ikan di bawah permukaan perairan maka jaring diangkat dengan memutar kerekan sehingga tali penggantung jaring tergulung pada bambu.

3.  Sero
Sero merupakan alat tangkap yang dioperasikan di perairan pasang surut.  Alat ini terdiri dari pagar-pagar yang dibuat dari bambu dengan bentuk hermacam-macam. Pada waktu pasang, alat ini terendam dalarn air dan ikan-ikan akan dituntun untuk masuk ke dalam perangkap. Kemudian pada waktu surut ikan hasil tanekaoan daoat diambil.
salah satu sero yang berbentuk panah

4.  Bubu
Ada beraneka ragam tipe bubu. Akan tetapi, yang sering digunakan untuk penangkapan ikan dasar, seperti ikan kerapu, terbuat dari anyaman bambu atau kawat. Pada setiap sudut alas bubu diikatkan pemberat agar dapat ditempatkan pada posisi yang tepat. Pada pengoperasiannya, bubu diikat dengan tali yang panjangnya paling sedikit sedalam perairan, ujung tali diikat dengan pelampung sebagai tanda.   Terkadang di dalam bubu dipasang umpan yang berupa daging ikan. Pemasangan di perairan dalam akan mendapatkan ikan-ikan yang benikuran lebih besar dibanding pemasangan di perairan dangkal sehingga ukiiran bubu yang dipasang pun lebih besar.



bubu dari bambu (kiri) dan dari anyaman kawat (kanan)

Pemasangan bubu dilakukan selama 2 - 4 hari, meskipun kadang-kadang nelayan membiarkannya sampai 1 minggu. Salah satu kendala dalam pemasangan bubu yaitu hanyutnya bubu oleh arus atau tali putus oleh perahu-perahu yang lewat. Untuk menjaga keamanan, beberapa nelayan bukan menggunakan pelampung, tetapi ujung tali bubu diikatkan pemberat dan ditenggelamkan ke dalam perairan. Pengambilan tali bumbu dibantu dengan jangkar hingga bubu terangkat.

5.  Jaring kantong
Jaring kantong dan sejenisnya merupakan alat tangkap yang dibuat dari jaring dengan berbagai ukuran mesh. Alat ini secara umum terdiri dari 3 bagian, yaitu kantong, badan, dan kaki/sayap. Dasar pengoperasiannya dengan menyeret alat tersebut di perairan pantai dan mengurung atau menyapu dasar perairan yang diduga terdapat kumpulan ikan. Umunmya, alat ini dioperasikan dengan sarana perahu.
desain salah satu jarring kantong

penarikan jarring kantong dilakukan setelah
perahu berada tetap di posisinya.
Cara pengoperasian yang lebih detail yaitu dengan menurunkan jaring yang dimulai dari bagian umpal dan pelampung, dilanjutkan kaki jaring, kantong, dan kaki kanan, kemudian pelampung. Setelah itu, jangkar diturunkan agar perahu tetap dalam posisinya dan jaring mulai ditarik.
Biasanya sasaran utama penangkapan adalah udang, tetapi bila penangkapannya dilakukan di daerah perairan yang banyak ditumbuhi tanaman laut Enhallus sp, dapat diperoleh jenis-jenis lain, seperti kerapu, kakap, dan beronang.

6.  Jaring dorong/sodo
Sodo atau sudu merupakan jaring dorong (push-net) yang terbuat dari jaring kantong berbentuk kerucut dengan bagian mulut berbingkal segi tiga sama kaki  Yang umum dipakai ialah sodo biasa (commonly push-net). Sodo mempunyai nama yang berbeda untuk tiap daerah, tetapi tipe/bentuknya tidak jauh berbeda. Orang Madura menamakannya sonder/tangkai di Sulawesi Selatan disebut sodii/dari, di Kendari dan Samarinda, julu  di Kalimantan sesodok/sodok/sungkur, dan   di Ambon disebut ranggo/tanggo loor.
Alat sodo dibuat dengan mudah dari bahan yang sederhana. Salah satu tipe sodo dibuat dari bambu yang berdiameter kecil (3 - 1 cm) sebagai bingkainya, potongan serabut kelapa untuk alas sepatu, dan waring karuna sebagai jaringnya.
Konstruksi salah satu tipe sodo

pemasangan jarring pada bingkai sodo


mengoperasikan sodo dengan mendorong hingga
ada ikan yang tertangkap

Cara pengoperasian sodo sebagai berikut. Langkah pertama, jaring dipasang pada bingkainya. Setelah siap, lalu dibawa ke laut dan dioperasikan. Tangkai sodo dipegang dan bagian dasar yang bersepatu ditenggelamkan dalam air hingga menempel kedasar perairan, kemudian didorong sampai jarak beberapa meter, lalu diangkat. Jarak dorongan tergantung pada isi hasil tangkapan. Bila hasil tangkapan dalam kantong jaring terasa banyak, jaring diangkat. Kemudian, tali ikatan pada ujung kantong dibuka dan hasilnya dimasukkan ke dalam karamba penampung yang telah diikat di pinggang yang mengoperasikannya.
Dibandingkan dengan alat tangkap yang lain, alat tangkap jaring dorong/sodo lebih efektif untuk menangkap benih kerapu lumpur. Selain murah dan sederhana, alat tangkap sodo lebih praktis karena pengeporasiannya hanya dilakukan satu orang. Selain itu, ikan hasil tangkapannya bisa hidup karena ada pergantian air dalam keramba penampung, kondisi ikan tidak luka dan angka kematian relatif kecil, serta benih kerapu mudah didapat mengingat tempat hidupnya di dasar perairan.
berbagai ukuran benih yang tertangkap dengan sodo

Kedalaman perairan yang dapat dioperasikan dengan sodo tergantung tinggi orang, biasanya setinggi perut dan maksimal setinggi dada. Sedangkan saat nelayan mulai turun ke laut ialah pada waktu subuh sampai siang hari atau petang sampai subuh. Pengoperasian di malam hari biasanya akan memperoleh benih kerapu yang lebih banyak, tetapi tergantung kondisi pasang surut air. Dalam menangkap benih kerapu lumpur, perlu diperhatikan bahwa benih banyak didapat di daerah perairan padang lamun (banyak tumbuhan laut, terutama Enhallus sp), dasar berlumpur, dekat dengan muara sungai pada kadar garam 32 - 34 ppt, dan musim benihnya pada waktu musim hujan. Dari hasil pengamatan di daerah sekitar Teluk Banten, pada waktu musim benih tiba hasil dari satu orang selama satu hari penangkapan dapat memperoleh benih sejumlah 100 - 500 ekor bahkan lebih.  Di samping kerapu lumpur, terkadang benih kerapu karang juga dapat tertangkap.

