PEMBESARAN
KERAPU
DENGAN
KARAMBA JARING APUNG
PENEBAR SWADAYA
BAB I
MENGENAL IKAN KERAPU DAN
POTENSI PASARNYA
Sub-sektor perikanan, selain menyokong kebutuhan protein
hewani bagi masyarakat, juga membuka lapangan kerja dan menambah pendapatan masyarakat.
Hal ini dapat dilihat dari adanya stabilitas sosial ekonomi masyarakat yang
cukup menonjol, temtama di daerah pesisir. Bahkan, dewasa ini terjadi
peningkatan devisa negara dari tahun ke tahun melalui ekspor komoditas
perikanan ini. Salah satu ikan laut komersial yang sekarang banyak
dibudidayakan dan merupakan komoditas ekspor yaitu ikan kerapu.
Ikan kerapu dalam dunia intemasional dikenal dengan nama
grouper/trout. Ikan jenis ini merupakan ikan konsumsi yang dipasarkan dalam keadaan
hidup dan umumnya dihidangkan di restoran-restoran besar. Di laut, umumnya ikan
kerapu tersebar di daerah tropis dan sub-tropis serta dapat dijumpai dalam
berbagai jenis.
A. Klasifikasi
Jumlah ikan kerapu ditaksir ada 46 species yang hidup
diberbagai tipe habitat. Dari jumlah
tersebut temyata berasal dari 7 genus, yaitu Aethaloperca, Anyperodon,
Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari 7
genus tersebut, genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus yang sekarang
digolongkan ikan komersial dan mulai
dibudidayakan. Lebih lengkapnya sistematik ikan kerapu, adalah sebagai berikut.
Class : Teleostomi/Teleostei
Sub-class : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Sub-ordo : Percoide
Familia : Serranidae
Sub-familia : Epinephelinae
Genus : Cromileptes
Species : Cromileptes altivelia
Genus : Plectropomus
Species : plectropomus
maculates, P. leopardus
Genus : Epinephelus
Species : Epinephelus suillus,
E. fuscoguttatus, E. malabarricus.
B. Ragam Kerapu Budi Daya
Memang mudah membedakan ikan kerapu dengan ikan jenis
lainnya karena wama dan bentuknya khas. Namun, untuk membedakan antar jenis kerapu
cukup sulit karena ada kemiripan bentuk dan warnanya.
1. Kerapu bebek/tikus (Chromileptes altivelis)
Di pasaran international, kerapu ini dikenal dengan nama
polka-dot grouper/tiump-backed rocked. Jenis ini tergolong ikan yang mahal
dibanding kerapu lain. Selain untuk konsumsi, ikan kerapu bebek yang muda dapat
dijadikan ikan hias.
Tubuh ikan kerapu bebek agak pipih dengan wama dasar
abu-abu dan terdapat bintik-bintik hitam. Pada ikan yang muda, bintik tersebut
lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya. Kepalanya kecil dengan moncong kelihatan
meruncing. Ikan ini hidup di perairan yang berkarang dan dapat ditangkap dengan
bubu atau jaring. Daerah penyebarannya meliputi Kepulauan Seribu, Kep. Riau, Bangka, Lampung Selatan, dan kawasan perairan terumbu karang.
Ukuran ikan konsumsi 0,5 - 2 kg dengan harga di pasaran domestik berkisar Rp.
25.000,00 – Rp. 35.000,00 per kgnya.
Ikan
kerapu bebek muda, cukup elok sebagai ikan hias
Ikan
polka-dot grouper, jenis kerapu konsumsi
Yang
cukup mahal harganya
2. Kerapu sunuk/sunu/lodi (Plectropoinus spp)
Ikan yang dikenal sebagai coral trout mempunyai bentuk
yang memanjang dan agak gilik. Warnanya bisa berubah tergantung kondisi
(terutama dalam keadaan stress akibat pergantian lingkungan).
Kerapu
sunuk (Plectropomus leopardus) yang berbintik seragam
Kerapu
sunuk (Plectropomus maculates) yang berbintik tidak seragam
sering
berwarna merah atau kecokelatan sehingga disebut kerapu merah. Pada tubuhnya mempunyai
bintik-bintik berwama biru dengan tepi gelap dan ada 6 pita berwarna gelap,
tetapi kadang-kadang pita ini tidak tampak. Kerapu sunuk jenis Plectropomus
leoparduslleopard coral trout mempunyai bintik kecil dengan ukuran
seragam. Sedangkan P. maculatusl spotted coral trout mempunyai
bintik yang tidak seragam. Kerapu ini hidup di perairan berkarang dan sering
ditangkap dengan alat pancing atau bubu. Penyebarannya di daerah perairan
Kepulauan Karimunjawa, Kep. Seribu, Lampung Selatan, Kep. Riau, Bangka Selatan,
dan perairan terumbu karang. Ukuran ikan konsumsi yang ideal sama perti kerapu
bebek, tetapi harganya sedikit lebih rendah, yaitu Rp 25.000,00 - 30.000,00 per
kgnya.
3. Kerapu lumpur/balong/estuary grouper (Epinephebis spp)
Bentuknya memanjang dan gilik. Wama dasamya abu-abu muda
dengan bintik-bintik. Ada
orang yang menyebutnya kerapu hitam. Jenis Epinephelus suillus berbintik
cokelat dengan 5 pita vertikal berwama gelap. Jenis kerapu ini
dulunyadikenalsebagai E. tauvina. E. malabaricus mempunyai bentuk yang hampir sama
dengan E. suillus, tetapi bintiknya lebih kecil dan berwarna hitam. Kerapu E.
suillus banyak terdapat di Teluk Banten, Segara Anakan, Kep. Seribu, Lampung,
dan kawasan daerah muara sungai. Di daerah tersebut umumnya terdapat banyak
lumpur sehingga ikan ini disebut kerapu lumpur. Ikan ini sudah banyak
dibudidayakan karena pertumbuhannya paling cepat dibanding kerapu lain serta
benihnya tersedia paling banyak.
Kerapu
Lumpur jenis epinephelus malabaricus
Kerapu
Lumpur jenis Epinephelus suillus
Kerapu
macan yang disebut juga kerapu karang
Benih yang berukuran kecil mudah ditangkap dengan alat sodo/sudu,
sedangkan yang berukuran besar ditangkap dengan pancing, bagan, sero, dan bubu.
Di Indonesia ikan ini sudah berhasil dipijahkan di dalam bak yang terkontrol,
tetapi pemeliharaan larvanya masih merupakan masalah yang belum terpecahkan.
Ukuran konsumsi kerapu Lumpur 400 - 1.200 g dengan kisaran harga Rp 10.000,00 -
Rp 15.000,00.
4. Kerapu macan/flower/carpet cod (Epinephelus juscoguttatus)
Bentuknya seperti kerapu lumpur, tetapi
badannya agak lebih tinggi. Bintik-bintik pada tubuhnya gelap
dan rapat. Sirip dada berwama kemerahan
dan sirip-sirip yang lain mempunyai tepi cokelat kemerahan. Ikan ini telah
berhasil dikawinkan di bak terkontrol, tetapi angka kematian larva masih
sangat tinggi. Ikan ini hidup di daerah karang sehingga seeing disebut kerapu
karang. Untuk menangkapnya, digunakan alat bubu atau pancing. Ukuran ikan
konsumsi sama dengan kerapu lumpur, tetapi harganya kadang- kadang lebih
rendah dan terkadang lebih tinggi.
C. Potensi Pasar
Dengan dikeluarkannya Keppres No. 23 tahun 1982 tentang
kegiatan budi daya laut, usaha budi
daya ikan laut dapat dijadikan usaha bisnis yang menguntungkan. Teriebih lagi didukung dengan banyaknya perairan Indonesia yang
potensial untuk budi daya ini.
Menurut catatan BPS, ekspor kerapu memperlihatkan
peningkatan tiap tahunnya, walaupun
belum merupakan komoditas perikanan yang terbesar. Sasaran utama ekspor ialah Singapura, Hongkong, dan Jepang. Selama
tahun 1986 - 1990 kenaikan ekspor hasil perikanan rata-rata sebesar 31,5 % per tahun. Sebagai catatan tahun 1990 volume eskpor
hasil perikanan mencapai 320.241 ton
dengan nilai US$ 1.039,680 juta.
Dari data statistik ekspor-impor perikanan, ikan kerapu
hidup dimasukkan ke dalam komoditas lainnya yang selama tahun 1986 - 1990
terjadi kenaikan volume ekspor rata-rata sebesar 18,62 %. Sebagai gambaran, tahun 1990 volume ekspor mencapai
546.249 kg dengan nilai US$ 1.149.600 (lihat Tabel 1).
Negara-negara tujuan ekspor di antaranya Singapura, Jepang, Hongkong, Taiwan,
Malaysia,
dan Amerika Serikat.
TABEL
1. VOLUME EKSPOR IKAN LAINNYA (TERMASUK KERAPU) TAHUN 1990
No
|
Negara yang dituju
|
Volume (kg)
|
Nilai (US$)
|
1
|
Singapura
|
241.710
|
661.166
|
2
|
Jepang
|
172.307
|
150.376
|
3
|
Hongkong
|
66.352
|
217.246
|
4
|
Taiwan
|
35.840
|
26.324
|
5
|
Malaysia
|
29.140
|
-
|
6
|
USA
|
900
|
94.488
|
Jumlah
|
546.249
|
1.149.600
|
Sumber : direktorat
jenderal perikanan, 1991.
Usaha budi daya ikan kerapu dari waktu ke waktu
mengalanii peningkatan. Salah satu contoh, wilayah Kep. Riau yang memiliki
potensi areal seluas 350 ha, jumlah unit usaha telah meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 1983, tercatat 34 unit usaha dan tahun 1988 berkembang menjadi
43 unit. Ekspor ikan hidup ke Singapura pada tahun 1983 sebanyak 8,75 ton dan tahun 1988 meningkat
menjadi 10,17 ton.
BAB II
TEKNIK PEMBESARAN IKAN
MODEL KAJAPUNG
Metode pemelihara ikan terus berkembang, mulai dari
bentuk yang paling kuno berupa kolam sampai sistem air mengalir/air deras dan system
karamba, baik yang berupa karamba jaring apung atau karamba tancap. Metode
karamba jaring apung (kajapung) merupakan teknik akuakultur yang paling
produktif dan dapat dikatakan metode intensif dengan kontruksi yang tersusun
dari karamba-karamba jaring yang dipasang pada rakit terapung di perairan
pantai. Beberapa keuntungan yang
dimiliki metode kajapung ialah tingginya penebaran, jumlah dan mutu air selalu
memadai, tidak memerlukan pengolahan tanah, pemangsa mudah dikendalikan, dan mudah
dipanen.