B.  Penanganan Hasil Tangkapan
Mengingat benih ikan kerapu akan dipelihara maka penanganan setelah penangkapan harus betul-betui diperhatikan. Ikan hams selalu utuh tanpa luka atau sisik terkupas.  Untuk penangkapan dengan sarana perahu, biasanya dalam perahu diperlengkapi palka yang berisi air untuk menyimpan ikan hidup. Sedangkan perahu tradisional tidak dilengkapi dengan aerator untuk sumber oksigen, tetapi hanya mengganti air selama perjalanan. Beberapa nelayan menampung sementara hasil tangkapan selama waktu penangkapan dalam ember tanpa diberi oksigen. Memang ikan kerapu, terutama kerapu lumpur, cukup tahan terhadap kondisi yang jelek sehingga masih tetap hidup sampai ke tempat penampungan yang jaraknya tidak terlalu jauh. Bila akan memindahkan ikan, digunakan serokan yang halus untuk menghindari luka dan lepasnya sisik.
Sebelum dipelihara di tempat penampungan sebaiknya ikan-ikan direndam dulu dalam air yang mengandung antiseptik/antibiotik. ini untuk mencegah infeksi bakteri akibat goresan-goresan pada tubuh waktu pemindahan.
perendaman ikan kerapu hasil tangkapan dengan pemberian obat anti septik

Tempat pemeliharaan dapat dibuat dari karamba jaring apung yang berukuran kecil atau kimmgan segi empat dari belahan bambu yang direndamkan dalam perairan. Tempat penampungan juga dapat dilakukan dengan wadah yang selalu dialiri air laut, meskipun cara ini membutuhkan biaya yang lebih besar. Sebuah pompa dengan sumber listrik diperlukan untuk mendapatkan air laut. Sebelum digunakan, terlebih dahulu air disaring dengan filter agar air benar-benah bersih. Filter dapat dibuat sendiri dengan membuat lapisan-lapisan koral/kerikil dan pasir halus yang dibersihkan. Di samping itu, diperlukan juga aerator atau blower sebagai sumber oksigen. Kemampuan aerator/blower untuk menghasilkan udara tergantung pada kekuatan/ukuran alat. Bila menggunakan jaring, dipilih ukuran mata jaring karamba yang halus atau disesuikan ukuran ikan. Dalam jarring karamba harus selalu ada pertukaran air.
karamba kecil yang dipasang dikolam air laut cukup
efektif untuk menampung benih kerapu

Ikan yang baru dipelihara di habitat yang barn biasanya mengalami stres. Ini ditunjukkan oleh perubahan wama ikan yang menjadi pucat/pudar. Dalam tempat pemeliharaan dilakukan seleksi ukuran, karena ikan kerapu biasanya kanibal (makan sesama). Ikan yang kecil akan dimakan oleh ikan yang lebih besar. Ikan dalam keadaan stres mudah menjadi kanibal. Dalam keadaan itu, ikan ini belum mau makan. Akan tetapi, karena daya tahan tubuhnya besar, ikan dapat tahan lapar selama periode yang cukup lama. Namun demikian, ikan-ikan ini harus terus dilatih agar mau memakan. Biasanya setelah 5 - 7 hari ikan baru mulai makan. Jenis pakan yang digunakan yaitu ikan rebon/udang kecil atau serpihan daging ikan rucah. Sisa-sisa pakan tersebut diusahakan jangan sampai menimbun di dasar pemeliharaan.
Usahakan jangan mencampur ikan yang baru ditangkap dengan yang sudah lama di tempat pemeliharaan. Jika dicampur, ikan yang lebih lama akan menyerang ikan yang baru sehingga banyak ikan yang terluka yang akhirnya mati.





bagan pengemasan benih ikan tertutup

pengemasan benih ikan yang akan dikirim

Bila penampungah benih dekat dengan lokasi budi daya, transportasi tidak menjadi masalah karena hasil tangkapan langsung bisa dikirim.  Namun, banyak kejadian tempat penampungan benih yang jauh dengan lokasi pembesaran, bahkan terkadang benih didatangkan dari antarpulau sehingga harus menggunakan sistem transportasi. Salah satu cara mengirim benih yaitu dengan transportasi tertutup, dengan mengangkut benih yang dimasukkan ke dalam wadah berupa kantong plastik yang telah diisi air laut dan dipasok oksigen mumi, kemudian dikemas dengan kotak Styrofoam dan kertas karton. Kepadatan benih ikan selama pengangkutan tergantung suhu dan lamanya transportasi. Sebagai gambaran, sebuah kantong plastic berkapasitas 20 1 dapat diisi air laut 3 1 dengan suhu 17 - 20°C dan benih ikan kerapu sebanyak 20 ekor dengan berat benih rata-rata 25 g serta lama pengangkutan 1 - 2 hari.





BAB IV
PEMBESARAN DAN PERAWATAN

Pembesaran ikan kerapu yang dimulai dari benih berukuran relatif kecil memeriukan beberapa tahapan. Tahapan ini berguna imtuk menghindari kematian. Dalam tahap ini, ikan diseleksi berdasarkan ukurannya karena ikan kerapu muda umumnya bersifat kanibal. Setelah yakin ukuran ikan dalam tempat pemeliharaan sudah seragam maka dapat dilakukan pembesaran dan perawatan.

A.  Padat Penebaran
Sebelum ditebar ke kajapung, sebaiknya benih ikan diberi desinfektan agar keadaan benih selalu sehat. Caranya, benih direndam ke dalam larutan formalin dengan dosis 15 - 25 ppm (kira-kira 1 sendok makan per 250 - 400) selama ½ - 1 jam. Sewaktu menebar benih perlu diingat bahwa mata jaring karamba harus sesuai dengan ukuran ikan, jangan sampai ukurannya terlalu besar karena dapat menyebabkan benih ikan lolos dari karamba.
Benih yang sangat kecil, misalnya kerapu lumpur yang panjangnya kurang dari 10 cm, hams melalui tahapan pendederan. Pada tahap pendederan ini benih yang berukuran 2 - 3 cm dapat ditebar sebanyak 200 - 250 ekor/m3.  Ikan yang tumbuh lebih cepat hams dipisahkan ke dalam satu ukuran.  Bila telah meaicapai ukuran 5 cm, kepadatan benih ditunmkan menjadi 100 ekor/m3.
Tahap selanjutnya yaitu tahap pembesaran sampai ukuran konsumsi. Penebaran awal benihnya berukuran 20 - 50 g, meskipun terkadang dapat 100 - 200 g atau lebih. Bila berukuran 20 - 50 g, benih yang ditebar sebanyak 50 - 60 ekor/m3. Sedangkan bila berukuran 100 - 200 g. jumlah benih dikurangi menjadi 25 - 35 ekor/m3.