A. Penentuan Lokasi
Tidak semua perairan pantai dapat dijadikan tempat
pemasangan kajapung. Hal itu dikarenakan adanya beberapa faktor yang harus
dipenuhi sebelum budi daya tersebut dimulai.
1. Faktor risiko
Faktor-faktor risiko sangat ditakuti para usahawan yang
ingin terjun dalam suatu usaha karena faktor ini dapat menjadi kegagalan total
dalam usaha tersebut. Namun, perhitungan dan pertimbangan secara cermat atas faktor
ini akan dapat membawa keberhasilan operasional budi daya. Yang tergolong
faktor-faktor risiko dalam budi daya ini antara lain sebagai berikut.
a. Gangguan alam (badai dan gelombang besar)
Badai dan gelombang besar mudah merusak kontruksi karamba
sehingga memperpendek umur rakit. Gelombang yang terus menerus menyebabkan ikan
menjadi stres dan selera makannya berkurang sehingga menurunkan produksi. Oleh
karena itu, lokasi dipilih di perairan yang dapat terlindungi dari badai
dan gelombang. Lokasi dengan pulau-pulau kecil biasanya dipilih sebagai
pelindung dari ancaman gangguan ini. Salah satu contoh penempatan lokasi
yang tepat untuk pemasangan karamba apung, dapat dilihat pada peta perairan
Teluk Banten, Jawa Barat.
Salah
satu penempatan lokasi yang terlindung dari badal
dan gelombang besar (lihat tanda panah)
b. Adanya predator
Umumnya, predator ikan budi daya dalam karamba ialah
hewan buas laut dan burung-burung laut. Meskipun bunmg-burung dapat dihindari dengan
rekayasa karamba dengan cara membuat tutup pada karamba, tetapi hewan buas laut
masih merupakan ancaman. Beberapa hewan laut yang sering mengganggu karamba
seperti ikan bola/buntal dan ikan besar yang ganas. Hewan tersebut merusak
karamba dan mengancam ketenangan ikan sehingga menyebabkan produksi berkurang.
c.
Pencemaran
Lokasi hams bebas dari bahan pencemaran yang mengganggu
kehidupan ikan. Pencemaran tersebut
dapat berupa limbah industri, limbah pertanian, dan limbah rumah tangga. Limbah rumah tangga biasanya berupa detergen
dan sampah organik. Limbah ini dapat mempengaruhi kondisi perairan atau menjadi
patogen dan mengganggu kesehatan ikan secara langsung.
Contoh limbah pertanian ialah pupuk, pestisida, dan
pencemaran lain. Sedangkan limbah industri contohnya bahan-bahan kimia. Limbah
kimia sangat membahayakan karena seperti limbah kimia yang mengandung logam
berat dapat tertimbun dalam tubuh ikan dan bisa mematikan orang yang
memakannya.
Beberapa kriteria atau indikator yang dapat menentukan
suatu lokasi bebas dari pencemaran yang dirumuskan oleh Tiensungrusmee dkk,
tahun 1989 ialah sebagai berikut.
-
Kadar amonia sebesar 100
mg/m3 (0,1 ppm = part per million) merupakan batas maksimum yang
diperbolehkan.
-
Biological oxygen demand
(BOD) selama 5 hari tidak boleh melampaui 5mg/l.
-
Total bakteri tidak boleh
melampaui 3.000 sel/m3.
d. Konflik
pengguna
Dalam memilih tempat untuk budi daya harus memperhitungkan
adanya keterkaitan dengan pengguna sarana laut lain. Daerah-daerah yang merupakan
tempat lalu lintas kapal harus dihindari untuk lokasi budi daya. Di samping
itu, adanya kapal tangker minyak yang berlabuh harus dijauhi karena kapal
tersebut biasanya membuang atau mendatangkan minyak ke dalam perairan.
2. Faktor kenyamanan
Lokasi yang dekat dengan jalan besar, pasar, pelelangan
ikan, dan pemasok sarana sangat
memberi kemudahan dalam operasional. Demikian juga dengan adanya sumber
listrik, telepon dan sarana penghubung lainnya.
3. Kondisi hidrografi
Selain harus jemih, bebas dari pencemaran, dan bebas dari
arus balik (up welling), perairan
harus mempunyai sifat fisika dan kimia tertentu. Beberapa sifat fisika dan
kimia yang harus diketahui yaitu suhu, kadar garam, pertukaran air dan arus, kedalaman perairan, kandungan oksigen
terlarut, serta derajat keasaman.
Pada umumnya, ikankerapumenyenangi air laut berkadar
garam 33 - 35 ppt (part per
thousand) terutama untuk ikan kerapu karang. Kerapu lumpur masih dapat hidup
baik di perairan payau (kadar garam 15 ppt), Di samping tahan kadar garam rendah, kerapu lumpur juga dapat tahan
pada kondisi air yang keruh.
Suhu perairan di Indonesia tidak menjadi masalah
karena perubahan suhu, baik harian
maupun tahunan, sangat kecil, biasanya berkisar pada 27-32°C.
Arus air sangat membantu pertukaran air dalam karamba,
membersihkan timbunan sisa-sisa metabolisme ikan, dan membawa oksigen terlarut
yang sangat dibutuhkan ikan. Namun,
harus dicegah arus yang selalu berlebihan
karena di samping merusak posisi karamba, juga menyebabkan ikan menjadi stres,
energi banyak terbuang, dan selera makan berkurang. Kecepatan arus yang ideal
sekitar 0,2 - 0,5 m/detik.
Kedalaman perairan untuk kajapung paling sedikit 1 meter,
yaitu jarak dari karamba ke dasar
perairan. Kedalaman tersebut untuk mencegah gangguan dari hewan-hewan bentik
yang dapat menginfeksi ikan budi daya. Dasar
perairan sebaiknya berupa pasir berlumpur karena akan memudahkan dalam
pemasangan jangkar rakit karamba.
Pada lapisan permukaan air yang tidak tercemar biasanya
mengandung oksigen terlarut cukup
tinggi yang memadai untuk pertumbuhan ikan.
Kandungan oksigen terlarut dalam air laut paling sedikit 4 ppm.
Air laut mempunyai daya penyangga yang besar terhadap
perubahan keasaman. Umumnya, pH air
laut antara 7,6 - 8,7.
B. Potensi Areal dan Cara Penentuan Lokasi
Dari hasil survai telah diketahui areal yang berpotensi
untuk pengembangan budi daya ikan dengan metode kajapung di selunih Indonesia,
yaitu seluas 3.600 ha (Tabel 2).
Dengan melihat areal yang begitu luas dengan kondisi daerah yang beragam, terkadang menimbulkan
keraguan/kebimbangan dalam menentukan lokasi untuk budi daya. Suatu cara untuk
menentukan lokasi dari beberapa pilihan lokasi seperti diuraikan dalam Tabel 3. Lokasi yang terbaik akan dinyatakan
dalam jumlah nilai tertinggi.
TABEL
2. AREAL YANG BERPOTENSI UNTUK KAJAPUNG DI PERAIRAN INDONESIA
Propinsi
|
Daerah
|
Luas (ha)
|
Aceh
|
P.
weh, sabang, tel. lnok, p. simeulu
|
200
|
Sumatera
barat
|
Ma
siperut sikapa, isobar, p. sipora, p. sikkap burial, tarusan, painan.
|
100
|
Riau
|
p.
batam, p. bintan
|
350
|
Jambi
|
Nipah
panjang, kg. laut, kuala tungkal
|
50
|
Sumatera
selatan
|
Bangka
|
200
|
Lampung
|
Tel.
hurun, tel. lampung
|
800
|
Jawa
barat
|
Tel.
bantam
|
400
|
Jawa
timur
|
Tel.
gili genteng, grajakan, banyuwangi, perigi, sendang biru.
|
300
|
Bali
|
Pajarakan
|
50
|
NTB
|
Tel.
ekas, tel. waru kelapa, tanjung sabodo, tel. saleh sumbawa.
|
440
|
Sulawesi utara
|
p.
sangihe
|
200
|
Sulawesi selatan
|
Ujung pandang, pinrang, slayer
|
200
|
Sulawesi timur
|
Tarahan,
berau, bontang, sengkulirang, tel. adang
|
110
|
Maluku
|
Ambon
|
200
|
Sumber : Tiensungrusmee dkk, 1989.
Peta
areal yang berpotensi untuk budi daya ikan laut
Dengan
kajapung di Indonesia
TABEL
3. SISTEM PENILAIAN UNTUK LOKASI
KAJAPUNG
Parameter yang Diukur
|
Angka penilaian
|
Bobot kredit
|
nilai
|
Kenyamanan
|
Baik : 5
Cukup : 3
Kurang : 1
|
2
|
10
6
2
|
Faktor
tekologi :
-
Tinggi air pasang (m)
|
> 1,0 : 5
0,5 - 1,0 : 3
< 0,5 : 1
|
2
|
10
6
2
|
-
Arus (m/detik)
|
0,2 - 0,4 : 5
0,05 - 0,2 : 3
0,4 - 0,5 : 1
|
2
|
10
6
2
|
-
Kedalaman air
dari dasar jaring (m)
|
> 10 : 5
4 – 10 : 3
< 4 : 1
|
2
|
10
6
2
|
-
Oksigen terlarut
(ppm)
|
5 : 5
3 – 5 : 3
< 3 : 0
|
2
|
10
6
0
|
-
Kadar garam (ppt)
|
> 30 : 5
20 – 30 : 3
< 20 : 1
|
2
|
10
6
2
|
-
Perubahan cuaca
|
Jarang : 5
sedang : 3
Sering : 1
|
2
|
10
6
2
|
Faktor
Pendukung :
-
Sumber listrik
|
Balk : 5
cukup : 3
Kurang : 1
|
1
|
5
3
1
|
-
Sumber pakan
|
Baik : 5
cukup : 3
Kurang : 1
|
1
|
5
3
1
|
-
Tenaga kerja
|
Baik : 5
cukup : 3
Kurang : 1
|
1
|
5
3
1
|
-
ketersediaan benih
|
Baik : 5
Cukup : 3
Kurang : 1
|
1
|
5
3
1
|
Pencemaran
|
Tidak ada : 5
Sedikit : 3
Ada : 1
|
2
|
10
6
2
|
Sumber:
Tiensongrusmee dkk, 1986
Evaluasi : 80
– 100 % dinyatakan baik
70
– 79 % layak
60 - 69 % layak, tetapiparameter
yang bernilai rendah dapat diperbaiki dengan pendekatan ilmu pengetahuan
<
60% tidak dapat dipertimbangkan
C. Pembuatan Rakit Terapung
Untuk membuat kajapung, langkah pertama ialah membuat
rakit terapung. Pembuatan rakit ini dilakukan di perairan pantai agar mudah
dalam pembuatan dan pemindahan ke lokasi budi daya. Rakit dibuat dari bamboo atau
kayu. Penggimaan kayu ini akan lebih tahan lama dan biasanya digunakan untuk
skala yang lebih besar. Rakit ini terdiri dari beberapa unit dan dilengkapi
dengan lantai dan rumah jaga.