B.  Pakan dan Cara Memberi Pakan
Biaya pakan merupakan biaya operasional terbanyak sehingga harus ditekan sampai sekecil-kecilnya, tetapi hasilnya optimal.  Ini dapat dilakukan melalui pemilihan jenis pakan yang tepat dengan memperumbangkan kualitas nutrisi, selera ikan, dan harga yang relatif murah.
Dewasa ini, Indonesia masih menggunakan ikan non-ekonomis penting (ikan rucah) sebagai pakan pada pembesaran kerapu.  Pakan buatan yang berupa pelet khusus untuk ikan kerapu belum beredar di pasar, Beberapa jenis yang tergolong ikan rucah yang baik untuk pakan kerapu ialah ikan tembang, selar, dan rebon.  Pakan ikan rucah yang digunakan tersebut hams selalu segar. Namun, sering ketersediaan pakan tidak menentu sehingga perlu disimpan dalam lemasi es (freezer), asal penyimpanannya tidak lebih dan 1 minggu. Pakan yang tidak segar atau terlalu lama disimpan menyebabkan penurunan kualitas nutrisi (asam lemak esensial yang sangat dibutuhkan oleh ikan kerapu hilang karena proses oksidasi).
ikan-ikan non-ekonomis (ikan rucah) yang dijadikan sebagai pakan

Pada tahap pendederan, jumlah pakan diberikan 2 - 3 kali sehari dengan jumlah sampai kenyang (dihentikan kira-kira 15 menit setelah ikan tidak mau makan). Pemberian pakan pada tahap ini dilakukan dengan jalan memotong-motong ikan rucah disesuaikan dengan mulut ikan. Pada tahap pembesaran, ikan bemkuran 20 - 50 g, dapat diberikan pakan sebesar 15 % per hari dari bobot biomassa dan selanjutnya persentase diturunkan seiring dengan pertumbuhan ikan. Setelah mencapai ukuran 100 g pakan dapat diberikan sebanyak 10 % per hari dan kemudian dikurangi setiap satu bulan pemeliharaan. Namun, pemberian pakan ikan dapat dilakukan 2 hari sekali dengan jumlah sampai kenyang.  Waktu pemberian pakan untuk ikan kerapu sebaiknya sesaat setelah matahari terbit atau sesaat sebelum matahari terbenam.

C.  Perawatan Rakit
Rakit/karamba perlu dirawat agar dapat meningkatkan produksi dan menumnkan biaya. Mata jaring yang kecil akan memudahkan jaring karamba cepat kotor ditempeli organisme pengganggu, seperti beberapa jenis alga, teritip. dan kerang-kerangan. Menempelnya organisme tersebut akan menghambat pertukaran air. Untuk mengatasinya, karamba hams diganti. Karamba yang kotor dicuci dan dikeringkan yang nantinya untuk mengganti karamba yang kotor.  Biasanya untuk karamba berukuran mata jaring kecil (1 inci) membutuhkan waktu ganti jaring 2 minggu, sedang untuk jarring bermata 2 inci membutuhkan waktu 3 - 4 minggu.


jarring karamba yang kotor perlu diganti

pencucian jarring dengan alat semprot bertekanan tinggi

Untuk kerapu lumpur, akan lebih baik bila dalam karamba dipasang pelindung yang terbuat dari ban mobil bekas, potongan pipa, atau potongan bambu. Ini dilakukan karena kerapu lumpur mempunyai sifat senang bersembunyi. Dengan berdiamnya ikan tersebut di dalam pelindung berarti mengurangi energi untuk gerak yang akan memungkinkan pertumbuhan ikan lebih cepat.

D.  Pengendalian Penyakit
Di lingkungan alam, ikan dapat diserang berbagai macam penyakit atau parasit. Demikianjuga dalam pembudidayaan, bahkan penyakit/parasit tersebut dapat menyerang dalam jumlah yang lebih besar dan dapat menyebabkan kematian ikan. Oleh karena itu, pencegahan penyakit dan penanggulangan merupakan aspek budi daya yang penting.
Penyakit didefinisikan sebagai gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh. Penyakit dapat menyebabkan kematian, kekerdilan, periode pemeliharaan lebih lama, tingginya konversi pakan, tingkat padat tebar yang lebih rendah, dan hilangnya/menurunnya produksi.
Penyakit dapat ditimbulkan oleh satu atau berbagai macam sumber penyakit.  Sebagai contoh, penyakit disebabkan oleh satu faktor, tetapi kemudian dibarengi oleh faktor yang lain. Bila terjadi semacam ini, penyakit kedua memanfaatkan kondisi yang disebabkan oleh penyakit penama.
Penyebab-penyebab penyakit antara lain stres, organisme patogen (seperti protozoa, bakteri, dan virus), perubahan lingkungan (seperti adanya blooming yang berkembang dalam jumlah yang banyak, misal alga), factor racun (seperti dosis obat yang berlebihan), dan kekurangan nutrisi. Penyebab yang berbeda akan menyebabkan pula perbedaain tanda-tanda eksternal ikan yang sakit, misalnya kematian mendadak, perubahan tingkah laku, tidak mau makan, dan sisik lepas.

1.  Stres
Ikan yang baru ditangkap dan kemudian dipelihara biasanya mengalami stres. Demikian pula ikan yang baru ditransportasikan dan saat ditebar. Stres dapat mengakibatkan ikan menjadi shock, tidak mau makan, kanibalisme, dan meningkatnya kepekaan terhadap penyakit. Hubungan antara ikan dan stres serta parasit dapat dilukiskan sebagai berikut.
hubungan antara ikan sebagai inang, parasit, dan lingkungan

Untuk mengurangi stres, saat penebaran benih hams dilakukan secara hati-hati. Ikan-ikan yang baru tidak boleh langsung dicampur dengan ikan-ikan yang lama. Tindakan akiimatisasi dilakukan dengan cara mengubah sedikit denii sedikit kondisinya sehingga menyerupai kondisi lingkungan yang baru. Sebagai contoh, benih-benih yang baru saja mengalami transportasi dan dikemas dalam kantong plastik tidak boleh langsung ditebar. Namun, periu dilakukan penyesuaian suhu teriebih dahulu. Caranya, ikan yang masih dalam kemasan kantong plastik, sebelum kantong dibuka, dimasukkan dulu ke dalam suatu kondisi yang sesuai dengan kondisi nantinya, dengan demikian suhu dalam ruangan kantong plastik sedikit demi sedikit akan sama dengan suhu di di luar plastik.