Untuk membuat 1 unit rakit dari bambu dengan 4 karamba
berukuran 3 x 3 x 3 m, dibutuhkan 10 batang bambu yang berdiameter 10 - 12 cm
dan panjang 8 m. Sebagai pelampung dapat digunakan styrofoam atau drum bekas
oli sebanyak minimal 9 buah. Bambu dan
pelampung dipasang sedemikian rupa dengan pengikat dari tali atau kawat. Teknik
mengikat bambu di setiap sudut rakit paling luar harus kuat dan kokoh. Caranya dengan
dipantek, kedua ujung bambu dilubangi, kemudian dimasukkan kayu pada lobang
tadi. Setelah rakit siap lalu ditarik dengan bantuan perahu untuk dioindahkan
ke lokasi budi daya.
Empat buah jangkar dan tali jangkar disiapkan untuk
memasang rakit. Tali jangkar yang digunakan berdiameter 3 - 5 cm dengan panjang
masing-masing 3 - 5 kali kedalaman perairan. Setiap jangkar berbobot 30 - 40 kg
dan ditambahkan karung yang berisi pasir sebagai penahan.
Karamba yang sudah segera siap dipasang pada rakit dengan
mengikatkan sudut-sudut karamba ke sudut-sudut bingkai rakit. Di setiap sudut karamba
dipasang , pemberat dan tali pemberat. Untuk pemberat, dapat digunakan timah
atau adukan semen+pasir dengan bobot 3 - 4 kg per buah, sedang untuk tali
pemberat, digunakan tali berdiameter 1 cm dengan panjang 4 m. Cara memasang pemberat: tali pemberat
diikatkan pada pemberat, ujung yang lain diikatkan sementara pada bingkai di
sudut-sudut karamba. Ujung tali dekat pemberat dibelitkan pada tali sudut bawah
karamba. Pemberat diturunkan ke perairan sampai karamba menjadi tegang, kemudian
tali pemberat ditarik ke atas 10 cm dan ujung tali pemberat diikat kembali pada
bingkai rakit di sudut karamba, dengan demikian yang tegang adalah tali
pemberat, bukan karamba.
Proses
pembuatan 1 unit rakit terapung dengan kerangka dari bambu
Denah
kontruksi 41unit rakit terapung dengan 4 buah karamba
salah
satu unit-unit kajapung di peraiaran teluk banten
Denah
kontruksi 4 unit rakit terapung yang dilengkapi dengan
lantai
kerja dan rumah jaga
D. Pembuatan Karamba
Biasanya karamba yang siap untuk dipasang di rakit belum
tersedia di pasaran. Bahan yang tersedia
masih dalam bentuk jaring polietilen yang digulung dan dijual berdasarkan
bobot. Jaring polietilen no 380 D/9 dan 380 D/13 berukuran mata jaring (mesh
size) 1 inci dan 2 inei (atau 1 cm dan 2 cm). Untuk membuat sebuah karamba
dengan ukuran tertentu, ada caranya. Biasanya untuk membuat karamba ada istilah
"hang in ratio" (S), yaitu nilai persentase jika jaring yang terdiri
dari mata jaring direntangkan antara dua ujung jaring. Rumusnya adalah sebagai
berikut.
L— 1
S
= ———————— x 100%
L
L
= panjang jaring dalam keadaan tertarik(direntangkan).
1
= panjang jaring tidak direntangkan.
Contoh membuat karamba 3x3x3 m dengan matajaring 1 inci
(2,5 cm) dan hang in ratio = 30 %.
Pola jaring karamba dilukiskan sebagai berikut.
Pola
jaring yang akan dipotong (a) untuk sisi samping dan
(b)
untuk sisi bawah
Sedangkan
rumus perhitungannya :
1 12
L=
———— = ————— = 17,14 m
1
- S (1 - 0,3)
17,14
Dengan
demikian panjang tiap sisi karamba =
———— = 4,28 m
428 4
dengan
jumlah mata jaring ———— =171.
2,5
Kedalaman atau tinggi
karamba dihitung dengan rumus :
420
denganjumlah
matajaring ———— = 168
2,5
d
= kedalaman atau tinggi karamba sesudah hang in ratio
Sebuah
karamba yang slap dipasang di rakit terapung
Tepi sisi samping karamba (model di atas) dihubungkan
dengan tepi sisi bawah karamba dan dirajut dengan tali plastik berdiameter 2
mm. Kemudian, setiap tepi sisi karamba ditambahkan/ditelusuri dengan tali
berdiameter 0,5 -1 cm dan dirajut. Khusus untuk bagian tepi bawah karamba, pada
tali dimasukkan timah-timah berlobang sebesar biji kacang atau lebih dengan
jarak satu sama lain 5 cm.
BAB III
CARA MENDAPATKAN BENIH
Benih ikan yang akan dibudidayakan harus bermutu baik
agar mencapai produksi yang diinginkan. Keberadaan dan sumber benih hams
diperhitungkan sebelum pelaksanaan budi daya. Dewasa ini benih kerapu belum dapat
dihasilkan oleh balai benih di Indonesia
sehingga pasok benih masih berasal dari penangkapan di alam. Dalam usaha penangkapan di alam, informasi
metode tangkap dan sumber benih memegang kunci keberhasilan usaha tersebut.
A. Ragam Alat Tangkap dan Cara Pengoperasian
Beberapa alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan
ikan kerapu umunmya masih cara tradisional, seperti pancing, jaring insang, jarring
kantong, bubu, sero, jaring angkat/bagan, dan jaring dorong. Di antara alat tersebut,
jaring insang tidak baik digunakan karena bisa melukai atau mematikan hasil
tangkapan. Sebenamya alat-alat tangkap tersebut bukan alat khusus untuk ikan
kerapu, hanya biasanya ikan kerapu tertangkap pada alat tersebut. Bentuk dan
cara pengoperasian alat tangkap yang biasa digunakan untuk penangkapan ikan
kerapu hidup adalah sebagai berikut.
1. Pancing
Pancing sudah umum digunakan untuk menangkap ikan, baik
yang berukuran besar maupun kecil. Bermacam-macam pancing dijual di toko, dari
yang murah sampai mahal, tetapi pancing untuk ikan kerapu masih digunakan yang
sederhana. Para nelayan pemancing ikan kerapu
biasanya hanya menggunakan, tali pancing, anak pancing, dan pemberat secukupnya
serta perahu sebagai sarana memancing.
perahu
sebagai sarana memancing di daerah fishing ground
Beberapa nelayan berkelompok memancing menggunakan perahu
motor. Memancing di daerah perairan
karang akan mendapatkan kerapu karang, seperti kerapu macan dan sunuk. Ikan di
perairan karang banyak jenisnya, tetapi populasinya sedikit. Ikan yang
relatiflebih besar akan hidup pada daerah yang dalam. Pada umumnya ikan kerapu bersembunyi di lubang
atau menempel pada karang/benda, kecuali kerapu sunuk yang lebih suka bergerak
aktif. Adanya bekas kapal yang tenggelam biasanya sebagai rumpon ikan-ikan dan
oleh para pemancing dijadikan sebagai daerah fishing ground (daerah penangkapan
ikan). Kerapu lumpur biasanya ditangkap pada perairan yang berlumpur.
Bekas-bekas bagan (jaring angkat) dengan bambu-bambu yang menancap di dasar
biasanya sebagai tempat bersembunyi ikan kerapu lumpur dan ini dijadikan tempat
memancing oleh para nelayan.
Pakan yang digunakan untuk memancing biasanya berupa
udang, teri, dan ikan kecil lain. Beberapa pemancing menggunakan umpan hidup
agar mendapatkan ukuran kerapu yang lebih besar.
2. Jaring angkat
Meskipun ada beberapa jenis jaring angkat, tetapi yang
sering mendapatkan ikan kerapu adalah bagan. Ada 3 bentuk bagan, yaitu bagan perahu (bagan yang dipasang di atas 2
perahu), bagan rakit (bagan yang dibangun
di atas 2 buah rakit), dan bagan tancap (bagan yang menetap di suatu perairan). Secara prinsip
pengoperasian ketiga bentuk bagan adalah sama. Di bawah ini yang akan dijelaskan yaitu bagan tancap karena umum
digunakan di mana-mana.
konstruksi
bagan tancap atau jarring angkat
Bagan tancap dibuat dari jaring kantong dengan mulut
bujur sangkar (sekitar 6 x 6 m) yang diikat pada kerangka dari bambu dan tinggi
kantong jaring sekitar 2 - 3 m. Setiap sudut kerangka dipasang pemberat dari
batu dan diikat dengan tali yang dihubungkan ke kerekan. Jaring dan kerekan tersebut
digantung pada bambu berukuran besar yang ditancapkan pada perairan. Untuk
bagan yang dangkal, digunakan sebuah bambu tancap. Sedangkan untuk bagan dalam,
biasanya digunakan dua buah bambu yang disambung.
Pengoperasian bagan hanya dilakukan oleh satu orang pada
malam hari dengan menggunakan 2 - 3 petromak. Petromak tersebut sebagai sumber lampu
yang digantung di atas mulut jaring. Setelah lampu digantung, jaring
ditengggelamkan sampai ke dasar perairan. Adanya sinar dari lampu petromak,
ikan-ikan kecil dan hewan air lain akan mengumpul, karena tertarik dengan
cahaya lampu. Adanya ikan-ikan kecil, menyebabkan para predator, termasuk ikan
kerapu, ikut tertarik menuju ke arah bagan. Setelah kelihatan banyak ikan di
bawah permukaan perairan maka jaring diangkat dengan memutar kerekan sehingga
tali penggantung jaring tergulung pada bambu.
3. Sero
Sero merupakan alat
tangkap yang dioperasikan di perairan pasang surut. Alat ini terdiri dari pagar-pagar yang dibuat
dari bambu dengan bentuk hermacam-macam. Pada waktu pasang, alat ini terendam
dalarn air dan ikan-ikan akan
dituntun untuk masuk ke dalam perangkap. Kemudian pada waktu surut ikan hasil
tanekaoan daoat diambil.
salah
satu sero yang berbentuk panah
4. Bubu
Ada
beraneka ragam tipe bubu. Akan tetapi, yang sering digunakan untuk penangkapan
ikan dasar, seperti ikan kerapu, terbuat dari anyaman bambu atau kawat. Pada
setiap sudut alas bubu diikatkan pemberat agar dapat ditempatkan pada posisi
yang tepat. Pada pengoperasiannya, bubu diikat dengan tali yang panjangnya
paling sedikit sedalam perairan, ujung tali diikat dengan pelampung sebagai
tanda. Terkadang di dalam bubu dipasang
umpan yang berupa daging ikan. Pemasangan di perairan dalam akan mendapatkan
ikan-ikan yang benikuran lebih besar dibanding pemasangan di perairan dangkal
sehingga ukiiran bubu yang dipasang pun lebih besar.
bubu
dari bambu (kiri) dan dari anyaman kawat (kanan)
Pemasangan bubu dilakukan selama 2 - 4 hari, meskipun
kadang-kadang nelayan membiarkannya sampai 1 minggu. Salah satu kendala dalam pemasangan
bubu yaitu hanyutnya bubu oleh arus atau tali putus oleh perahu-perahu yang
lewat. Untuk menjaga keamanan, beberapa nelayan bukan menggunakan pelampung,
tetapi ujung tali bubu diikatkan pemberat dan ditenggelamkan ke dalam perairan.
Pengambilan tali bumbu dibantu dengan jangkar hingga bubu terangkat.
5. Jaring kantong
Jaring kantong dan sejenisnya merupakan alat tangkap yang
dibuat dari jaring dengan berbagai ukuran mesh. Alat ini secara umum terdiri
dari 3 bagian, yaitu kantong, badan, dan kaki/sayap. Dasar pengoperasiannya dengan
menyeret alat tersebut di perairan pantai dan mengurung atau menyapu dasar
perairan yang diduga terdapat kumpulan ikan. Umunmya, alat ini dioperasikan
dengan sarana perahu.
desain
salah satu jarring kantong
penarikan
jarring kantong dilakukan setelah
perahu
berada tetap di posisinya.
Cara pengoperasian yang lebih detail yaitu dengan
menurunkan jaring yang dimulai dari bagian umpal dan pelampung, dilanjutkan
kaki jaring, kantong, dan kaki kanan, kemudian pelampung. Setelah itu, jangkar
diturunkan agar perahu tetap dalam posisinya dan jaring mulai ditarik.
Biasanya sasaran utama penangkapan adalah udang, tetapi
bila penangkapannya dilakukan di daerah perairan yang banyak ditumbuhi tanaman
laut Enhallus sp, dapat diperoleh jenis-jenis lain, seperti kerapu, kakap, dan
beronang.
6. Jaring dorong/sodo
Sodo atau sudu merupakan jaring dorong (push-net) yang
terbuat dari jaring kantong
berbentuk kerucut dengan bagian mulut berbingkal segi tiga sama kaki Yang umum dipakai
ialah sodo biasa (commonly push-net). Sodo
mempunyai nama yang berbeda untuk tiap daerah, tetapi tipe/bentuknya tidak jauh
berbeda. Orang Madura menamakannya sonder/tangkai di Sulawesi Selatan disebut sodii/dari,
di Kendari dan Samarinda, julu di
Kalimantan sesodok/sodok/sungkur, dan
di Ambon disebut ranggo/tanggo loor.
Alat sodo dibuat dengan mudah dari bahan yang sederhana.
Salah satu tipe sodo dibuat dari bambu
yang berdiameter kecil (3 - 1 cm) sebagai
bingkainya, potongan serabut kelapa untuk alas sepatu, dan waring karuna sebagai
jaringnya.
Konstruksi
salah satu tipe sodo
pemasangan
jarring pada bingkai sodo
mengoperasikan
sodo dengan mendorong hingga
ada
ikan yang tertangkap
Cara pengoperasian sodo sebagai berikut. Langkah pertama,
jaring dipasang pada bingkainya. Setelah siap, lalu dibawa ke laut dan
dioperasikan. Tangkai sodo dipegang
dan bagian dasar yang bersepatu ditenggelamkan dalam air hingga menempel kedasar perairan, kemudian didorong
sampai jarak beberapa meter, lalu
diangkat. Jarak dorongan tergantung pada isi hasil tangkapan. Bila hasil tangkapan dalam kantong jaring terasa
banyak, jaring diangkat. Kemudian,
tali ikatan pada ujung kantong dibuka dan
hasilnya dimasukkan ke dalam karamba penampung yang telah diikat di pinggang yang mengoperasikannya.
Dibandingkan dengan alat tangkap yang lain, alat tangkap
jaring dorong/sodo lebih efektif untuk menangkap benih kerapu lumpur. Selain murah dan sederhana, alat tangkap sodo
lebih praktis karena pengeporasiannya hanya dilakukan satu orang. Selain itu,
ikan hasil tangkapannya bisa hidup
karena ada pergantian air dalam keramba penampung, kondisi ikan tidak luka dan angka kematian relatif kecil, serta benih
kerapu mudah didapat mengingat
tempat hidupnya di dasar perairan.
berbagai
ukuran benih yang tertangkap dengan sodo
Kedalaman perairan yang dapat dioperasikan dengan sodo
tergantung tinggi orang, biasanya setinggi perut dan maksimal setinggi dada. Sedangkan
saat nelayan mulai turun ke laut ialah pada waktu subuh sampai siang hari atau
petang sampai subuh. Pengoperasian di malam hari biasanya akan memperoleh benih
kerapu yang lebih banyak, tetapi tergantung kondisi pasang surut air. Dalam
menangkap benih kerapu lumpur, perlu diperhatikan bahwa benih banyak didapat di
daerah perairan padang
lamun (banyak tumbuhan laut, terutama Enhallus sp), dasar berlumpur, dekat dengan
muara sungai pada kadar garam 32 - 34 ppt, dan musim benihnya pada waktu musim
hujan. Dari hasil pengamatan di daerah sekitar Teluk Banten, pada waktu musim
benih tiba hasil dari satu orang selama satu hari penangkapan dapat memperoleh
benih sejumlah 100 - 500 ekor bahkan lebih.
Di samping kerapu lumpur, terkadang benih kerapu karang juga dapat
tertangkap.
B. Penanganan Hasil Tangkapan
Mengingat benih ikan kerapu akan dipelihara maka
penanganan setelah penangkapan harus betul-betui diperhatikan. Ikan hams selalu
utuh tanpa luka atau sisik terkupas.
Untuk penangkapan dengan sarana perahu, biasanya dalam perahu
diperlengkapi palka yang berisi air untuk menyimpan ikan hidup. Sedangkan
perahu tradisional tidak dilengkapi dengan aerator untuk sumber oksigen, tetapi
hanya mengganti air selama perjalanan. Beberapa nelayan menampung sementara hasil
tangkapan selama waktu penangkapan dalam ember tanpa diberi oksigen. Memang
ikan kerapu, terutama kerapu lumpur, cukup tahan terhadap kondisi yang jelek
sehingga masih tetap hidup sampai ke tempat penampungan yang jaraknya tidak terlalu
jauh. Bila akan memindahkan ikan, digunakan serokan yang halus untuk
menghindari luka dan lepasnya sisik.
Sebelum dipelihara di tempat penampungan sebaiknya
ikan-ikan direndam dulu dalam air yang mengandung antiseptik/antibiotik. ini
untuk mencegah infeksi bakteri akibat goresan-goresan pada tubuh waktu pemindahan.
perendaman
ikan kerapu hasil tangkapan dengan pemberian obat anti septik
Tempat pemeliharaan dapat dibuat dari karamba jaring
apung yang berukuran kecil atau kimmgan segi empat dari belahan bambu yang direndamkan
dalam perairan. Tempat penampungan juga dapat dilakukan dengan wadah yang
selalu dialiri air laut, meskipun cara ini membutuhkan biaya yang lebih besar.
Sebuah pompa dengan sumber listrik diperlukan untuk mendapatkan air laut.
Sebelum digunakan, terlebih dahulu air disaring dengan filter agar air
benar-benah bersih. Filter dapat dibuat sendiri dengan membuat lapisan-lapisan
koral/kerikil dan pasir halus yang dibersihkan. Di samping itu, diperlukan juga
aerator atau blower sebagai sumber oksigen. Kemampuan aerator/blower untuk
menghasilkan udara tergantung pada kekuatan/ukuran alat. Bila menggunakan
jaring, dipilih ukuran mata jaring karamba yang halus atau disesuikan ukuran
ikan. Dalam jarring karamba harus selalu ada pertukaran air.
karamba
kecil yang dipasang dikolam air laut cukup
efektif
untuk menampung benih kerapu
Ikan yang baru dipelihara di habitat yang barn biasanya
mengalami stres. Ini ditunjukkan oleh perubahan wama ikan yang menjadi pucat/pudar.
Dalam tempat pemeliharaan dilakukan seleksi ukuran, karena ikan kerapu biasanya
kanibal (makan sesama). Ikan yang kecil akan dimakan oleh ikan yang lebih
besar. Ikan dalam keadaan stres mudah menjadi kanibal. Dalam keadaan itu, ikan
ini belum mau makan. Akan tetapi, karena daya tahan tubuhnya besar, ikan dapat
tahan lapar selama periode yang cukup lama. Namun demikian, ikan-ikan ini harus
terus dilatih agar mau memakan. Biasanya setelah 5 - 7 hari ikan baru mulai
makan. Jenis pakan yang digunakan yaitu ikan rebon/udang kecil atau serpihan
daging ikan rucah. Sisa-sisa pakan tersebut diusahakan jangan sampai menimbun
di dasar pemeliharaan.
Usahakan jangan mencampur ikan yang baru ditangkap dengan
yang sudah lama di tempat pemeliharaan. Jika dicampur, ikan yang lebih lama akan
menyerang ikan yang baru sehingga banyak ikan yang terluka yang akhirnya mati.
bagan
pengemasan benih ikan tertutup
pengemasan
benih ikan yang akan dikirim
Bila penampungah benih dekat dengan lokasi budi daya,
transportasi tidak menjadi masalah karena hasil tangkapan langsung bisa
dikirim. Namun, banyak kejadian tempat
penampungan benih yang jauh dengan lokasi pembesaran, bahkan terkadang benih
didatangkan dari antarpulau sehingga harus menggunakan sistem transportasi. Salah
satu cara mengirim benih yaitu dengan transportasi tertutup, dengan mengangkut
benih yang dimasukkan ke dalam wadah berupa kantong plastik yang telah diisi
air laut dan dipasok oksigen mumi, kemudian dikemas dengan kotak Styrofoam dan
kertas karton. Kepadatan benih ikan selama pengangkutan tergantung suhu dan
lamanya transportasi. Sebagai gambaran, sebuah kantong plastic berkapasitas 20
1 dapat diisi air laut 3 1 dengan suhu 17 - 20°C dan benih ikan kerapu sebanyak
20 ekor dengan berat benih rata-rata 25 g serta lama pengangkutan 1 - 2 hari.