2.  Mikroorganisme
Beberapa organisme yang dapat menyebabkan penyakit ikan ialah dari golongan crustacea, cacing, protozoa, jamur, bakteri, dan virus. Dari berbagai organisme tersebut yang sering timbul dan menyerang ikan kerapu budi daya antara lain berikut ini.

a.  Nerocila sp
Nerocila sp termasuk golongan crustacea (hewan yang beruas-ruas) dan bersifat vivipar, yaitu telur-telur diinkubasi di bagian sisi bawah perut, setelah menetas baru dilepaskan agar berenang bebas dan menyerang ikan lain.  Hewan ini mempakan parasit yang menyerang ikan berukuran lebih 50 g. Ukuran tubuh Nerocila yang dewasa sekitar 2 - 3 cm dan mudah dilihat dengan mata. Biasanya Nerocila menyerang bagian insang ikan sehingga pemapasan ikan terganggu. Namun, kadang-kadang ditemukan juga di rongga hidung ikan yang berukuran besar.





Nerocila sp yang menyerang insang ikan






Parasit ini ditanggulangi dengan cara sebagai berikut. Karamba diangkat dan ikan dimasukkan ke dalam bak, kemudian karamba tersebut disemprot dengan larutan formalin 1%. Sedangkan ikan-ikan yang ada dalam bak direndam dalam formalin 200 ppm beberapa menit sampai Nerocila rontok sendiri dan bisa dibuang.

b.  Cacing
Cacing yang menjadi parasit ikan kerapu budi daya biasanya jenis Diplectanum. Cacing ini berukuran 0,5 - 1,9 mm dan mempunyai cirri khusus, pada ujung depan terdapat 2 pasang mata. Cacing menyerang insang ikan sehingga warna insang menjadi pucat dan kelihatan berlendir. Penyerangan penyakit ini sering dibarengi dengan penyakit lain, seperti vibriosis (bakteri vibrio).
Beberapa cara penanggulangan ikan yang diserang parasit Diplectanum sebagai berikut.
-         Ikan-ikan yang terserang direndam dalam larutan formalin dengan dosis 200 ppm selama 0,5 - 1 jam dan diulang setelah 3 hari.
-         Ikan kerapu yang diserang direndam dalam air tawar selama 1 jam atau dalam air yang mengandung acriflavin 100 ppm selama 1 menit atau 10 ppm selama 1 jam.
Diplectanum sp, jenis cacing yang sering menyerang
Ikan kerapu

c.  Protozoa
Protozoa merupakan kelompok penyebab penyakit yang paling penting karena dapat menyebabkan patogen pada ikan budi daya.  Protozoa adalah hewan bersel satu, berukuran 10 - 500 um, dan dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Jenis protozoa yang sering menyerang ikan kerapu yaitu Cryptocayon sp. Penyakitnya disebut cryptocaryoniosis atau bintik putih (white spot). Organisme ini menyerang ikan pada bagian kulit dan insang. Tanda-tanda ikan yang diserang penyakit ini yaitu hilangnya selera makan, lesu, mata menjadi buta, sisik terkupas, kadang-kadang ada pendarahan, dan kerusakan sirip serta insang mengalami kerusakan dan terlihat banyak lendir yang menempel. Setelah gejala tersebut, dapat terus dilanjutkan dengan serangan sekunder oleh bakteri.
Cryptocaryon yang belum dewasa dinamakan tingkat trophon, berbentuk seperti buah per, sedangkan yang dewasa (mature trophon) berbentuk bulat dengan diameter kira-kira 0,3 mm. Organisme ini dapat membentuk kista yang merupakan tingkat akhir dalam ikan yang terinfeksi. Dalam daur hidupnya tingkat ini disebut tingkat tomon.


Cryptocaryon muda

Dryptocaryon dewasa

ikan kerapu Lumpur yang kena penyakit crytocaryoniosis

Ada beberapa cara untuk menanggulangi penyakit ini, yaitu dengan merendam ikan dalam air laut yang mengandung formalin 200 ppm selama 0,5 - 1 jam, formalin 100 ppm + acrivlavin 10 ppm selama 1 jam, atau air tawar selama 1 jam (untuk kerapu lumpur). Perendaman tersebut diulang 2 - 3 kali.
Di samping Cryptocaryon, jenis protozoa lain yang sering menginfeksi ikan kerapu budi daya yaitu Thrichodina sp. Protozoa ini berbentuk seperti piring yang berbulu getar (cilia), berdiameter ± 0,1 mm. Penyakit ini juga menyerang insang dan kulit ikan dengan gejala dan penanggulangannya hampir sama dengan yang disebabkan oleh Cryptocaryon, tetapi luka cenderung lebih melebar dan kulit terjadi kerusakan.

d.  Bakteri
Bakteri merupakan golongan mikroorganisme yang ukurannya lebih kurang seperduapuluh dari ukuran protozoa atau sel ikan. Dengan demikian hanya dapat dilihat dengan mikroskop perbesaran kuat (1000 x). Ada 3 jenis golongan bakteri yang sering menyebabkan penyakit pada ikan laut, yaitu bakteri perusak sirip (bacterial fin rot), bakteri vibrio, dan bakteri Streptococcus sp.
bakteri vibrio sp yang berbentuk batang (a) dan kerapu Lumpur yang
terserang kelihatan berwarna gelap (b)

1)  Bakteri perusak strip (bacterial fin rot)
Biasanya sirip-sirip ikan mengalami kerusakan, terutama pada ujung-ujungnya.  Pada bagian sirip ekor msak sehingga hanya tersisa bagian peduncle (dekat pangkal ekor). Ikan yang sakit ini biasanya diserang juga oleh bakteri Myxobacter, Vibrio, Pseudomonas, dan bakteri coccus gram negatif. Penyerangan oleh bakteri ini biasanya terjadi pada waktu penanganan hasil (pascapanen), mulanya ikan-ikan saling menggigit dan lukanya kemudian terinfeksi oleh bakteri tersebut.
Banyak jenis antibiotik di pasar yang dapat digunakan untuk penanggulangan bakteri ini. Antibiotik tersebut antara lain nitrofurazone 15 ppm atau sulphonamid 50 ppm selama paling sedikit 4 jam, neomycin sulphate 50 ppm selama 2 jam, chloramphenicol 50 ppm selama 2 jam, dan acriflavin 100 ppm selama 1 menit.

2)  Bakteri Vibrio sp
Bakteri ini merupakan gram negatif yang berbentuk batang dan menyebabkan penyakit vibriosis. Dua species bakteri vibrio yang biasa menyerang ikan kerapu, yaitu Vibrio alginolyticus dan V. parahaemotyticus. Ikan yang terserang oleh bakteri ini tampak berwama gelap. Penanggulangannya dapat dengan memberi oxytetracyclin sebanyak 0,5 g per kg pakan selama 7 hari atau chloramphenicol 0,2 g per kg pakan selama 4 hari (untuk ikan yang masih mau makan) atau dengan perendaman nitrofura-zone 15 ppm paling sedikit 4 jam (bila ikan tidak mau makan).

3)  Bakteri Streptococcus sp
Bakteri ini menyebabkan penyakit Streptococcosis dengan tanda-tanda ikan kelihatan kelelahan, berenangnya tidak teratur, dan terjadi pendarahan pada mata.  Bakteri Streptococcus tahan terhadap sejumlah antibiotic yang biasa digunakan untuk penanggulangan. Sebagai saran untuk pengobatan penyakit ini yaitu dengan pemberian ampixillin 0,5 g per kg pakan selama 5 hari atau erythromycin estolat 1 g per kg pakan selama 5 hari. Bila tidak mau makan, dapat diberikan suntikkan dengan penicillin 3.000 unit per kg ikan.

























BAB V
PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN

Pengetahuan dasar yang sangat dibutuhkan bagi pelaksana budi daya dalam hubungannya dengan hasil adalah data pertumbuhaan. Laju pertumbuhan merupakan peningkatan dalam satuan panjang atau bobot per unit waktu. Data pertumbuhan yang umum dipakai untuk perhitungan yaitu bobot. Hal ini dimaklunii bahwa hasil panen dan pemasarannya dinyatakan dalam bobot. Pada umumya pertumbuhan bobot ikan beriainan dengan burung atau mamalia, ikan tidak berhenti tumbuh setelah mencapai kematangan seksual. Kurva pertumbuhan bobot ikan secara umum merupakan grafik sigmoid.
Grafik pertumbuhan bobot ikan

Ada cara untuk menghitung laju pertumbuhan harian ikan budi daya yang dinyatakan dalam %, yaitu dengan rumus sebagai berikut.
Bh-Bo
LpH = —————————— x 100 %     
           Bh + Bo                   
—————— x h
                                                               2
Keterangan :
LPH = laju pertumbuhan harian
Bo = bobot ikan rata-rata pada awal pemeliharaan
Bh = bobot ikan rata-rata pada hari ke h
h = lama pemeliharaan
Besarnya nilai LPH tergantung ukuran dan jenis ikan. Ikan kerapu lumpur yang benikuran 50 - 100 g mempunyai LPH sekitar 2 – 3 %, sedangkan yang berukuran 200 - 300 g berkisar 0,7 - 1,5 %. Kerapu karang cenderung mempunyai LPH lebih rendah. Sebagai contoh, kerapu sunuk (Plectropoma spp) denean bobot 200 - 300 e mempunvai LPH 0,3 – 0,7 %.

Waktu yang dibutuhkan selama pembesaran dan saat ikan secara ekonomis mulai dibesarkan dapat dilihat pada pertumbuhan bobot rata-rata yang telah ada selama waktu pemeliharaan. Sebagai gambaran, data pertumbuhan bobot kerapu lumpur yang dipelihara dalam kajapung yang dilukiskan seperti grafik berikut.
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa bila bobot awal 20 g dibutuhkan waktu 7 bulan untuk mencapai ukuran 500 g. Ukuran 500 g sudah merupakan ukuran komersial, sedang bila bobot awal seberat 100 g akan membutuhkan waktu 5 bulan untuk mencapai ukuran pasar. Dari data tersebut, para pelaksana budi daya lebih cenderung untuk memulai pemeliharaan kerapu dengan bobot awal seberat 100 g. Hal ini wajar karena di samping faktor resiko (kematian banyak dijumpai pada ukuran kecil), juga waktu pemeliharaan terlalu lama.
Di samping data pertumbuhan, salah satu perhitungan yang menghubungkan pertumbuhan dan jumlah pakan, yaitu konversi pakan. Konversi pakan merupakan jumlah pakan (gram) yang dimakan oleh ikan untuk menaikkan 1 gram bobot ikan. Konversi pakan 5,0 artinya untuk menaikan 1 g bobot ikan dibutuhkan 5 g pakan. Nilai konversi pakan berbeda tergantung jenis pakan, species, dan ukuran ikan serta suhu. Sebagai contoh, ikan kerapu lumpur yang diberi ikan rucah mempunyai konversi pakan sekitar 5 - 8 sedang kerapu sunuk berkisar 8 - 12.  Tampaknya pada usaha budi daya kerapu, ikan-ikan yang berharga lebih tinggi cenderung mempunyai laju pertumbuhan yang lebih rendah serta konversi pakan yang lebih tinggi.







BAB VI
PANEN DAN PENANGANAN HASIL

Saat panen merupakan saat yang paling menyenangkan dan sangat dinantikan. Pemanenan di kajapung lebih mudah dibandingkan dengan cara yang lain. Cara pemanenan di kolam atau tambak perlu dilakukan pembuangan air, tetapi di kajapung cukup dengan mengangkat tepi pemberat di sudut-sudut karamba sehingga ikan mudah diambil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil budi daya

Harapan dari panen ialah pencapaian hasil yang semaksimal mungkin. Ini dapat dicapai bila faktor-faktor yang mendukung hasil, seperti lokasi yang tepat, padat tebar optimal, mutu pakan, jumlah pemberian pakan optimal, pengelolaan dan perawatan karamba, serta pencegahan dan penanggulangan penyakit dijalankan dengan benar.
Ukuran kerapu saat dipanen umumnya minimal 400 g. Namun, ada yang memanen lebih besar, terutama untuk jenis kerapu sunuk dan kerapu bebek karena kerapu jenis ini sampai 2 kg tergolong ukuran komersial.
Harus diingat bahwa ikan kerapu dipasarkan dalam keadaan hidup sehingga kesehatan ikan harus tetap dijaga setelah panen. Ikan yang luka akan menunmkan harga. Oleh karenanya, langkah-langkah persiapan pemanenenan harus diperhitungkan dengan teliti.
jarring karamba diangkat dan ikan siap di panen
Langkah persiapan pemanenan meliputi penyediaan sarana dan alat panen, seperti serokan,bakairlaut, aerasi, timbangan, dan kapal perahu. Alat dan sarana ini harus dalam keadaan bersih.  Pada hari pemanenan pemberian pakan dihentikan. Pelaksanaan pemanenan dimulai dengan melepas tali pemberat dan mengangkat jaring karamba secara perlahan agar ikan tidak berontak. Kemudian, ikan sedildt demi sedikit diserok dengan serokan yang matajaringnya halus agar tidak luka.
Di beberapa daerah yang operasional budi dayanya dekat dengan daerah pemasaran (seperti Riau yang sangat dekat dengan Singapura dan Batam), setelah pemanenan, ikan dapat langsung ditimbang di atas rakit, kemudian dipindahkan ke perahu, dan langsung dibawa ke daerah pemasaran.
perahu motoryang diperlengkapi dengan palka untuk mengangkut hasil panen