BAB IV
PEMBESARAN DAN PERAWATAN
Pembesaran ikan kerapu yang dimulai dari benih berukuran
relatif kecil memeriukan beberapa tahapan. Tahapan ini berguna imtuk
menghindari kematian. Dalam tahap ini, ikan diseleksi berdasarkan ukurannya
karena ikan kerapu muda umumnya bersifat kanibal. Setelah yakin ukuran ikan dalam
tempat pemeliharaan sudah seragam maka dapat dilakukan pembesaran dan
perawatan.
A. Padat Penebaran
Sebelum ditebar ke kajapung, sebaiknya benih ikan diberi
desinfektan agar keadaan benih
selalu sehat. Caranya, benih direndam ke dalam larutan formalin dengan dosis 15
- 25 ppm (kira-kira 1 sendok makan per 250 - 400) selama ½ - 1 jam. Sewaktu
menebar benih perlu diingat bahwa
mata jaring karamba harus sesuai dengan ukuran ikan, jangan sampai ukurannya
terlalu besar karena dapat menyebabkan benih ikan lolos dari karamba.
Benih yang sangat kecil, misalnya kerapu lumpur yang
panjangnya kurang dari 10 cm, hams
melalui tahapan pendederan. Pada tahap pendederan ini benih yang berukuran 2 -
3 cm dapat ditebar sebanyak 200 - 250 ekor/m3. Ikan yang tumbuh lebih cepat hams dipisahkan
ke dalam satu ukuran. Bila telah meaicapai ukuran 5 cm, kepadatan
benih ditunmkan menjadi 100 ekor/m3.
Tahap selanjutnya yaitu tahap pembesaran sampai ukuran
konsumsi. Penebaran awal benihnya
berukuran 20 - 50 g, meskipun terkadang dapat 100 - 200 g atau lebih. Bila berukuran 20 - 50 g, benih yang
ditebar sebanyak 50 - 60 ekor/m3. Sedangkan bila berukuran 100 - 200
g. jumlah benih dikurangi menjadi 25 - 35 ekor/m3.
B. Pakan dan Cara Memberi Pakan
Biaya pakan merupakan biaya operasional terbanyak
sehingga harus ditekan sampai sekecil-kecilnya, tetapi hasilnya optimal. Ini dapat dilakukan melalui pemilihan jenis
pakan yang tepat dengan memperumbangkan kualitas nutrisi, selera ikan, dan
harga yang relatif murah.
Dewasa ini, Indonesia masih menggunakan ikan
non-ekonomis penting (ikan rucah) sebagai pakan pada pembesaran kerapu. Pakan buatan yang berupa pelet khusus untuk
ikan kerapu belum beredar di pasar, Beberapa jenis yang tergolong ikan rucah
yang baik untuk pakan kerapu ialah ikan tembang, selar, dan rebon. Pakan ikan rucah yang digunakan tersebut hams
selalu segar. Namun, sering ketersediaan pakan tidak menentu sehingga perlu disimpan
dalam lemasi es (freezer), asal penyimpanannya tidak lebih dan 1 minggu. Pakan
yang tidak segar atau terlalu lama disimpan menyebabkan penurunan kualitas
nutrisi (asam lemak esensial yang sangat dibutuhkan oleh ikan kerapu hilang
karena proses oksidasi).
ikan-ikan
non-ekonomis (ikan rucah) yang dijadikan sebagai pakan
Pada tahap pendederan, jumlah pakan diberikan 2 - 3 kali
sehari dengan jumlah sampai kenyang (dihentikan kira-kira 15 menit setelah ikan
tidak mau makan). Pemberian pakan pada tahap ini dilakukan dengan jalan
memotong-motong ikan rucah disesuaikan dengan mulut ikan. Pada tahap
pembesaran, ikan bemkuran 20 - 50 g, dapat diberikan pakan sebesar 15 % per
hari dari bobot biomassa dan selanjutnya persentase diturunkan seiring dengan
pertumbuhan ikan. Setelah mencapai ukuran 100 g pakan dapat diberikan sebanyak
10 % per hari dan kemudian dikurangi setiap satu bulan pemeliharaan. Namun,
pemberian pakan ikan dapat dilakukan 2 hari sekali dengan jumlah sampai
kenyang. Waktu pemberian pakan untuk ikan
kerapu sebaiknya sesaat setelah matahari terbit atau sesaat sebelum matahari
terbenam.
C. Perawatan Rakit
Rakit/karamba perlu dirawat agar dapat meningkatkan
produksi dan menumnkan biaya. Mata
jaring yang kecil akan memudahkan jaring karamba cepat kotor ditempeli
organisme pengganggu, seperti beberapa jenis alga, teritip. dan kerang-kerangan. Menempelnya organisme tersebut
akan menghambat pertukaran air.
Untuk mengatasinya, karamba hams diganti.
Karamba yang kotor dicuci dan dikeringkan yang nantinya untuk mengganti
karamba yang kotor. Biasanya untuk
karamba berukuran mata jaring kecil (1 inci) membutuhkan waktu ganti jaring 2
minggu, sedang untuk jarring bermata
2 inci membutuhkan waktu 3 - 4 minggu.
jarring
karamba yang kotor perlu diganti
pencucian
jarring dengan alat semprot bertekanan tinggi
Untuk kerapu lumpur, akan lebih baik bila dalam karamba
dipasang pelindung yang terbuat dari ban mobil bekas, potongan pipa, atau
potongan bambu. Ini dilakukan karena kerapu lumpur mempunyai sifat senang bersembunyi.
Dengan berdiamnya ikan tersebut di dalam pelindung berarti mengurangi energi
untuk gerak yang akan memungkinkan pertumbuhan ikan lebih cepat.
D. Pengendalian Penyakit
Di lingkungan alam, ikan dapat diserang berbagai macam
penyakit atau parasit. Demikianjuga
dalam pembudidayaan, bahkan penyakit/parasit tersebut dapat menyerang dalam
jumlah yang lebih besar dan dapat menyebabkan kematian ikan. Oleh karena itu,
pencegahan penyakit dan penanggulangan merupakan aspek budi daya yang penting.
Penyakit didefinisikan sebagai gangguan suatu fungsi atau
struktur dari alat tubuh atau
sebagian alat tubuh. Penyakit dapat menyebabkan kematian, kekerdilan, periode
pemeliharaan lebih lama, tingginya konversi pakan, tingkat padat tebar yang lebih rendah, dan hilangnya/menurunnya
produksi.
Penyakit dapat ditimbulkan oleh satu atau berbagai macam
sumber penyakit. Sebagai contoh, penyakit disebabkan oleh satu
faktor, tetapi kemudian dibarengi
oleh faktor yang lain. Bila terjadi semacam ini, penyakit kedua memanfaatkan
kondisi yang disebabkan oleh penyakit penama.
Penyebab-penyebab penyakit antara lain stres, organisme
patogen (seperti protozoa, bakteri, dan virus), perubahan lingkungan (seperti
adanya blooming yang berkembang dalam jumlah yang banyak, misal alga), factor racun
(seperti dosis obat yang berlebihan), dan kekurangan nutrisi. Penyebab yang
berbeda akan menyebabkan pula perbedaain tanda-tanda eksternal ikan yang sakit,
misalnya kematian mendadak, perubahan tingkah laku, tidak mau makan, dan sisik
lepas.
1. Stres
Ikan yang baru ditangkap dan kemudian dipelihara biasanya
mengalami stres. Demikian pula ikan yang baru ditransportasikan dan saat
ditebar. Stres dapat mengakibatkan
ikan menjadi shock, tidak mau makan, kanibalisme, dan meningkatnya kepekaan
terhadap penyakit. Hubungan antara ikan
dan stres serta parasit dapat dilukiskan sebagai berikut.
hubungan
antara ikan sebagai inang, parasit, dan lingkungan
Untuk mengurangi stres, saat penebaran benih hams
dilakukan secara hati-hati. Ikan-ikan yang baru tidak boleh langsung dicampur
dengan ikan-ikan yang lama. Tindakan akiimatisasi dilakukan dengan cara
mengubah sedikit denii sedikit kondisinya sehingga menyerupai kondisi
lingkungan yang baru. Sebagai contoh, benih-benih yang baru saja mengalami transportasi
dan dikemas dalam kantong plastik tidak boleh langsung ditebar. Namun, periu
dilakukan penyesuaian suhu teriebih dahulu. Caranya, ikan yang masih dalam
kemasan kantong plastik, sebelum kantong dibuka, dimasukkan dulu ke dalam suatu
kondisi yang sesuai dengan kondisi nantinya, dengan demikian suhu dalam ruangan
kantong plastik sedikit demi sedikit akan sama dengan suhu di di luar plastik.
2. Mikroorganisme
Beberapa organisme yang dapat menyebabkan penyakit ikan
ialah dari golongan crustacea, cacing, protozoa, jamur, bakteri, dan virus.
Dari berbagai organisme tersebut yang sering timbul dan menyerang ikan kerapu budi
daya antara lain berikut ini.
a.
Nerocila sp
Nerocila sp termasuk golongan crustacea (hewan yang
beruas-ruas) dan bersifat vivipar, yaitu telur-telur diinkubasi di bagian sisi
bawah perut, setelah menetas baru dilepaskan agar berenang bebas dan
menyerang ikan lain. Hewan ini
mempakan parasit yang menyerang ikan berukuran lebih 50 g. Ukuran tubuh
Nerocila yang dewasa sekitar 2 - 3 cm dan mudah dilihat dengan mata.
Biasanya Nerocila menyerang bagian insang ikan sehingga pemapasan ikan
terganggu. Namun, kadang-kadang ditemukan juga di rongga hidung ikan yang
berukuran besar.
Nerocila sp yang menyerang insang ikan
Parasit ini ditanggulangi dengan cara sebagai berikut.
Karamba diangkat dan ikan dimasukkan ke dalam bak, kemudian karamba tersebut
disemprot dengan larutan formalin 1%. Sedangkan ikan-ikan yang ada dalam bak
direndam dalam formalin 200 ppm beberapa menit sampai Nerocila rontok sendiri
dan bisa dibuang.
b. Cacing
Cacing yang menjadi parasit ikan kerapu budi daya
biasanya jenis Diplectanum. Cacing ini berukuran 0,5 - 1,9 mm dan mempunyai cirri khusus,
pada ujung depan terdapat 2 pasang mata. Cacing menyerang insang ikan
sehingga warna insang menjadi pucat dan kelihatan berlendir. Penyerangan
penyakit ini sering dibarengi dengan penyakit lain, seperti vibriosis (bakteri
vibrio).
Beberapa cara penanggulangan ikan yang diserang parasit
Diplectanum sebagai berikut.
-
Ikan-ikan yang terserang
direndam dalam larutan formalin dengan dosis 200 ppm selama 0,5 - 1
jam dan diulang setelah 3 hari.
-
Ikan kerapu yang diserang
direndam dalam air tawar selama 1 jam atau dalam air yang mengandung
acriflavin 100 ppm selama 1 menit atau 10 ppm selama 1 jam.