Untuk daerah pemasaran yang jauh dan memerlukan pengangkutan, baik angkutan laut maupun darat, tidak dilakukan dengan cara tersebut. Setelah hasil panen dipindahkan dari rakit ke darat, langkah selanjutnya mempersiapkan sistem transportasi yang akan digunakan.  Transportasi dapat dilakukan dengan cara terbuka dan tertutup.
system transportasi terbuka yang diperlengkapi dengan tabung gas oksigen








transportasi tertutup, kantong plastic dimasukan kedalam bak plastik

Transportasi terbuka dilakukan dengan menggunakan wadah kedap panas yang dipasang pada sebuah kendaraan roda empat. Wadah ini diisi air laut yang bersih dan dipasang sistem aerasi (dengan pompa udara). Telah banyak beredar di pasar pompa udara untuk aerasi ikan dengan kekuatan beragam, baik menggunakan aki atau baterai. Pemberian aerasi berupa gas oksigen mumi mutlak dilakukan untuk mengangkut ikan dengan jumlah yang padat. Jumlah ikan yang diangkut per-volume tergantung lama pengangkutan dan suhu air. Makin pendek jarak transportasi dan suhu rendah (17 - 22°C) akan semakin banyak jumlah ikan yang dapat diangkut.
Pengangkutan dengan cara tertutup dapat dilakukan dengan menggunakan kantong plastik, seperti pada pengangkutan benih. Tentunya kantong plastik yang digunakan ukurannya lebih besar daripada yang digunakan untuk benih. Untuk jarak yang tidak terialu jauh dapat digunakan kantong plastik bervolume 50 - 1001 yang dirangkap untuk mencegah kebocoran. Suhu air media dalam kantong diturunkan sampai 1 - 22°C. Kantong plastik yang berisi air media, ikan hasil panen, dan oksigen dimasukkan ke dalam bak yang kedap panas, misalnya dari bahan plastik. Kemudian di dalam bak plastik dan di luar kantong plastik diberi kepingan es yang telah dibungkus dengan kantong plastik kecil dan kertas agar suhu dapat dipertahankan.  Kantong plastic yang berukuran 60 1 dan diisi media air 20 1 dapat mengangkut ikan seberat 4 - 5 kg selama 4 - 5 jam.









BAB VII
ANALISIS USAHA

Di kalangan dunia bisnis, analisis usaha merupakan kegiatan yang amat penting. Dari analisis usaha ini dapat diketahui keuntimgan usaha. Analisis usaha budi daya ikan kerapu sebetulnya sangat bervariasi. Hal ini disebabkan perhitungan biaya operasional yang tergantung dari besarnya unit usaha, jenis alat dan bahan yang digunakan, serta letak lokasi. Sebagai contoh, harga peralatan kontruksi rakit yang berupa pelampung styrofoam lebih tingi dibanding drum bekas oli. Sedangkan drum bekas oli dari plastik mempunyai ketahanan dan harga yang lebih tinggi dibanding drum seng.
Contoh analisis usaha di bawah ini merupakan analisis budi daya kerapu lumpur dengan konstruksi rakit dari kayu dan pelampung dari drum plastik bekas oli. Lebih rinci analisis tersebut sebagai berikut.
ü  Terdiri dari 4 unit rakit, masing-masing berukuran 8 x 8 m. Yang 3 unit (masing-masing) berisi 4 buah karamba (3 x 3 x 3 m) dan 1 unit rakit sebagian diisi 2 buah karamba dan sebagian lagi digunakan untuk lantai kerja serta rumah jaga dengan ukuran masing-masing 4 x 4 m.
ü  Bobot awal individu ikan yang ditebar 100 g dengan jumlah 675 ekor per karamba atau 30 ekor/m3 (volume karamba yang terendam air 3 x 3 x 2,5 m).
ü  Jumlah pakan yang diberikan setiap hari rata-rata 8% dengan kisaran 6 – 10 % dari bobot biomassa.
ü  Lama pembesaran 5 bulan dengan tingkat kematian 10% dan dipanen pada bobot 500 g/ekor pada konversi pakan rata-rata 6,9.
ü  Ikan dijual dalam keadaan hidup di  lokasi panen seharga Rp 12.000,00/kg.
ü  Laju pertumbuhan harian rata-rata selama 1 bulan berkisar 0,8 - 1,6% dari bobot biomassa dengan rincian kebutuhan pakan dan perkiraan bobot biomassa ikan disajikan pada Tabel 4.
Dalam analisis biaya manfaat digunakan beberapa kriteria sebagai berikut.
ü  Keuntungan kotor merupakan hasil penjualan dikurangi biaya total operasional.
ü  Aliran uang (cash flow) sebelum dipotong pajak merupakan keuntungan kotor ditambah nilai penyusutan, sedangkan pendapatan bersih merupakan cash flow dikurangi pajak.
ü  Diasumsikan semua peralatan mempunyai umur 4 tahun.
ü  Tingkat kcuntungan (profile rate) merupakan pendapatan bersih dibagi biaya total operasional dan dikalikan 100 %.
ü  Imbangan penerimaan biaya (R/C ratio) merupakan hasil penjualan dibagi biaya operasional.

TABEL 4. EST1MASI RINCIAN KEBUTUHAN PAKAN DAN PERKIRAAN HASIL

Umur
(bulan)
LPH
(%)
Bobot ikan
(Kg)
Ransum pakan
(%)
Jumlah pakan
(Kg)
0
1
2
3
4
5

1,6
1,2
1,1
1,0
0,8
945
1.389
1.905
2.576
3.477
4.252
10
9
8
7
6

2.835,0
3.750,5
4.572,2
5.409,8
6.259,6
Jumlah Pakan
22.827,1

                                                       jumlah pakan
    Konversi pakan =
penambahan bobbot
    Penambahan bobot = bobot akhir-bobot awal
                                      = 4.252-945
            = 3.307
     22.827,1
          Konversi pakan = —————— = 6,9
                                              3.307

Perhitungan analisis usaha secara lengkap dapat digambarkan seperti Tabel 5.