Diplectanum
sp, jenis cacing yang sering menyerang
Ikan
kerapu
c.
Protozoa
Protozoa merupakan kelompok penyebab penyakit yang paling
penting karena dapat menyebabkan patogen pada ikan budi daya. Protozoa adalah hewan bersel satu, berukuran
10 - 500 um, dan dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Jenis protozoa yang
sering menyerang ikan kerapu yaitu Cryptocayon sp. Penyakitnya disebut
cryptocaryoniosis atau bintik putih (white spot). Organisme ini menyerang ikan
pada bagian kulit dan insang. Tanda-tanda ikan yang diserang penyakit ini yaitu
hilangnya selera makan, lesu, mata menjadi buta, sisik terkupas, kadang-kadang
ada pendarahan, dan kerusakan sirip serta insang mengalami kerusakan dan terlihat
banyak lendir yang menempel. Setelah gejala tersebut, dapat terus dilanjutkan
dengan serangan sekunder oleh bakteri.
Cryptocaryon yang belum dewasa dinamakan tingkat trophon,
berbentuk seperti buah per, sedangkan yang dewasa (mature trophon) berbentuk bulat
dengan diameter kira-kira 0,3 mm. Organisme ini dapat membentuk kista yang
merupakan tingkat akhir dalam ikan yang terinfeksi. Dalam daur hidupnya tingkat
ini disebut tingkat tomon.
Cryptocaryon
muda
Dryptocaryon
dewasa
ikan
kerapu Lumpur yang kena penyakit crytocaryoniosis
Ada beberapa cara untuk menanggulangi penyakit ini, yaitu
dengan merendam ikan dalam air laut yang mengandung formalin 200 ppm selama 0,5
- 1 jam, formalin 100 ppm + acrivlavin 10 ppm selama 1 jam, atau air tawar
selama 1 jam (untuk kerapu lumpur). Perendaman tersebut diulang 2 - 3 kali.
Di samping Cryptocaryon, jenis protozoa lain yang sering
menginfeksi ikan kerapu budi daya yaitu Thrichodina sp. Protozoa ini berbentuk
seperti piring yang berbulu getar (cilia), berdiameter ± 0,1 mm. Penyakit ini
juga menyerang insang dan kulit ikan dengan gejala dan penanggulangannya hampir
sama dengan yang disebabkan oleh Cryptocaryon, tetapi luka cenderung lebih
melebar dan kulit terjadi kerusakan.
d.
Bakteri
Bakteri merupakan golongan mikroorganisme yang ukurannya
lebih
kurang seperduapuluh dari ukuran protozoa atau sel ikan. Dengan
demikian hanya dapat dilihat dengan mikroskop perbesaran kuat (1000 x). Ada 3 jenis golongan bakteri
yang sering menyebabkan penyakit pada ikan laut, yaitu bakteri perusak
sirip (bacterial fin rot), bakteri vibrio, dan bakteri Streptococcus sp.
bakteri
vibrio sp yang berbentuk batang (a) dan kerapu Lumpur yang
terserang
kelihatan berwarna gelap (b)
1)
Bakteri perusak strip (bacterial fin
rot)
Biasanya sirip-sirip ikan mengalami kerusakan, terutama
pada ujung-ujungnya. Pada bagian sirip
ekor msak sehingga hanya tersisa bagian peduncle (dekat pangkal ekor). Ikan
yang sakit ini biasanya diserang juga oleh bakteri Myxobacter, Vibrio,
Pseudomonas, dan bakteri coccus gram negatif. Penyerangan oleh bakteri ini
biasanya terjadi pada waktu penanganan hasil (pascapanen), mulanya ikan-ikan
saling menggigit dan lukanya kemudian terinfeksi oleh bakteri
tersebut.
Banyak jenis antibiotik di pasar yang dapat digunakan
untuk penanggulangan bakteri ini. Antibiotik tersebut antara lain nitrofurazone
15 ppm atau sulphonamid 50 ppm selama paling sedikit 4 jam, neomycin
sulphate 50 ppm selama 2 jam, chloramphenicol 50 ppm selama 2 jam, dan acriflavin
100 ppm selama 1 menit.
2)
Bakteri Vibrio sp
Bakteri ini merupakan gram negatif yang berbentuk batang
dan menyebabkan penyakit vibriosis. Dua species bakteri vibrio yang biasa
menyerang ikan kerapu, yaitu Vibrio alginolyticus dan V. parahaemotyticus. Ikan
yang terserang oleh bakteri ini tampak berwama gelap. Penanggulangannya dapat
dengan memberi oxytetracyclin sebanyak 0,5 g per kg pakan selama 7 hari atau
chloramphenicol 0,2 g per kg pakan selama 4 hari (untuk ikan yang masih mau
makan) atau dengan perendaman nitrofura-zone 15 ppm paling sedikit 4 jam (bila
ikan tidak mau makan).
3)
Bakteri Streptococcus sp
Bakteri ini menyebabkan penyakit Streptococcosis dengan
tanda-tanda ikan kelihatan kelelahan, berenangnya tidak teratur, dan
terjadi pendarahan pada mata. Bakteri
Streptococcus tahan terhadap sejumlah antibiotic yang biasa digunakan untuk
penanggulangan. Sebagai saran untuk pengobatan penyakit ini yaitu dengan
pemberian ampixillin 0,5 g per kg pakan selama 5 hari atau erythromycin
estolat 1 g per kg pakan selama 5 hari. Bila tidak mau makan, dapat
diberikan suntikkan dengan penicillin 3.000 unit per kg ikan.
BAB V
PERTUMBUHAN DAN KONVERSI
PAKAN
Pengetahuan dasar yang sangat dibutuhkan bagi pelaksana
budi daya dalam hubungannya dengan hasil adalah data pertumbuhaan. Laju pertumbuhan
merupakan peningkatan dalam satuan panjang atau bobot per unit waktu. Data
pertumbuhan yang umum dipakai untuk perhitungan yaitu bobot. Hal ini dimaklunii
bahwa hasil panen dan pemasarannya dinyatakan dalam bobot. Pada umumya
pertumbuhan bobot ikan beriainan dengan burung atau mamalia, ikan tidak berhenti
tumbuh setelah mencapai kematangan seksual. Kurva pertumbuhan bobot ikan secara
umum merupakan grafik sigmoid.
Grafik
pertumbuhan bobot ikan
Ada
cara untuk menghitung laju pertumbuhan harian ikan budi daya yang dinyatakan
dalam %, yaitu dengan rumus sebagai berikut.
Bh-Bo
LpH
= —————————— x 100 %
Bh + Bo
——————
x h
2
Keterangan :
LPH = laju pertumbuhan harian
Bo = bobot ikan rata-rata pada awal pemeliharaan
Bh = bobot ikan rata-rata pada hari ke h
h = lama pemeliharaan
Besarnya nilai LPH tergantung ukuran dan jenis ikan. Ikan
kerapu lumpur yang benikuran 50 - 100 g mempunyai LPH sekitar 2 – 3 %, sedangkan
yang berukuran 200 - 300 g berkisar 0,7 - 1,5 %. Kerapu karang cenderung
mempunyai LPH lebih rendah. Sebagai contoh, kerapu sunuk (Plectropoma spp)
denean bobot 200 - 300 e mempunvai LPH 0,3 – 0,7 %.
Waktu yang dibutuhkan selama pembesaran dan saat ikan
secara ekonomis mulai dibesarkan dapat dilihat pada pertumbuhan bobot rata-rata
yang telah ada selama waktu pemeliharaan. Sebagai gambaran, data pertumbuhan
bobot kerapu lumpur yang dipelihara dalam kajapung yang dilukiskan seperti
grafik berikut.
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa bila bobot awal
20 g dibutuhkan waktu 7 bulan untuk mencapai ukuran 500 g. Ukuran 500 g sudah
merupakan ukuran komersial, sedang bila bobot awal seberat 100 g akan membutuhkan
waktu 5 bulan untuk mencapai ukuran pasar. Dari data tersebut, para pelaksana
budi daya lebih cenderung untuk memulai pemeliharaan kerapu dengan bobot awal
seberat 100 g. Hal ini wajar karena di samping faktor resiko (kematian banyak
dijumpai pada ukuran kecil), juga waktu pemeliharaan terlalu lama.
Di samping data pertumbuhan, salah satu perhitungan yang menghubungkan
pertumbuhan dan jumlah pakan, yaitu konversi pakan. Konversi pakan merupakan
jumlah pakan (gram) yang dimakan oleh ikan untuk menaikkan 1 gram bobot ikan.
Konversi pakan 5,0 artinya untuk menaikan 1 g bobot ikan dibutuhkan 5 g pakan.
Nilai konversi pakan berbeda tergantung jenis pakan, species, dan ukuran ikan
serta suhu. Sebagai contoh, ikan kerapu lumpur yang diberi ikan rucah mempunyai
konversi pakan sekitar 5 - 8 sedang kerapu sunuk berkisar 8 - 12. Tampaknya pada usaha budi daya kerapu, ikan-ikan
yang berharga lebih tinggi cenderung mempunyai laju pertumbuhan yang lebih
rendah serta konversi pakan yang lebih tinggi.
BAB VI
PANEN DAN PENANGANAN HASIL
Saat panen merupakan saat yang paling menyenangkan dan
sangat dinantikan. Pemanenan di kajapung lebih mudah dibandingkan dengan cara
yang lain. Cara pemanenan di kolam atau tambak perlu dilakukan pembuangan air,
tetapi di kajapung cukup dengan mengangkat tepi pemberat di sudut-sudut karamba
sehingga ikan mudah diambil.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil budi daya
Harapan dari panen ialah pencapaian hasil yang semaksimal
mungkin. Ini dapat dicapai bila faktor-faktor yang mendukung hasil, seperti
lokasi yang tepat, padat tebar optimal, mutu pakan, jumlah pemberian pakan optimal,
pengelolaan dan perawatan karamba, serta pencegahan dan penanggulangan penyakit
dijalankan dengan benar.
Ukuran kerapu saat dipanen umumnya minimal 400 g. Namun,
ada yang memanen lebih besar, terutama untuk jenis kerapu sunuk dan kerapu
bebek karena kerapu jenis ini sampai 2 kg tergolong ukuran komersial.
Harus diingat bahwa ikan kerapu dipasarkan dalam keadaan
hidup sehingga kesehatan ikan harus tetap dijaga setelah panen. Ikan yang luka akan
menunmkan harga. Oleh karenanya, langkah-langkah persiapan pemanenenan harus
diperhitungkan dengan teliti.
jarring
karamba diangkat dan ikan siap di panen
Langkah persiapan pemanenan meliputi penyediaan sarana
dan alat panen, seperti serokan,bakairlaut, aerasi, timbangan, dan kapal perahu.