TABEL 5. ANALISIS USAHA BUDI DAYA KERAPU LUMPUR

Bahan
Jumlah
Harga
(Rp. 000,00)
Nilai
1.   Investasi
A.  Pembuatan kajapung dan lantai + rumah jaga
     1. Kayu ukuran 6 x 10 x 400 cm                   
     2. Papan kayu ukuran 3x30x400 cm        
     3. Pelampung drum plastik (2001)           
     4. Paku                                         
     5. Tali pemberat polietilen untuk pemberat +  pengikat <p = 1 cm
     6. Baud 12 cm                                
     7. Tali jangkar (p «s 4-5 cm                
     8.Jangkar 40 kg
     9. Karung + pasir
    10. Jaring karamba 3x3x3 m
    11. Pemberat karamba/timah = 4 kg          
    12. Kayu balok 10x10x400 cm
    13. Kayu kaso 4x6x400 cm                    
    14. Atap dari asbes
    15. Dinding rumah dari papan kayu ukuran 2 x 30 x 400 cm                  
    16. Upah pembuatan                       


88 btg
 57 lbr
 71 bh
 40kg

15kg
128 bh
150m
 18 bh
 18 bh
 16 bh
 56 bh
 16btg
 24btg
 15 Ib
 24 Ib
125HOK


6
12
27
2

6
2
2
50
2
200
10
12
3
12
1,5 l
7


528
684
917
 80

90
256
,050
900
 36
200
560
 192
  72
 180
 180
875
Total biaya (A)
10.800
B.  Sarana dan Prasarana
     1. Perahu motor
     2. Bak-bak penampungan
     3. Tempat penyimpanan as balok
     4. Aerato DC + Aki
     5. Tabung gas oksigen
     6. Timbangan, serokan, baterai, dan lain-lain .

1 bh



1 bh

4.000



200

4.000
600
50
200
200
200
Jumlah biaya (B)
5.250
Total biaya (A + B)
16.050
II.  Biaya Operasional per Tahun
A. Biaya tetap per tahun
    1. Perawatan: 10 % dari investasi
    2. Penyusutan     
    3. Bunga modal : 18 % dari investasi
    4. Pungutan ijin usaha : 2% dari investa




1.605
4.012,5
2.889
3.211
Jumlah biaya tetap per tahun
8.827,5
B.  Biaya variabel per musim tanam (5 bulan)
   1. Pengadaan benih
   2. Pembelian pakan
   3. Pembelian bahan bakar minyak
   4. Pembelian es balok
   5. Upah tenaga kerja :
       2 orang teknisi,
       1 orang penjaga malam
   6. Obat-obatan

9450 ekor
22827 kg
300 l
100 bt

6 bulan
6 bulan
1 paket

0,7
0,5
0,5
4

300
100
500


6.615
11.413,5
150
400

1.800
600
500
Jumlah biaya variabel
21.478,5
Biaya variabel per tahun
Total biaya operasional per tahun (A+B)


42.957
51.784,5
III.   Penerimaan
    Hasil produksi per musim tanam (5 bulan) 
    4.252 kgx Rp 12.000,00 « Rp 51.024.000,00



Nilai produksi selama 1 tahun (2 kali musim tanam)
Rp 102.048.000,00



IV. Analisis Biaya Manfaat
    1. Keuntungan Rotor
    2. Pajak 3% dari keuntungan
    3. Aliran uang (cash flow)
    4. Pendapatan bersih
    5. Tingkat keuntungan (profile rate)
    6. Imbangan penerimaan biaya (R/C ratio



Rp 50.263.500,00
Rp 1.507.905,00
Rp 54.276.000,00
Rp 52.768.095,00
101,9 %
1,97





























DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Fishing Gear and Methods, Japan Overseas Cooperation Volun teers (JOCV), 1978.

———— , "Groupers", dalam S. Shakita, K. Kakazu, A. Toman and T. Toma (Eds.),Aquaculture in Tropical Areas, 1991.

Ahmad, dkk., Operasional Pembesaran Ikan Kerapu dalam Karamba Apung, Departemen Pertanian (Maros: Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros, 1991).

Brandt, A.V., Fish Catching Methods of The World (London: Fishing News (books) Ltd., Surrey, 1972).

Brown, E.E., World Fish Farming: Cultivation and Economics, (Connecticut: The Avipublishing Co. Inc, 1977).

Brown, E.E. dan J.B. Gratzek, Fish Farming Hanbook: Food, Bait, Tropicals and Go Idfish (Connecticut: The Avipublishing Co. Inc. 1980).

Chan, W.L., "Report on Preparotory Assistence in The Culture of Marine Fisheries in Floating Net-cages in Indonesia", UNDP/FAO Preparotory Assistence in Sea Fanning Project, 1981.

Chen, F.Y., M. Chow, T.M. Chao, dan R. Lim, Artificial Spawning and Larval Rearing of The Grouper, Epinephelus tauvina (Forskal) in Singapore (Singapore: J. Pri. Ind., 1977).

Chong, Y.C. danT.M. Chao, Common Diseases of Marine Food Fish, Fisheries Handbook No. 2, Primary Production Department (Singapore: Ministry of National Development, 1986).

Chua, T.E. dan S.K. Teng, "Economic Production of Estuary Grouper Epinephelus salmoides Maxwell, Reared in Floating Netcages", Aquaculture, No. 20,1980.

Chua, T.E., "An Overview of The Fisheries and Aquaculture Industries in Asia", dalam J.L. Maclean, L.B. Dizon, dan L.V. Hosillos (Eds.), The First Asian Fisheries Forum (Manila: Asian Fisheries Socoety, 1986).

Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Perikanan, Statistik Ekspordan Impor Hasil Perikanan 1990 (Jakarta, 1991).

Fujiya, M., "Coastal Culture of Yellow Tail (Seriola quinqueradiata) and Red Sea Bream (Pagrus major) in Japan", dalam F. V. R. Pillay dan W. A. Dill (Eds.), In Advances Aquaculture, 1979.

GullandJ. A., Manual ofMethods for Fish Stock Assessment. Parti Fish Population Analysis, FAO Manuals in Fisheries Science No. 4 (Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations, 1975).

Henderson, H. Francis, "Behavioral Adjustment of Fishes to Release into a New Habitat", dalam Bardach, J.E., J.J. Magnuson, R.C. May, dan J.M. Reinhaert (Eds.) Fish Behavior and Its use in The Capture and Culture of Fishes (Manila: ICLARM Conference Proceedings 5, International Center for Living Aquatic Resources Management, 1980).

Imanto, P.T., "Pengamatan pada Pettumbuhan Ikan Kerapu Lumpur Epinephelus tauvina dan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus dalam Kurung-kurung Apung", Journal Penelitian Budidaya Pantai, No.2,1986.

Imanto, A., Lamidi, dan W. Ismail, "Pembesaran Kerapu Sunuk Plectropomus dan Kerapu Lumpur Epinephelus tauvina dalam KarambaJaring Apung di Perairan Selat Dompak, Tanjung Pinang", Bulletin Penelitian Perikanan, edisi khusus No. 5,1993.

Kohno, H., M. Duray, dan P. Sunyoto, A Field Guide to Groupers at Southeast Asia (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, 1990).

Kungvankij, P., "The Possibilities and Investment Potential of Seafarming in Indonesia : I. Marine Finfish in Floating Net- cages". Seafaming Development Project INS/81/008, Dirien Perikanan, Balai Budidaya Laut, UNDP, FAO, 1987.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, dan D.R. Maypassino, Ichthyology, 2-nd (John Willey & Sons, 1977).