Alat dan sarana ini harus dalam keadaan bersih.
Pada hari pemanenan pemberian pakan dihentikan. Pelaksanaan pemanenan
dimulai dengan melepas tali pemberat dan mengangkat jaring karamba secara
perlahan agar ikan tidak berontak. Kemudian, ikan sedildt demi sedikit diserok
dengan serokan yang matajaringnya halus agar tidak luka.
Di beberapa daerah yang operasional budi dayanya dekat
dengan daerah pemasaran (seperti Riau yang sangat dekat dengan Singapura dan
Batam), setelah pemanenan, ikan dapat langsung ditimbang di atas rakit,
kemudian dipindahkan ke perahu, dan langsung dibawa ke daerah pemasaran.
perahu
motoryang diperlengkapi dengan palka untuk mengangkut hasil panen
Untuk daerah pemasaran yang jauh dan memerlukan
pengangkutan, baik angkutan laut maupun darat, tidak dilakukan dengan cara
tersebut. Setelah hasil panen dipindahkan dari rakit ke darat, langkah
selanjutnya mempersiapkan sistem transportasi yang akan digunakan. Transportasi dapat dilakukan dengan cara
terbuka dan tertutup.
system
transportasi terbuka yang diperlengkapi dengan tabung gas oksigen
transportasi
tertutup, kantong plastic dimasukan kedalam bak plastik
Transportasi
terbuka dilakukan dengan menggunakan wadah kedap panas yang dipasang pada
sebuah kendaraan roda empat. Wadah ini diisi air laut yang bersih dan dipasang
sistem aerasi (dengan pompa udara). Telah banyak beredar di pasar pompa udara
untuk aerasi ikan dengan kekuatan beragam, baik menggunakan aki atau baterai.
Pemberian aerasi berupa gas oksigen mumi mutlak dilakukan untuk mengangkut ikan
dengan jumlah yang padat. Jumlah ikan yang diangkut per-volume tergantung lama
pengangkutan dan suhu air. Makin pendek jarak transportasi dan suhu rendah (17
- 22°C) akan semakin banyak jumlah ikan yang dapat diangkut.
Pengangkutan
dengan cara tertutup dapat dilakukan dengan menggunakan kantong plastik,
seperti pada pengangkutan benih. Tentunya kantong plastik yang digunakan
ukurannya lebih besar daripada yang digunakan untuk benih. Untuk jarak yang
tidak terialu jauh dapat digunakan kantong plastik bervolume 50 - 1001 yang
dirangkap untuk mencegah kebocoran. Suhu air media dalam kantong diturunkan sampai
1 - 22°C. Kantong plastik yang berisi air media, ikan hasil panen, dan oksigen
dimasukkan ke dalam bak yang kedap panas, misalnya dari bahan plastik. Kemudian
di dalam bak plastik dan di luar kantong plastik diberi kepingan es yang telah
dibungkus dengan kantong plastik kecil dan kertas agar suhu dapat
dipertahankan. Kantong plastic yang
berukuran 60 1 dan diisi media air 20 1 dapat mengangkut ikan seberat 4 - 5 kg
selama 4 - 5 jam.
BAB VII
ANALISIS USAHA
Di kalangan dunia bisnis, analisis usaha merupakan
kegiatan yang amat penting. Dari analisis usaha ini dapat diketahui keuntimgan
usaha. Analisis usaha budi daya ikan kerapu sebetulnya sangat bervariasi. Hal
ini disebabkan perhitungan biaya operasional yang tergantung dari besarnya unit
usaha, jenis alat dan bahan yang digunakan, serta letak lokasi. Sebagai contoh,
harga peralatan kontruksi rakit yang berupa pelampung styrofoam lebih tingi
dibanding drum bekas oli. Sedangkan drum bekas oli dari plastik mempunyai
ketahanan dan harga yang lebih tinggi dibanding drum seng.
Contoh analisis usaha di bawah ini merupakan analisis
budi daya kerapu lumpur dengan konstruksi rakit dari kayu dan pelampung dari
drum plastik bekas oli. Lebih rinci analisis tersebut sebagai berikut.
ü Terdiri
dari 4 unit rakit, masing-masing berukuran 8 x 8 m. Yang 3 unit (masing-masing)
berisi 4 buah karamba (3 x 3 x 3 m) dan 1 unit rakit sebagian diisi 2 buah
karamba dan sebagian lagi digunakan untuk lantai kerja serta rumah jaga dengan
ukuran masing-masing 4 x 4 m.
ü Bobot
awal individu ikan yang ditebar 100 g dengan jumlah 675 ekor per karamba atau
30 ekor/m3 (volume karamba yang terendam air 3 x 3 x 2,5 m).
ü Jumlah
pakan yang diberikan setiap hari rata-rata 8% dengan kisaran 6 – 10 % dari
bobot biomassa.
ü Lama
pembesaran 5 bulan dengan tingkat kematian 10% dan dipanen pada bobot 500
g/ekor pada konversi pakan rata-rata 6,9.
ü Ikan
dijual dalam keadaan hidup di lokasi
panen seharga Rp 12.000,00/kg.
ü Laju
pertumbuhan harian rata-rata selama 1 bulan berkisar 0,8 - 1,6% dari bobot
biomassa dengan rincian kebutuhan pakan dan perkiraan bobot biomassa ikan
disajikan pada Tabel 4.
Dalam analisis biaya manfaat digunakan beberapa kriteria
sebagai berikut.
ü Keuntungan
kotor merupakan hasil penjualan dikurangi biaya total operasional.
ü Aliran
uang (cash flow) sebelum dipotong pajak merupakan keuntungan kotor ditambah
nilai penyusutan, sedangkan pendapatan bersih merupakan cash flow dikurangi
pajak.
ü Diasumsikan
semua peralatan mempunyai umur 4 tahun.
ü Tingkat
kcuntungan (profile rate) merupakan pendapatan bersih dibagi biaya total
operasional dan dikalikan 100 %.
ü Imbangan
penerimaan biaya (R/C ratio) merupakan hasil penjualan dibagi biaya
operasional.
TABEL
4. EST1MASI RINCIAN KEBUTUHAN PAKAN DAN PERKIRAAN HASIL
Umur
(bulan)
|
LPH
(%)
|
Bobot ikan
(Kg)
|
Ransum pakan
(%)
|
Jumlah pakan
(Kg)
|
0
1
2
3
4
5
|
1,6
1,2
1,1
1,0
0,8
|
945
1.389
1.905
2.576
3.477
4.252
|
10
9
8
7
6
|
2.835,0
3.750,5
4.572,2
5.409,8
6.259,6
|
Jumlah Pakan
|
22.827,1
|
jumlah pakan
Konversi pakan =
penambahan
bobbot
Penambahan bobot = bobot akhir-bobot awal
=
4.252-945
= 3.307
22.827,1
Konversi pakan = —————— = 6,9
3.307
Perhitungan analisis usaha secara lengkap dapat
digambarkan seperti Tabel 5.
TABEL
5. ANALISIS USAHA BUDI DAYA KERAPU LUMPUR
Bahan
|
Jumlah
|
Harga
(Rp. 000,00)
|
Nilai
|
|
1. Investasi
A. Pembuatan kajapung dan lantai + rumah jaga
1. Kayu ukuran 6 x 10 x 400 cm
2. Papan kayu ukuran 3x30x400 cm
3. Pelampung drum plastik (2001)
4. Paku
5. Tali pemberat polietilen untuk pemberat
+ pengikat <p = 1 cm
6. Baud 12 cm
7. Tali jangkar (p «s 4-5 cm
8.Jangkar 40 kg
9. Karung + pasir
10. Jaring karamba 3x3x3 m
11. Pemberat karamba/timah = 4 kg
12. Kayu balok 10x10x400 cm
13. Kayu kaso 4x6x400 cm
14. Atap dari asbes
15. Dinding rumah dari papan kayu ukuran
2 x 30 x 400 cm
16. Upah pembuatan
|
88 btg
57 lbr
71
bh
40kg
15kg
128 bh
150m
18
bh
18
bh
16
bh
56
bh
16btg
24btg
15
Ib
24
Ib
125HOK
|
6
12
27
2
6
2
2
50
2
200
10
12
3
12
1,5 l
7
|
528
684
917
80
90
256
,050
900
36
200
560
192
72
180
180
875
|
|
Total
biaya (A)
|
10.800
|
|||
B. Sarana dan Prasarana
1. Perahu motor
2. Bak-bak penampungan
3. Tempat penyimpanan as balok
4. Aerato DC + Aki
5. Tabung gas oksigen
6. Timbangan, serokan, baterai, dan
lain-lain .
|
1 bh
1 bh
|
4.000
200
|
4.000
600
50
200
200
200
|
|
Jumlah
biaya (B)
|
5.250
|
|||
Total
biaya (A + B)
|
16.050
|
|||
II. Biaya Operasional per Tahun
A.
Biaya tetap per tahun
1. Perawatan: 10 % dari investasi
2. Penyusutan
3.
Bunga modal : 18 % dari investasi
4.
Pungutan ijin usaha : 2% dari investa
|
1.605
4.012,5
2.889
3.211
|
|||
Jumlah biaya tetap
per tahun
|
8.827,5
|
|||
B. Biaya variabel per musim tanam (5 bulan)
1. Pengadaan benih
2. Pembelian pakan
3. Pembelian bahan bakar minyak
4. Pembelian es balok
5. Upah tenaga kerja :
2 orang teknisi,
1 orang penjaga malam
6. Obat-obatan
|
9450 ekor
22827 kg
300 l
100 bt
6 bulan
6 bulan
1 paket
|
0,7
0,5
0,5
4
300
100
500
|
6.615
11.413,5
150
400
1.800
600
500
|
|
Jumlah biaya
variabel
|
21.478,5
|
|||
Biaya
variabel per tahun
Total
biaya operasional per tahun (A+B)
|
42.957
51.784,5
|
|||
III. Penerimaan
Hasil produksi per musim tanam (5
bulan)
4.252 kgx Rp 12.000,00 « Rp 51.024.000,00
|
||||
Nilai
produksi selama 1 tahun (2 kali musim tanam)
Rp
102.048.000,00
|
||||
IV.
Analisis Biaya Manfaat
1. Keuntungan Rotor
2. Pajak 3% dari keuntungan
3. Aliran uang (cash flow)
4. Pendapatan bersih
5. Tingkat keuntungan (profile rate)
6. Imbangan penerimaan biaya (R/C ratio
|
Rp 50.263.500,00
Rp 1.507.905,00
Rp 54.276.000,00
Rp 52.768.095,00
101,9 %
1,97
|
|||
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, Fishing Gear
and Methods, Japan Overseas Cooperation Volun teers (JOCV), 1978.
———— ,
"Groupers", dalam S. Shakita, K. Kakazu, A. Toman and T. Toma
(Eds.),Aquaculture in Tropical Areas, 1991.
Ahmad, dkk.,
Operasional Pembesaran Ikan Kerapu dalam Karamba Apung, Departemen Pertanian
(Maros: Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros, 1991).
Brandt, A.V., Fish
Catching Methods of The World (London: Fishing News (books) Ltd., Surrey,
1972).
Brown, E.E., World
Fish Farming: Cultivation and Economics, (Connecticut: The Avipublishing Co.
Inc, 1977).
Brown, E.E. dan J.B.
Gratzek, Fish Farming Hanbook: Food, Bait, Tropicals and Go Idfish
(Connecticut: The Avipublishing Co. Inc. 1980).
Chan, W.L.,
"Report on Preparotory Assistence in The Culture of Marine Fisheries in
Floating Net-cages in Indonesia",
UNDP/FAO Preparotory Assistence in Sea Fanning Project, 1981.
Chen, F.Y., M. Chow, T.M.
Chao, dan R. Lim, Artificial Spawning and Larval Rearing of The Grouper,
Epinephelus tauvina (Forskal) in Singapore (Singapore: J. Pri. Ind., 1977).
Chong, Y.C. danT.M.
Chao, Common Diseases of Marine Food Fish, Fisheries Handbook No. 2, Primary
Production Department (Singapore: Ministry of National Development, 1986).
Chua, T.E. dan S.K.
Teng, "Economic Production of Estuary Grouper Epinephelus salmoides
Maxwell, Reared in Floating Netcages", Aquaculture, No. 20,1980.
Chua, T.E., "An
Overview of The Fisheries and Aquaculture Industries in Asia",
dalam J.L. Maclean, L.B. Dizon, dan L.V. Hosillos (Eds.), The First Asian
Fisheries Forum (Manila: Asian Fisheries Socoety, 1986).
Direktorat Jenderal
Perikanan, Departemen Perikanan, Statistik Ekspordan Impor Hasil Perikanan 1990
(Jakarta,
1991).
Fujiya, M.,
"Coastal Culture of Yellow Tail (Seriola quinqueradiata) and Red Sea Bream
(Pagrus major) in Japan",
dalam F. V. R. Pillay dan W. A. Dill (Eds.), In Advances Aquaculture, 1979.
GullandJ. A., Manual
ofMethods for Fish Stock Assessment. Parti Fish Population Analysis, FAO
Manuals in Fisheries Science No. 4 (Rome: Food and Agriculture Organization of
the United Nations, 1975).
Henderson, H.
Francis, "Behavioral Adjustment of Fishes to Release into a New Habitat",
dalam Bardach, J.E., J.J. Magnuson, R.C. May, dan J.M. Reinhaert (Eds.) Fish
Behavior and Its use in The Capture and Culture of Fishes (Manila: ICLARM
Conference Proceedings 5, International Center for Living Aquatic Resources
Management, 1980).
Imanto, P.T.,
"Pengamatan pada Pettumbuhan Ikan Kerapu Lumpur Epinephelus tauvina dan
Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus dalam Kurung-kurung Apung", Journal
Penelitian Budidaya Pantai, No.2,1986.
Imanto, A., Lamidi,
dan W. Ismail, "Pembesaran Kerapu Sunuk Plectropomus dan Kerapu Lumpur Epinephelus
tauvina dalam KarambaJaring Apung di Perairan Selat Dompak, Tanjung
Pinang", Bulletin Penelitian Perikanan, edisi khusus No. 5,1993.
Kohno, H., M. Duray,
dan P. Sunyoto, A Field Guide to Groupers at Southeast
Asia (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, 1990).
Kungvankij, P.,
"The Possibilities and Investment Potential of Seafarming in Indonesia : I.
Marine Finfish in Floating Net- cages". Seafaming Development Project INS/81/008,
Dirien Perikanan, Balai Budidaya Laut, UNDP, FAO, 1987.
Lagler, K.F., J.E.
Bardach, R.R. Miller, dan D.R. Maypassino, Ichthyology, 2-nd (John Willey &
Sons, 1977).
Post, G., Texbook of
Fish Health (TFH Publications, Inc Ltd., 1983).
Saputra, H., Membuat
dan Membudidayakan Ikon dalam Kantong Jaring Apung (Jakarta: CV Simplex, 1983).
Sidermann, C.J.,
Disease Diagnosis and Control in North American Marine Aquaculture (New York:
Elsevier Scientific Publishing Company, 1977).
———— , Principal
Diseases of Marine Fish and Shellfish: I.
Diseases of Marineflsh (London: Acedemic Press Inc., 1990).
Sugama, K.,
"Perbandingan Laju Pertumbuhan Beberapa Jenis Ikan Kerapu Epinephelus spp
dalam Kuning-kunmg Apung", Scientific Report of Mariculture Research and
Development Project (ATA-192) in Indonesia, JICA, 1986.
Suharmoko,
"Peranan Nelayan dalam Menunjang Usaha Budidaya Ikan Kerapu di Kepulauan
Riau", dalam Presiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat, Jakarta 18—19 Desember
1989, Pusat bangkan, Badan Litbang Pertaruan, Departemen Pertanian.
Sunyoto, P.,
"Budidaya Kerapu Lumpur, Epinephelus tauvina, dengan Sistem Kunmgan
Apung", Seminar Laut Nasional II, Jakarta,
27 - 30 Juli 1987.
Sunyoto, P dan H.
Kohno, "Kondisi untuk Trasportasi Benih Ikan Kerapu, Epinephelus
suillus". Bulletin Penelitian Perikanan, edisi khusus No. 1,1990.
Sunyoto, P dan M.
Muslikh, "Pembesaran Ikan Kerapu Lumpur, Epinephelus suillus, di Keramba
Jaring Apung, Jumal Penelitian Budidaya Pantai, terbitan khusus, 1991.
Teng, S.K. and T.E.
Chua, "Use of Artificial Hides to Increase The Stocking Density and
Production of Estuary Grouper Epinephelus salmoides Maxwell Reared in Floating
Net-cages", Aquaculture, No.16,1979.
Tiensongrusmee, B.,
S. Pontjoprawiro, dan I. Soedjarwo, "Culture of Marine Finfish in Floating
Net-cages", Seafarming Development Project INS/81/008, Ditjen
Perikanan, Balai Budidaya
Laut, UNDP, FAO, 1986.
———— , "Site
Selection for the Culture of Marine Finfish in Floatin Net-cages",
Seafarming Development Project INS/81/008, Ditjen Perikanan, Balai Budidaya
Laut UNDP, FAO, 1989.
Tseng, W.Y. dan S.K.
Ho, The Biology and Culture of Red Grouper (Kaoksiung: Chien Cheng Publisher,
1988).
Wahyono, U.,
"Prospek' Budi Daya Laut Sebagai Penghasil Devisa dan Pemasok
Protein", dalam Ahmad dkk, Pemanfaatan Sumber Daya Hayati Lautan bagi Budi
Daya, Sen Pengembangan Hasil Penelitian, No: PHP/KAN/lO/1990/Badan Litbang Pertanian (Jakarta: 1990).
Widodo, J. dkk,
Petunjuk Teknis: Pemanfaatan dan Pengelolaan Beberapa Species Sumber Daya Ikan
Demersal Ekonomis Penting (Kakap Merah,
Bawal Putih, Manyung, dan Peperek), PHP/KAN/PT.16/1991,Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan (Jakarta:
1991).
Withler.F.C. dan
L.C.Lim, "Preliminary Observations of Chilled and Deep Frozen Storage of
Grouper Epinephelus tauvina Sperm.", Aquaculture, No.27,1982.
Yono, Y.,
"Essenstial Fatty Acids and Nutritive Value of Dietary Lipids for Marine
Fish", Proc. No. Pac. Aquaculture Symp.,
Aug. 1980, Anchorage,
Alasca, 1980.
PRAKATA
Meskipun budi daya ikan laut di Indonesia telah
mulai berkembang, tetapi dirasakan belum memasyarakat. Hal ini dikarenakan
belum menyebabnya pengetahuan tentang komoditas ikan laut serta teknologi budi
dayanya di kalangan masyarakat. Salah satu ikan laut yang mempunyai potensi
pasar yang baik, yaitu ikan kerapu. Ikan yang dipasarkan dalam keadaan hidup
ini, baik di pasar domestik maupun intemasional, berharga cukup tinggi.
Permintaan konsumen terhadap ikanjenis ini pun meningkat dan tahun ke tahun.
Oleh karena itu, nelayan dan pengusaha yang tadinya hanya menampung ikan kerapu
dari penangkapan, sekarang telah menjurus ke usaha pembesarannya, terlebih
setelah ada budi daya cara karamba jaring apung (kajapung). Mengingat teknologi
kajapung di laut masih tergolong baru dan masih langkanya buku yang mengulas
tentang budi daya kerapu, penulis mencoba menyusun buku ini.
Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan YME alas
terlaksananya penyusunan buku ini. Tidak lupa kepada rekan-rekan yang langsung
maupun tidak langsung telah membantu dalam penyusunan buku ini, penulis
mengucapkan banyak terima kasih. Pepatah mengatakan "tak ada gading yang
tak retak", akhimya penulis menyadari masih ada kekurangannya baik isi
maupun cara penulisan dalam buku ini sehingga saran dan kritik para pembaca
sangat dinantikan.
Jakarta, Oktober 1993
Penulis
DAFTAR ISI
PRAKATA
...............•••••••••••••••••••••••••••
I. MENGENAL IKAN KERAPU DAN POTENSI PASAR .
A. Klasifikasi
..............••••••••••••••••••••••
B. Ragam Kerapu Budi Daya
.............•••••••••••
C. Potensi Pasar
.............•••••••••••••••••••••
II. TEKNIKPEMBESARAN IKAN MODEL KAJAPUNG .
A. Penentuan Lokasi
...........•••••••••••••••••••
B. Potensi Areal dan Cara Penentuan Lokasi
...........
C. Pembuatan Rakit Terapung
...........••••••••••••
D. Pembuatan Karamba
..........••••••••••••••••••
III.
CARAMENDAPATKANBENIH ..............••••
A. Ragam Alat Tangkap dan Cara
Pengoperasian ......
B. Penanganan Hasil Tangkapan
.............•••••••
IV.
PEMBESARAN DAN PERAWATAN ..............
A.Padat Penebaran
................••••••••••••••
B. Pakan dan Cara Memberi Pakan
............••••••
C.
Perawatan Rakit .................................... 38
D. Pengendalian Penyakit
............................... 40
V. PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN
.............. 48
VI. PANEN DAN PENANGANAN HASIL ................... 51
VII.
ANALISIS USAHA
................................... 56
DAFTAR
PUSTAKA ....................................... 61
Tidak ada komentar:
Posting Komentar