Post, G., Texbook of Fish Health (TFH Publications, Inc Ltd., 1983).

Saputra, H., Membuat dan Membudidayakan Ikon dalam Kantong Jaring Apung (Jakarta: CV Simplex, 1983).

Sidermann, C.J., Disease Diagnosis and Control in North American Marine Aquaculture (New York: Elsevier Scientific Publishing Company, 1977).

———— , Principal Diseases of Marine Fish and Shellfish: I. Diseases of Marineflsh (London: Acedemic Press Inc., 1990).

Sugama, K., "Perbandingan Laju Pertumbuhan Beberapa Jenis Ikan Kerapu Epinephelus spp dalam Kuning-kunmg Apung", Scientific Report of Mariculture Research and Development Project (ATA-192) in Indonesia, JICA, 1986.

Suharmoko, "Peranan Nelayan dalam Menunjang Usaha Budidaya Ikan Kerapu di Kepulauan Riau", dalam Presiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat, Jakarta 18—19 Desember 1989, Pusat bangkan, Badan Litbang Pertaruan, Departemen Pertanian.

Sunyoto, P., "Budidaya Kerapu Lumpur, Epinephelus tauvina, dengan Sistem Kunmgan Apung", Seminar Laut Nasional II, Jakarta, 27 - 30 Juli 1987.

Sunyoto, P dan H. Kohno, "Kondisi untuk Trasportasi Benih Ikan Kerapu, Epinephelus suillus". Bulletin Penelitian Perikanan, edisi khusus No. 1,1990.

Sunyoto, P dan M. Muslikh, "Pembesaran Ikan Kerapu Lumpur, Epinephelus suillus, di Keramba Jaring Apung, Jumal Penelitian Budidaya Pantai, terbitan khusus, 1991.

Teng, S.K. and T.E. Chua, "Use of Artificial Hides to Increase The Stocking Density and Production of Estuary Grouper Epinephelus salmoides Maxwell Reared in Floating Net-cages", Aquaculture, No.16,1979.

Tiensongrusmee, B., S. Pontjoprawiro, dan I. Soedjarwo, "Culture of Marine Finfish in Floating Net-cages", Seafarming Development Project INS/81/008,  Ditjen  Perikanan,  Balai  Budidaya  Laut, UNDP, FAO, 1986.

———— , "Site Selection for the Culture of Marine Finfish in Floatin Net-cages", Seafarming Development Project INS/81/008, Ditjen Perikanan, Balai Budidaya Laut UNDP, FAO, 1989.

Tseng, W.Y. dan S.K. Ho, The Biology and Culture of Red Grouper (Kaoksiung: Chien Cheng Publisher, 1988).

Wahyono, U., "Prospek' Budi Daya Laut Sebagai Penghasil Devisa dan Pemasok Protein", dalam Ahmad dkk, Pemanfaatan Sumber Daya Hayati Lautan bagi Budi Daya, Sen Pengembangan Hasil Penelitian, No: PHP/KAN/lO/1990/Badan  Litbang Pertanian (Jakarta: 1990).

Widodo, J. dkk, Petunjuk Teknis: Pemanfaatan dan Pengelolaan Beberapa Species Sumber Daya Ikan Demersal Ekonomis Penting (Kakap  Merah, Bawal Putih, Manyung, dan Peperek), PHP/KAN/PT.16/1991,Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (Jakarta: 1991).

Withler.F.C. dan L.C.Lim, "Preliminary Observations of Chilled and Deep Frozen Storage of Grouper Epinephelus tauvina Sperm.", Aquaculture, No.27,1982.

Yono, Y., "Essenstial Fatty Acids and Nutritive Value of Dietary Lipids for Marine Fish", Proc. No. Pac. Aquaculture Symp., Aug. 1980, Anchorage, Alasca, 1980.




























PRAKATA
Meskipun budi daya ikan laut di Indonesia telah mulai berkembang, tetapi dirasakan belum memasyarakat. Hal ini dikarenakan belum menyebabnya pengetahuan tentang komoditas ikan laut serta teknologi budi dayanya di kalangan masyarakat. Salah satu ikan laut yang mempunyai potensi pasar yang baik, yaitu ikan kerapu. Ikan yang dipasarkan dalam keadaan hidup ini, baik di pasar domestik maupun intemasional, berharga cukup tinggi. Permintaan konsumen terhadap ikanjenis ini pun meningkat dan tahun ke tahun. Oleh karena itu, nelayan dan pengusaha yang tadinya hanya menampung ikan kerapu dari penangkapan, sekarang telah menjurus ke usaha pembesarannya, terlebih setelah ada budi daya cara karamba jaring apung (kajapung). Mengingat teknologi kajapung di laut masih tergolong baru dan masih langkanya buku yang mengulas tentang budi daya kerapu, penulis mencoba menyusun buku ini.
Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan YME alas terlaksananya penyusunan buku ini. Tidak lupa kepada rekan-rekan yang langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyusunan buku ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Pepatah mengatakan "tak ada gading yang tak retak", akhimya penulis menyadari masih ada kekurangannya baik isi maupun cara penulisan dalam buku ini sehingga saran dan kritik para pembaca sangat dinantikan.


Jakarta, Oktober 1993
       Penulis













DAFTAR ISI

PRAKATA ...............•••••••••••••••••••••••••••
I.      MENGENAL IKAN KERAPU DAN POTENSI PASAR .
     A. Klasifikasi ..............••••••••••••••••••••••
     B. Ragam Kerapu Budi Daya .............•••••••••••
     C. Potensi Pasar .............•••••••••••••••••••••
II.    TEKNIKPEMBESARAN IKAN MODEL KAJAPUNG  .
     A. Penentuan Lokasi ...........•••••••••••••••••••
     B. Potensi Areal dan Cara Penentuan Lokasi ...........
     C. Pembuatan Rakit Terapung ...........••••••••••••
     D. Pembuatan Karamba ..........••••••••••••••••••
 III.   CARAMENDAPATKANBENIH ..............••••
     A. Ragam Alat Tangkap dan Cara Pengoperasian ......
     B. Penanganan Hasil Tangkapan .............•••••••
 IV.  PEMBESARAN DAN PERAWATAN ..............
     A.Padat Penebaran ................••••••••••••••
     B. Pakan dan Cara Memberi Pakan ............••••••
C. Perawatan Rakit .................................... 38
    D. Pengendalian Penyakit ............................... 40
V.   PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN .............. 48
VI.  PANEN DAN PENANGANAN HASIL  ................... 51
VII. ANALISIS USAHA  ................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ....................................... 61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar