BUDIDAYA RUMPUT LAUT DAN PENGELOLAHANNYA
I
PENDAHULUAN
Rumput laut atau sea weeds sangat
populer dalam dunia perdagangan. Dalam dunia ilmu pengetahuan rumput laut
dikenal sebagai Algae.
Rumput laut tumbuh dan tersebar
hampir di seluruh perairan Indonesia.
Tumbuhan ini bernilai ekonomis penting karena penggunaannya sangat luas dalam
bidang industri kembang gula, kosmetik, es krim, media cita rasa, roti, saus,
sutera, pengalengan ikan/daging, obat-obatan, dan batang best untuk solder/las.
Jenis-jenis yang bernilai ekonomis penting adalah Acantthopeltia, Gracilaria,
Gelidella, Gelidium, Pterrocclaidia sebagai penghasil agar-agar; Chondrus,
Eucheuma, Gigartina, H^pnea, Iriclaea, Phyllophora sebagai penghasil karaginan;
Furcellaria sebagai penghasil furcelaran; dan Ascophyllum, durvillea, Ecklonia,
Turbinaria sebagai penghasil alginat.
Selain itu, rumput laut juga
memberi nilai tambah rumah tangga. Manisan rumput laut,misalnya, dibuat dari
jems Eucheuma yang berguna bagi kesehatan. Jenis ini dapat memperlancar system
pencemaan makanan, di samping banyak mengandung vitamin dan mineral.
Di Indonesia, pemanfaatan rumput
laut yang terbesar adalah sebagai bahan ekspor dalam bcntuk rumput laut kering.
Sejak tahun 1985—1-989, volume ekspor rumput-laut keiing Indonesia masih-tetap
saja keeilr-yaitu -30,6 %, 38,9 %,9,6 % dan 5,4 %. Sehingga rata-rata ekspor
pada periode itu adalah 8.939,379,2 kg/tahun. Kenyataan ini menunjukkan prospek
ekspor rumput laut Indonesia
di masa datang semakin cerah.
Mengingat perairan Indonesia
berpotensi besar untuk budidaya rumput laut yang disertai teknik yang mudah,
penanganan pascapanen yang sederhana, dan modalnya yang kecil, maka para
petani/nelayan semakin giat mengembangkannya. Sebagat rnisal, budidaya
rumpuUautdiBali, tahun 1985 hanya menghasilkan kira-kira 19.000 ton , tetapi
dari hasil inventarisasi sampai tahun 1989 telah mencapai 78.118,8 ton dengan
areal budidaya seluas 184 ha, dari areal potensial seluas 1.500 ha. Di samping
Bali, masih banyak lagi daerah di Indonesia yang berpotensi sebagai
areal budidaya rumput laut. Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang
luas arealnya masing-masing. merupakan daerah areal budidaya rumput lautnyft.
Dengan demikian jelaslah bahwa potensi ekspor rumput laut Indonesia cukup besar. Hal im
terlihat juga angka permintaan selama tahun 1984 - 1989, yaitu setiap tahunnya
rata-rata mencapai 21,8 %. Namun angka ini masih kecil bila dibandingkan dengan
peranan negara lain dalam hal memasok pesanan rumput laut kering dunia. Indonesia baru
mampu memasok pesanan rumput laut dunia sebesar 13,1 %. Rendahnya permintaan
ini diantaranya di sebabkan oleh kegiatan produksi yang kurang baik.
Masalah di atas yang menyangkut
teknik budidaya dan pemasaran yang harus dipecahkan dalam usaha pengembangan
produksi rumput laut antara lain sebagai berikut.
a)
Kualitas
rumput laut Hasil panen alam biasanya berkualitas rendah karena sering
mengandung pasir, karang, garam, dan campuran jenis rumput lainnya, serta
kandungan air cukup tinggi.
b)
Prasarana
dan sarana
b)Jalan, tenaga listrik, air bersih, dan laboratorium yang
berpotensi untuk usaha budidaya rumput laut umumnya belum tersedia di lokasi
penghasil.
c)
Pengolahan
rumput laut
Kurangnya industri pengolahan
rumput laut dalam negeri mengakibatkan impor bahan-bahan hasil olahan rumput
laut terutama agar-agar semakin meningkat.
d) Tingkat keterampilan petani
Petani merupakan pelaku
utama dalam usaha budidaya rumput laut. Karena itu,diperlukan bimbingan
teknologi untuk mereka. Pada kenyataannya saat ini, keterampilan petani dalam
usaha budidaya rumput laut masih terbatas, di samping akibat dan prasarana dan
sarana, serta tenaga ahli di bidang rumput laut yang belum banyak jumlahnya.
e) Hama dan penyakit
Hama jenis ikan karang dan penyakit ice-ice
sampai saat ini masih belum dapat diatasi.
f)
Pemasaran hasil
Lokasi budidaya yang saling
berjauhan dan jauh dari lokasi pusat pengumpulan hasil menyebabkan harga di
tingkat petani tidak stabil, bahkan terkadang sangat rendah. Keadaan ini dapat
mengakibatkan petani enggan mengusahakan rumput laut.
II
MENGENAL RUMPUT LAUT
Algae atau ganggang terdiri dari
empat kelas, yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang
cokelat), Chlorophyceae ( ganggang hijau ), dan Cyanophyceae ( ganggang
hijau-biru ). Pembagian ini berdasarkan pigmen yang dikandungnya. Bila dilihat
dari ukurannya, ganggang terdiri dari mikroskopik dan makroskopik. Ganggang
makroskopik inilah yang kita kenal sebagai rumput laut.
Rumput laut dikenal pertama kali
oleh bangsa Cina kira-kira tahun 2700 SM. Di masa itu, rumput laut digunakan
untuk sayuran dan obat-obatan. Pada tahun 65 SM, bangsa Romawi menggunakannya
sebagai bahan baku
kosmetik. Namun, dari waktu ke waktu pengetahuan tentang rumput laut pun
semakin berkembang. Spanyol, Prancis, dan Inggris menjadikan rumput laut
sebagai bahan baku
pembuatan gelas, sedangkan Irlandia, Norwegia, dan Scotlandia mengolahnya
menjadi pupuk tanaman.
Rumput laut memang telah lama
dikenal dan dimanfaatkan, tetapi publikasinya baru dimulai pada abad ke-17 oleh
Jepang dan Cina. Jepang dan Cina merupakan bangsa yang maju dalam bidang rumput
laut, baik produksi maupun pemanfaatan rumput laut.
Kapan pemanfaatan rumput laut di Indonesia tidak
diketahui. Hanya pada waktu bangsa Portugis datang ke Indonesia
kira-kira tahun 1292, rumput laut telah dimanfaatkan sebagai sayuran.
Pengiriman rumput laut ke luar negeri pun belum diketahui secara pasti. Dari
catatan yang ada hanya mengatakan bahwa sebelum PD II Indonesia telah
mengekspor rumput laut ke Amerika, Denmark,
dan Prancis. Rumput laut yang diekspor adalah dari jenis Gracilaria. Namun,
hingga kini rumput laut yang banyak diminta adalah jenis Eucheuma sp,
Gracilaria sp, dan Gelidium sp.
A. Kandungan dan Manfaat
Pada mulanya orang
menggunakan rumput laut hanya untuk sayuran. Waktu itu tidak terbayang zat apa
yang ada di dalam rumput laut. Yang diketahui hanyalah rumput laut yang tidak
berbahaya untuk dimakan. Dengan berjalannya waktu, pengetahuan tentang rumput
laut pun semakin berkembang. Orang pun semakin tahu zat apa yang terkandung
dalam rumput laut. Pengetahuan itu digunakan agar rumput laut dapat bermanfaat
seoptimal mungkin.
Rumput laut yang banyak
dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah karena mengandung agar-agar,
keraginan, porpiran, maupun furcelaran.
Untuk jenis-jenis yang ada di Indonesia
(lihat Tabel 2) selain hanya mengandung agar-agar dan karaginan, juga
mengandung pigmen fikobilin, terdiri dari fikoeretrin danfikosianin,
merupakan cadangan makanan berupa karbohidrat (Floridean starch).
Sebenarnya tidak hanya ganggang
merah saja yang dapat dimanfaatkan, jenis dari ganggang cokelat pun potensial
untuk dibudidayakan, seperti Sargassum dan Turbinaria. Ganggang cokelat
mengandung pigmen klorofil a dan c; beta karotin; violasantin dan fukosantin;
pirenoid dan filakoid (lembaran fotosintesis); cadangan makanan berupa
laminarin; dinding sel yang terdapat selulose dan algae. Selain bahan-bahan
tadi, ganggang merah dan cokelat merupakan bahan makanan yang baik sebagai
penghasil jodium (Tabel 1).
TABEL
1. KANDUNGAN UNSUR-UNSUR MIKRO PADA GANGGANG MERAH DAN COKELAT.
Unsur |
Kisaran Kandungan Dalam % Berat Kering |
|
Ganggang Merah |
Ganggang
Cokelat
|
|
Klor
Kalium
Natrium
Magnesium
Belerang
Silicon
Fosfor
Kalsium
Besi
Iodium
Brom
|
1,5
– 3,5
1,0
– 2,2
1,0
– 7,9
0,3
– 1,0
0,5
– 1,8
0,2
– 0,3
0,2
– 0,3
0,4
– 1,5
0,1
– 0,15
0,1
– 0,15
0,005
|
9,8
– 15,0
6,4
– 7,8
2,6
– 3,8
1,0
– 1,9
0,7
– 2,1
0,5
– 0,6
0,3
– 0,6
0,2
– 0,3
0,1
– 0,2
0,1
– 0,8
0,03
– 0,14
|
Sumber
: Winarno, 1990
Agar-agar
Masyarakat pada umumnya
mengenal agar-agar dalam bentuk tepung yang biasanya digunakan untuk pembuatan
puding. Akan tetapi, orang tidak tahu secara pasti apa agar-agar itu. Agar-agar
merupakan asam sulfanik, yaitu ester dari galakto linier dan diperoleh dengan
mengekstraksi ganggang Agarophyte (ganggang yang mengandung agar-agar). Telah
diketahui, agar-agar bersifat tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam
air panas.
‘'Dewasa ini penggunaan agar-agar semakin
berkembang, yang dulunya hanya untuk makanan saja sekarang ini telah digunakan
dalam industri tekstil, kosmetik, dan lain-lain. Fungsi utama agar-agar adalah
sebagai bahan pemantap, bahan penolong atau pem- buat emuisi, bahan pengental,
bahan pengisi, dan bahan pembuat gel Kelebihan ini digunakan dalam beberapa
industri antara lain sebagai barikut.
Media pertumbuhan mikroba
Agar-agar yang ditambahkan zat gizi tertentu sangat baik untuk tempat pertumbuhan mikroba, seperti bakteri dan jamur. Zat yang ditambahkan tergantung dari jenis mikroba yang ditumbuhkan. Agar-agar ini mempunyai persyaratan tersendiri, yaitu kadar air maksimal 5 %, kadar organik asing maksimal 1 %, dan kadar abu tidak larut dalam asam maksimal 1 %.
Industri makanan
Penggunaan agar-agar
terbanyak adalah pada industri makanan, seperti dalam pembuatan roti, sup,
saus, es krim, jelly, permen, serbat, keju, puding, selai, bir, anggur, kopi,
dan cokelat.
Industri farmasi
Agar-agar bermanfaat sebagai
obat pencahar atau peluntur, pembungkus kapsul obat antibiotik dan vitamin,
atau campuran bahan pencetak contoh gigi.
Industri kosmetik
Agar-agar digunakan dalam pembuatan
salep, krem, lotion, lipstik, dan sabun.
Industri tekstil
Agar-agar yang bennutu
tinggi digunakan untuk melindungi kemilau sutera, sedangkan yang bermutu lebih
rendah untuk jenis tekstil lain seperti macao,
muslin, dan voil.
Industri kulit
Agar-agar digunakan sebagai
pemantap permukaan yang halus dan kekakuan kulit, serta sebagai campuran
pembuatan pelekat plywood.
Industri lain
Agar-agar digunakan dalam
pembuatan pelat film, pasta gigi, semir sepatu, kertas, serta bantalan
transport ikan, pengalengan ikan, dan daging.
Karaginan
Karaginan merupakan senyawa
polisakarida tersusun dari unit D-galaktosa dan L-galaktosa 3,6
anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosilik. Setiap unit
galaktosa mengikat gugusan sulfat. Jumlah sulfat pada karaginan lebih kurang
35,1 %.
Berdasarkan strukturnya, karaginan
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kappa, iota, dan lambda karaginan. Kappa
karaginan tersusun dari (1 - > 3) D-galaktosa-4 sulfat dan/(l- > 4) 3,6
anhydro-D-galaktosa. Iota karaginan mengandung 4-sulfat ester pada setiap
residu D-glukosa dan gugusan 2 sulfat ester pada setiap gugusan 3,6
anhydro-D-galaktosa. Sedangkan lambda karaginan memiliki sebuah residu
disulphated (1-4) D-galaktosa. Perbedaan yang lain adalah daya kelarutan pada
berbagai media pelarut (Tabel 2).
TABEL
2. DAYA KELARUTAN KARAGINAN PADA BERBAGAI MEDIA PELARUT.
Medium |
Kappa
|
Iota
|
Lambda
|
Air panas
Air
dingin
Susu
panas
Susu
dingin
Larutan
gula pekat
Larutan
garam pekat
|
Larut
diatas 60 oC
Garam
natrium, larut, garam K, Ca, tidak larut
Larut
Garam
Na, Ca, K tidak larut tetapi akan mengembang
Panas,
larut
Tidak
larut
|
Larut
diatas 60oC garam Na, larut garam Ca memberi dispersi thixotropic
Larut
Tidak
larut
Larut,
sukar
Larut,
panas
|
Larut
Larut
Larut
Larut
Larut,
panas
Larut,
panas
|
Sumber
: Moraina, 1977 dalam Winarno, 1990.
Kegunaan karaginan hampir sama
dengan agar-agar, antara lain sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental,
pembentuk gel, dan pengemulsi. Karaginan digunakan dalam beberapa industri,
antara lain :
-
makanan
: pembuatan kue, roti, makaroni, jam, jelly, sari buah, bir, es krim, dan gel
pelapis produk daging.
-
farmasi
: pasta gigi dan obat-obatan, serta
-
kosmetik,
tekstil, dan cat.
Algin
Algin merupakan polimer mumi
dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linear panjang. Selain
selulosa, algin juga menyusun dinding sel pada ganggang cokelat. Bentuk algin
di pasaran bisa berupa tepung natrium, kalium atau amonium alginat yang larut
dalam air maupun tepung kalsium atau asam alginat yang tidak larut dalam air.
Kegunaan algin dalam
industri ialah sebagai bahan pengental, pengatur keseimbangan, pengemuisi, dan
pembentuk lapisan tipis yang taharrterhadap minyak. Algin antara lain digunakan
dalam industri :
-
Makanan
: pembuatan es krim, serbat, susu es, roti, kue, permen, mentega, saus,
pengalengan daging, selai, sirup dan puding,
-
Farmasi
: tablet, salep, kapsul, plester, filter,
-
kosmetik
: cream, lotion, sampo, cat rambut, serta
-
tekstil,
kertas, keramik, fotografi, insektisida, pestisida, dan bahan pengawet kayu.
B. Jenis-jenis yang Ekonomis
Rumput laut yang hidup di perairan Indonesia tidak semuanya bermanfaat bagi manusia. Seperti telah dikemukakan bahwa jenis dari ganggang merah merupakan jenis yang komersial dan ganggang cokelat merupakan ganggang yang potensial untuk dikembangkan. Sebenarnya masih ada jenis-jenis dari ganggang hijau yang juga telah digunakan manusia sebagai sayuran. Jenis penghasil ganggang yang paling baik dibudidayakan adalah Gracilaria karena mudah diperoleh, harganya murah, dan yang terpenting dapat menghasilkan agar-agar tiga kali lipat disbanding jenis yang lain. Ada dua jems lagi yang cukup baik untuk dibudidayakan, yaitu jenis Gelidium dan Hypnea.
Sumber karaginan yang terbanyak didapat dari jenis Chondrus crispus. Namun, jenis ini tidak dapat hidup di Indonesia karena untuk hidupnya memeriukan suhu yang dingin. Jenis rumput laut di Indonesia yang menghasilkan karaginan dapat dilihat pada Tabel 3. Jenis yang potensial untuk dibudidayakan adalah jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Seperti halnya Chondrus crispus yang tidak terdapat di Indonesia, jenis yang banyak menghasilkan algin juga tidak dapat hidup di perairan Indonesia. Jenis itu antara lain Macrocystis pyrifera, Laminaria byperborea, L. digitata, L. japonica, Ascophyllum nogosum, Ecklonia maxima, dan Eisenia bycyclis. Meskipun demikian, ada beberapa jenis dari marga Sargassum dan Turbinaria yang bisa tumbuh di Indonesia dengan hasil algin yang cukup memuaskan.
TABEL 3. JENIS-JENIS RUMPUT LAUT
DI INDONESIA
YANG BERNILAI EKONOMI DAN KANDUNGANNYA.
Nama Ilmiah
|
Nama Daerah
|
kandungan
|
RHODOPHYCEAE
1.
Acanthophora sp.
2.
Corallopsis minor
3.
Eucheuma cottonii
4.
Eucheuma edule
5.
Eucheuma muricatum
6.
eucheuma spinosum
7.
Eucheuma striatum
8.
Gelidiopsis rigida
9.
Gelidium sp.
10.
Gracilaria coronopifolia
11.
Gracilaria lichenoides
12.
Gracilaria sp.
13.
Gracilaria taenoides
14.
Gymnogongrus javanicus
15.
Hypnea cerviorni
16.
Hypnea sp.
17.
Sarcodia montegneana
PHAEOPHYCEAE
1.
Dictyota dichotoma
2.
Hormophysa sp.
3.
Hydroclathrus clathratus
4.
padina australis
5.
sargassum siliquosum
6.
Turbinaria conoides
CHLOROPHYCEAE
1.
Caulerpa peltata
2.
caulerpa racemosa
3.
caulerpa sarrulata
4.
Caulerpa sertulariodes
5.
chaetomorpha crasa
6.
codium tomentosum
7.
Ulva lactuca
8.
Ulva reticulata
|
Bulong tombong
hideng (Lombok)
Bulung (Bali)
Agar-agar besar
(Kep.seribu), agar-agar halus (Makasar)
Agar-agar geser
(Seram), geranggang (lombok)
Agar-agar geser
(Seram), agar-agar kasar (ujung pandang), agar-agar patah tulang
(Kep,Seribu), agar-agar kembang (Sulawesi tengah).
Sangan (lingga),
intip-intip kembang
karang (banten), sangau (Riau), bulung ayam (bali), sayur laut (Ambon), kades
(Indonesia).
Duyung (Bangka)
Agar-agar halus
(Ind.timur, kep, seribu), rambu kasang (jawa barat), bulung sangu (Bali)
Duyung janggut
(bangka)
Bulung budur
(Madura), sasangan pasir (Bawean)
Bulong jaja (Bali), sangu (tuban), paris (Ind).
Bebiri (Lombok)
Agar-agar daun besar
(Kep. Seribu)
Oseng-oseng (Kep.
Seribu), boboyot (Lombok)
Labi-labi (Sulawesi)
Lata (Bangka)
Lailai (Ind), lelato (lombok),
tawali kecil (Ternate), bulung buni (Bali)
Laur-laur (Sulawesi), susu lopek (Lombok),
Selada laut
Selada laut
|
Agar-agar
Kappa karaginan
Karaginan
Karaginan
Iota karaginan,
agar-agar
Agar-agar
Agar-agar
Agar-agar
Agar-agar
Agar-agar
Agar-agar
Karaginan, agar-agar
Karaginan, agar-agar
Algin
Algin
|
C.
Ekologi dan Penyebaran Rumput Laut Ekologi
Semua makhluk hidup
memerlukan tempat tumbuh untuk menunjang kehidupannya. Tempat tumbuh rumput
laut berfungsi untuk tempat menempel agar tahan terhadap terpaan ombak.
Kebanyakan tempat menempel rumput laut berupa karang mati atau cangkang moluska
walaupun dapat juga berupa pasir atau lumpur.
Selain memerlukan tempat
menempel, rumput laut juga memerlukan sinar matahari untuk dapat melangsungkan
fotosintesis. Banyaknya sinar matahari yang masuk dalam air berhubungan erat
dengan kecerahan air laut. Ada
batas-batas tertentu untuk kejernihan air. Kejemihan air kira-kira sampai batas
5 meter atau batas sinar matahari bisa menembusi air laut. Tempat hidup
Chlorophyceae umumnya lebih dekat dengan pantai, lebih ke tengah lagi
Phaeophyceae, dan yang lebih dalam lagi Rhodophyceae. Pengukuran kedalaman
secara umum untuk rumput laut yang baik adalah pada waktu air surut. Pada waktu
surut, kedalaman rumput laut berada 30 - 50 cm dari permukaan air.
Fotosintesis berlangsung
tidak hanya dibantu dengan sinar matahari, tetapi juga zat hara sebagai bahan
makanannya. Tidak seperti tumbuhan pada umumnya, yang zat haranya tersedia di
dalam tanah, zat hara rumput laut diperoleh dari air di sekelilingnya. Bila
diamati secara seksama akan terlihat bahwa rumput laut tidak berakar. Sedangkan
bagian yang menyerupai akar hanya berfungsi sebagai pelakat saja.
Penyerapan "zat hara
dilakukan melalui seluruh bagian tanaman. Selama ini, ketersediaan zat hara
tidak menjadi factor penghambat untuk pertumbuhan tanaman. Artinya, zat hara
yang ada di laut masih cukup, bahkan masih berlebihan untuk kebutuhan rumput
laut. Hal ini dapat terjadi karena adanya sirkulasi yang baik, run-off dari
darat, dan gerakan air. Melihat hal ini, maka bila akan membudidayakan rumput
laut, kita tidak perlu menyediakan zat hara. Akan tetapi, kita harus waspada
terhadap unsur-unsur yang diserap oleh rumput laut karena rumput laut dapat
juga menyerap logam berat seperti Pb dan Hg. Logam berat ini tidak berbahaya
bagi tanaman, tetapi sangat berbahaya bagi manusia. Untuk mencegah hal itu,
alangkah baiknya sebelum membudidayakan rumput laut kita uji kualitas air lebih
dahulu.
Gerakan air, selain
berfungsi untuk mensuplai zat hara, juga membantu memudahkan rumput laut
menyerap zat hara, membersihkan kotoran yang ada, dan melangsungkan pertukaran
C02 dengan 02 sehingga kebutuhan oksigen tidak menjadi masalah. Gerakan air
mengalir (arus) yang baik untuk pertumbuhan rumput laut antara 20 - 40
cm/detik. Sedangkan gerak air yang bergelombang 9ombak), tinggi ombaknya harus
tidak lebih dari 30 cm. Bila arus air lebih cepat maupun ombak yang terlalu
tinggi, dapat dimungkinkan terjadi kerusakan tanaman, seperti dapat patah,
robek, ataupun terlepas dari substratnya. Selain itu, penyerapan zat hara akan
terhambat karena belum sempat diserap, tetapi telah dibawa kembali oleh air,
dan air laut menjadi keruh.
Pertumbuhan rumput laut juga
dipengaruhi oleh salinitas atau kadar garam dan temperatur. Ada 2 golongan rumput laut berdasarkan
kisaran salinitas : rumput laut yang stenohalin, hidup dan tumbuh pada perairan
dengan kisaran salinitas yang sempit; serta rumput laut yang euryhalin, hidup dan tumbuh pada perairan dengan kisaran
salinitas yang lebar. Temperatur yang baik untuk pertumbuhan rumput laut antara
20 - 28° C. Walaupun demikian, adajuga yang dapat hidup di luar kisaran,
misalnya Phorphyra. Furcellaran, Chondrus, dan Laminaria karena hanya dapat
hidup di ikiim subtropis sampai dingin.
Perkembangan rumput laut
tidak lepas dari pengaruh luar, terutamajenis yang lain. Hubungan itu ada yang
merugikan dan ada yang menguntungkan. Misalnya Eucheuma bersaing denga ulva dan
Enteromorpha dalam mencari makan, tetapi dapat hidup tanpa gangguan dengan
Caulerpa, Padina, Sargassum, Turbinaria,
Hypnea, dan Gracilanu. Sedangkan predator untuk rumput laut adalah ikan-ikan
herbivora, penyu, dan bulu babi.
Penyu
merupakan salah satu predator rumput laut
Daerah penyebaran
Rumput laut pertama kali
ditemukan hidup secara alami bukan hasil budidaya. Mereka tersebar di perairan
sesuai dengan lingkungan yang dibutuhkannya. Bila akan memilih lokasi untuk
budidaya, kita harus mengetahui dulu daerah penyebaran rumput laut. Dengan
telah adanya rumput laut di tempat itu berarti "daerah itu cocok untuk
jenis tersebut. Namun demikian, lokasi untuk budidaya belum tentu merupakan
daerah penyebaran secara alami. Tabel 4 memperlihatkan daerah penyebaran rumput
laut secara alami/sedangkan daerah yang potensial untuk budidaya rumput laut
dapat dilihat pada tabel 5.
TABEL 4. DAERAH PENYEBARAN RUMPUT LAUT DI INDONESIA
Jenis
|
Lokasi
|
CHOLOROPHYCEAE
1.
Caulerpa racemosa
2.
caulerpa sertularioides
3.
Caulerpa serrulata
4.
caulerpa peltata
5.
ulva reticulate
6.
ulva lactuca
7.
codium tomentosum
8.
chaetomorpha crasa
PHAEOPHYCEAE
1.
Dictyota dichotoma
2.
Hormophysa sp
3.
hydroclathcus clathatus
4.
padina australis
5.
sargassum siliquosum
6.
turbinaria conoides
RHODOPHYCEAE
1.
Acanthophora sp.
2.
corallopsis minor
3.
eucheuma cottonii
4.
Eucheuma edule
5.
eucheuma muricatum
6.
eucheuma spinosu
7.
eucheuma striatum
8.
gelidiopsis rigida
9.
gelidium sp.
10.
Gracilaria coronopifolia
11.
gracilaria ilchenoides
12.
Gracilaria sp.
13.
gracilaria taenoides
14.
Gymnogongrus javanicus
15.
Hypnea cerviorni
16.
Hypnea sp.
17.
Sarcodia montegneana
|
Kep. Seribu, jawa
tengah, lombok, NTT, maluku
Kep. Seribu, maluku,
sumba, sumatera utara, P. komodo, jawa tengah.
Kep. Seribu, Kep.
Tukang besi, jawa tengah, timor, maluku, irian.
Bangka,
sulawesi, kep. Seribu, maluku.
p. komodo, kep,
seribu, jawa tengah, kep. Take bone rate
P. sulu, P. Kei, Sulawesi, jaea tengah, lombok, sumba banda
Sulawesi, lombok
maluku
Maluku
Kep. Seribu,
sulawesi, kep. Kangean, bali, p. komodo
Sumatera utara
Jawa, Kalimantan, sulawesi, timor, sumbawa, kep seribu.
Jawa, sumatera,
ambon, suma, sulawesi, kep. Seribu
Jawa, sulawesi, p.
kei, sumatera utara, lombok, aru, irian.
Jawa, sumatera,
sulawesi, irian, maluku, flores.
Kep. Kangean,
lombok, sumatera utara, kep. Seribu, dobo, bawean.
Bali
Bali, maluku,
sulawesi tengah, selat alas, sumba.
Kep. Seribu, jawa
tengah, bali madura, sumatera utara, riau, sulawesi, maluku, lombok, P.
komodo.
Seram, p. komodo,
bali, sulawesi, kep. Seribu.
Sumatera utara,
riau, sulawesi tenggara, sulawesi tengah, kep. Seribu, maluku, jawa tengah,
bali, NTT, NTB.
Kep seribu.
Lingga
Jawa, ambon, riau,
sumatera utara, bali, NTB, NTT.
Sumatera utara, jawa
tengah.
Bangka, maluku,
NTB.
Pantai selatan jawa
barat, jawa tengah, jawa timur, sulawesi, Kep. Seribu, Kep. Tukang besi, Bali, NTT.
Bangka
Bangka
Riau, jawa tengah,
NTT, maluku, bali.
Kalimantan, jawa,
bali, maluku, NTT, NTB.
Lombok.
|
III
BUDIDAYA
A. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi merupakan
langkah pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha
budidaya rumput laut. Pada tahap ini, diperlukan pertimbangan-pertimbangan
mengenai ekologi, teknis, kesehatan, sosial, dan ekonomi, serta ketentuan dari
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, perlu juga
dipertimbangkan pengembangan sektor lain, seperti perikanan, pertanian,
pelayaran, pariwisata, pertambangan, pengawetan dan perlindungan sumber daya
alam, serta kegiatan alam lainnya.
Dalam pemilihan lokasi ini,
ada perbedaan syarat kondisi antara lokasi untuk budidaya Eucheuma dan budidaya
Gracilaria. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Syarat-syarat
pemilihan lokasi budidaya rumput laut secara umum adalah sebagai berikut.
-
Lokasi
budidaya rumput laut harus bebas dari pengaruh angin topan.
-
Lokasi
sebaiknya tidak mengalami fluktuasi salinitas yang besar.
-
Lokasi
budidaya yang dipilih harus mengandung makanan untuk tumbuhnya rumput laut.
-
Perairan
harus bebas dari pencemaran industri maupun rumah tangga.
-
Lokasi
perairan harus berkondisi mudah menerapkan metode budidaya.
-
Lokasi budidaya
harus mudah dijangkau
sehingga biaya transportasi tidak terlalu besar.
-
Lokasi
budidaya harus dekat dengan sumber tenaga kerja.
2.
Syarat-syarat pemilihan lokasi budidaya jenis Eucheuma adalah sebagai
berikut.
a.
Letak
lokasi budidaya sebaiknya jauh dari pengaruh daratan. Lokasi yang langsung
menghadap laut lepas sebaiknya terdapat karang penghalang yang berfungsi
melindungi tanaman dari kerusakan akibat ombak yang kuat. Ombak yang kuat juga
akan menyebabkan keruhnya perairan lokasi budidaya sehingga mengganggu proses
fotosintesis. Di samping itu, akan timbul kesulitan pada tahap-tahap penanaman,
pemeliharaan, dan pemanenan.
b.
Untuk
memberi kemungkinan terjadinya aerasi, lokasi budidaya harus bergerakan air
cukup. Di samping terjadi aerasi, gerakan air yang cukup juga menyebabkan
tanaman memperoleh pemasokan makanan secara tetap, serta terhindar dari
akumulator debu air dan tanaman penempel.
c.
Bila
menggunakan metode lepas dasar, dasar lokasi budidaya harus agak keras, yaitu
terbentuk oleh pasir dan karang.
d.
Lokasi
yang dipilih sebaiknya pada waktu surut yang masih digenangi air sedalam 30-60
cm. Ada dua keuntungan dari genangan air ini, yaitu penyerapan makanan dapat
berlangsung terus manerus, dan tanaman terhindar dari kerusakan akibat sengatan
matahari langsung.
e.
Perairan
lokasi budidaya sebaiknya ber-pH antara 7,3-8,2.
f.
Perairan
yang dipilih sebaiknya ditumbuhl komunitas yang terdiri dari berbagai jenis
makro-Algae. Bila perairan sudah ditumbuhi rumput laut alami, maka daerah
inicocok untuk pertumbuhannya.
Lokasi
penanaman rumput laut ditepian pantai. Jauh dari pengaruh daratan.
3.
Syarat-syarat pemilihan lokasi budidaya jenis Gracilaria adalah sebagai
berikut.
- Untuk lokasi budidaya di tambak, dipilih tambak yang berdasar perairan lumpur berpasir. Dasar tambak yang terdiri dari lumpur halus dapat memudahkan tanaman terbenam dan mati.
- Agar salinitas aimya cocok untuk pertumbuhan Gracilaria, sebaiknya lokasinya berjarak 1 km dari pantai.
- Kedalaman air tambak antara 60 - 80 cm.
- Lokasi tambak harus dekat dengan sumber air tawar dan laut.
- Derajat keasaman (pH) air tambak optimum antar 8,2 - 8,7.
- Kita dapat menggunakan tambak yang tidak lagi berproduktif untuk udang dan ikan. Penyebaran lokasi potensial bagi pengembangan budidaya rumput laut, dapat dilihat pada tabel 5.
TABEL 5. LOKASI POTENSIAL BAGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT
Lokasi
|
Luas (ha)
|
Sumatera
- Sumatera barat, Riau : P. telang besar,
pengkil, karas, matak, beliba.
- Lampung : P. sumut, ketapang
- Sumatera selatan : bangka belitung
- Sumatera utara
- Daerah istimewah aceh
- Bengkulu
Jawa
- Jawa barat : teluk banten, pelabuhan ratu,
cidaun, cipatujah, pemangpeuh.
- Jakarta : P. seribu
- Jawa tengah : Jepara, cilacap, gunung kidul
- Jawa tirum : pacitan, banyuwangi, sumenep.
Bali
- P. serangan, tanjung benca, nusa penida,
nusa lembongan, nusa dua.
Nusa
Tenggara
- Nusa tenggara timur : tanjung Karoso,
warambadi, P. komodo, P. besar maumere, tablolong di timor.
- Nusa tenggara barat : mariggi, P. Kambing,
teluk ekas, teluk saleh, teluk wawaroda.
Kalimantan
- Kalimantan selatan : P. laut
- Kalimantan timur : tarakan
Sulawesi
- Sulawesi tenggara
- Sulawesi selatan
- Sulawesi tengah
Maluku
- Maluku utara : P. limbo, P. doi, P. joronga
- Maluku tengah : P. geser, seram rei,
kirara, kidang, nuhus, grogus, P. tujuh, P. ose.
- Maluku tenggara : tanjung warilau, Krei
baru, meti rotan, watidal, P. nuslima, tanjung kurat, tanjung laut dalam,
namtabung, adaut, nuryazat, babar, wetan, masela, sermata, luang, meti
miarang, kisar, wetar, lirang, romang, dammar di P. leti.
Irian
jaya
|
500
1.500
300
1.000
150
250
100
500
100
500
300
1.500
6.000
6.000
500
1.000
1.000
500
500
3.000
500
|
B. Pengadaan dan Pemilihan Bibit
Bibit rumput laut dapat berasal
dari stok alam atau dari hasil budidaya. Keuntungan bila bibit berasal dari
stok alam adalah di samping mudah pengadaannya, juga cocok dengan persyaratan
pertumbuhan secara alami. Sedangkan kerugiannya adalah bibit sering tercampur
dengan jenis rumput laut lain. Bibit yang berasal dari hasil budidaya lebih
murni karena hanya terdiri dari satu jenis rumput laut, tetapi bermasalah dalam
hal mendatangkannya.
Ciri-ciri bibit yang baik
Mengingat kualitas dan
kuantitas produksi rumput laut ditentukan oleh bibit, maka pemilihan bibit ini
harus dilakukan secara cermat. Bibit tanaman harus muda, bersih, dan segar agar
memberikan pertumbuhan yang optimum. Bibit yang baik berasal dari tanaman induk
yang sehat, segar, dan bebas dari jenis lain. Tanaman induk yang sehat dipilih
dari hasil budidaya bukan dari stok alam.
Bibit
harus muda, dan segar
Pengadaan bibit
Pengadaan bibit ini dapat
dengan memanfaatkan sifat-sifat reproduksi vegetatif dan generatif.
Vegetatif
Ambil bagian ujung-ujungnya
dan potong kira-kira sepanjang 10 - 20 cm. Dipilih bagian ujung tanaman karena
bagian ini terdiri dari sel dan jaringan muda sehingga akan memberikan
pertumbuhan yang optimal.
Ada juga petani/nelayan yang
tidak perlu susah-susah mengadakan bibit. Mereka mendapatkan tanaman baru dari
sisa panen yang ditinggalkan di tempat budidaya. Jadi, mereka memungut hasil
dengan cara memotong rumput laut tanpa membuka ikatan. Dan menyisakan bagian
tanaman tetap dalam ikatan di lokasi budidaya. Akan tetapi, cara ini akan
didapat keraginan yang lebih sedikit karena bibit berasal dari tanaman tua.
Generatif
Di samping kedua cara di
atas, ada cara lain dalam pengadaan bibit ini, yaitu dengan memanfaatkan sifat
reproduksi generatif tanaman. Mula-mula dipilih tanaman dewasa yang sehat dan
segar. Tempatkan tanaman ini dalam bak yang berisi air laut dan kulit kerang,
balik semen, jaring, atau benda padat lain yang dapat berfungsi sebagai bahan substrat.
Dari tanaman ini akan keluar spora yang selanjutnya menempel pada substrat.
Setelah spora menjadi tanaman kecil, maka substrat harus dipindahkan ke lokasi
budidaya.
Jumlah bibit yang diperlukan
Bila sumber perolehan bibit
sudah ada dan konstruksi untuk budidaya sudah siap di lokasi budidaya, maka
bibit harus sudah tersedia dan siap ditanam. Bibit yang disediakan harus cukup,
sesuai dengan luas areal budidaya.
Untuk metode lepas dasar,
luas tiap petakan budidaya adalah satu are (100 m2) dengan bibit
sekitar 240 kg. Sementara untuk metode rakit, rakit berukuran 2,5 X 5 m2
memerlukan bibit sekitar 30 kg. Sedangkan budidaya rumput laut di tambak setiap
hektarnya memerlukan bibit Gracilaria antara 800 - 1000 kg.
Perlakuan
dan pengangkutan bibit
Bila di daerah sekitar
lokasi budidaya tidak terdapat sumber bibit, maka kita harus mendatangkannya
dari daerah lain. Untuk menjaga agar kondisi rumput laut tetap segar diperlukan
perlakuan-perlakuan tertentu.
Pengangkutan bibit dari
lokasi sumber ke lokasi budidaya dapat dilakukan dengan cara pengepakan. Bibit
rumput laut disusun dalam kantong plastik secara berselang-seling dengan spons,
atau kain, atau kapas yang telah dibasahi air laut. Agar bibit tidak rusak,
penyusunan ini jangan dipadatkan. Ikat bagian atas plastik bila sudah penuh,
dan buat lubang pada bagian ini dengan cara menusuk-nusukkan jarum. Masukkan
plastik ke dalam kotak. Akhirnya bibit siap diangkut lewat darat atau udara.
Sedangkan pengangkutan rumput laut dengan perahu atau sampan cukup disimpan di
dasar perahu, dan ditutup. Perlakuan seperti itu dimaksudkan agar selama dalam
perjalanan bibit tetap lembap atau basah, terhindar dari panas matahari
langsung dan panas mesin, tidak terkena air tawar dan air hujan, bibit selalu
mendapat sirkulasi udara, serta bibit tidak terkena minyak atau kotoran-kotoran
lain.
C. Penanaman
Penanaman rumput laut
berarti suatu kegiatan dimasukkannya bibit rumput laut ke dalam air di lokasi
budidaya dengan menggunakan metode lepas dasar, rakit, tali gantung, atau metode
tebar. Penanaman dilakukan pada saat bibit masih segar, yaitu segera seteIah
pengikatan bibit pada tali ris selesai.
Metode
lepas dasar
Luas penggunaan metode lepas
dasar ialah satu are atau 10 X 10 m2
untuk satu unit usaha budidaya Eucheuma. Lokasi dengan dasar perairan yang terdiri dari pasir bercampur pecahan karang dan kedalaman waktu surut
antara 30 - 60 cm baik untuk budidaya
rumput laut dengan menggunakan metode ini. Keuntungan menggunakan metode lepas
dasar adalah memberikan pertumbuhan antara 3-6%/hari serta kandungan karaginan
dan kekuatan gelnya lebih tinggi daripada metode budidaya lain.
Sebelum dilakukan penanaman,
lebih dahulu disiapkan bahan-bahannya, seperti bibit, bambu atau kayu sepanjang
satu meter, tali ris bergaris tengah
4 mm, tali ris utama bergaris tengah 8 mm,
tali rafia, serta alat bantu lain seperti pisau, palu, dan gergaji. Tali ris merupakan seutas tali yang terbuat
dari bahanpolietilen. Setelah semua
bahan disiapkan, penanaman dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
-
Beberapa
potong thallus seberat kira-kira 100 gram diikatkan pada tali ris sepanjang 3 meter dengan tali rafia. Jarak
masing-masing ikatan 20 cm, hingga mengisi tali ris sepanjang 2,4 m. Sisa tali ris digunakan sebagai ikatan
tali ris pada tali ris utama. Tahap
ini dilakukan di darat pada waktu air sedang surut.
-
Sementara
itu di lokasi budidaya, di tancapkan barisan patok yang terbuat dari kayu atau bambu sedalam kira-kira 0,5 meter.
Jarak tiap patok dalam barisan antara 0,5 - 1 meter, dan jarak setiap baris adalah 2,5 meter.
-
Patok-patok
yang terdapat dalam satu barisan dihubungkan dengan tali ris utama.
-
Tali
ris yang berisi bibit tanaman, masing-masing direntangkan di lokasi budidaya kemudian diikatkan pada tali ris utama.
Bibit
yang telah diikat dengan tali ris siap untuk ditanam
Metode
rakit
Metode rakit cocok untuk
lokasi dengan kedalaman waktu surut lebih dari 60 cm. Cara ini digunakan bila
tidak terdapat perairan yang memenuhi syarat untuk metode lepas dasar. Metode
ini juga digunakan sebagai perbanyakan bibit tanaman. Satu unit budidaya
Eucheuma dengan metode rakit ditentukan sebanyak sepuluh rakit yang disusun
dengan formasi 2 x 5 rakit. Penanaman dilakukan segera setelah pengikatan bibit
selesai dan pada saat laut tidak berombak besar.
Bahan-bahan yang perlu
disiapkan adalah bibit tanaman, potongan bambu berdiameter 10 cm, potongan kayu
penyiku berdiameter 5 cm, tali rafia, tali pengikat, tali ris berdiameter 4 mm
dan 12 mm, serta jangkar dari besi, bongkah batu, atau adukan semen pasir.
Adapun tahap-tahap penanamannya adalah sebagai berikut :
-
Potongan
kayu dan bambu dirangkaikan dan diikatkan seperti tampak pada gambar.
Selanjutnya diberi pemberat dengan cara jangkar diikat pada rakit dengan
bantuan tali ris berdiameter 12 mm.
Budidaya
rumput laut cara lepas dasar (Foto : Dok. Daskan Bali).
Bertanam
rumput laut. Bibit diikat pada tali ris dengan jarak
yang
teratur (Foto : Maudy E.)
Penyulaman
bibit yang tumbuhnya tidak normal (Foto : Maudy E.).
Areal
budidaya rumput laut (Foto : Dok. Trubus).
Budidaya
rumput laut metode lepas dasar.
Satu
unit usaha budidaya rumput laut dengan metode dasar
-
Sementara
itu, beberapa thallus masing-masing dengan berat sekitar 100 gram diikatkan
pada tali ris dengan jarak 20 cm. Pekerjaan ini dilakukan di darat pada tempat
yang teduh.
-
Akhirnya
tali ris yang sudah berisi tanaman diikatkan pada rakit. Pengikatan ini
dilakukan di darat. Atau dapat juga pada rakit yang telah disiapkan di lokasi
budidaya.
Budidaya
rumput laut dengan metode rakit
Metode tali gantung
Perairan yang berkedalaman 5
meter dan dasarnya terdiri dari pasir atau pasir berlumpur cocok untuk budidaya
rumput laut dengan metode tali gantung.
Bahan-bahan yang diperlukan
adalah berupa bibit tanaman, bambu berdiameter 5 cm, tali ris, tali pengikat,
dan bongkahan batu sebagai pemberat. Tahap penanamannya adalah sebagai berikut.
Budidaya
rumput laut dengan metode tali gantung
-
Tali
ris yang panjangnya kurang dari tinggi konstruksi untuk budidaya direntangkan
pada dua potong bambu. Selanjutnya bambu pertama diletakkan di atas konstruksi
yang telah dibuat sebelumnya. Sedang bambu kedua menggantung di dalam air
hampir menyentuh dasar perairan. Agar lebih jelas, kita dapat melihatnya pada
gambar.
-
Dalam
kerangka potongan bambu yang menggantung terdapat rentangan tali ris sebanyak
15 utas tali. Sebelum kerangka ini digantungkan pada konstruksi utama, tali ris
diperiuhi beberapa potong thallusyang masing-masing seberat kira-kira 100 gram.
Potongan thallus diikat dengan tali rafia berjarak 30 cm..
-
Kerangka
yang telah berisi bibit tanaman digantungkan pada konstruksi yang telah dibuat.
Metode tebar
Penanaman rumput laut jenis
Gracilaria di tambak dilakukan dengan metode tebar. Tambak yang telah
dilengkapi pintu masuk dan keluarnya air dikeringkan. Setelah tambak kering,
ditaburkan kapuLpertanian agar pH menjadi antara 6,5 - 8. Tujuh hari setelah
pengapuran, tambak digenangi air sedalam 70 cm dan dibiarkan selama tiga hari.
Kemudian bibit rumput laut ditebarkan
Budidaya
rumput laut dengan metode tebar.
secara merata di permukaan air tambak dengan
padat penebaran antara 80 - 100 gram/m2 atau 800 - 1000 kg/ha. Bila
dasar tambak cukup keras, bibit dapat ditancapkan seperti penanaman padi.
Penebaran bibit rumput laut sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, dan
pada cuaca teduh.
D. Pemeliharaan
Memelihara rumput laut
berarti mengawasi terus menerus konstruksi budidaya dan tanamannya.
Pemeliharaan dilakukan pada saat ombak besar maupun saat laut tenang.
Kerusakan patok, jangkar,
tali ris, dan tali ris utama yang disebabkan oleh ombak yang besar, atau daya
tahannya menurun harus segera diperbaiki. Bila ditunda akan berakibat makin
banyak yang hilang sehingga kerugian yang lebih besar tidak bisa dihindari.
Kotoran atau debu air sering
melekat pada tanaman, yaitu saat musim laut tenang. Pada saat seperti ini
tanaman harus sering digoyang-goyangkan di dalam air agar tanaman selalu bersih
dari kotoran yang melekat. Kotoran yang melekat dapat mengganggu proses
metabolisme sehingga laju pertumbuhan menurun. Beberapa tumbuhan penempel,
seperti Ulva, Hypnea, Chaetomorpha, Enteromorpha, sering membelit tanaman dan
konstruksi budidaya sehingga dapat menimbulkan kerusakan. Tumbuhan seperti ini
perlu disingkirkan dengan cara dikumpulkan dan dibuang ke darat. Bulu babi, ikan,
dan penyu merupakan hewan-hewan herbivora yang sering memangsa tanaman rumput
laut. Serangan bulu babi dapat diatasi dengan cara diusir dari lokasi budidaya.
Sedangkan untuk menghindari ikan dan penyu, biasanya dipasang jarring di
sekeliling lokasi budidaya.
Untuk jenis Gracilaria yang
ditanam di tambak, diperlukan pengontrolan pada saat 15 nari setelah penebaran
bibit. Angin dapat menyebabkan tanaman mengumpul di satu tempat pada permukaan
air tambak. Perataan kembali letak rumput laut harus segera dilakukan.
Pekerjaan seperti ini hams rutin dilakukan sampai tanaman siap panen. Pemberian
zat pengatur tumbuh dilakukan satu bulan setelah penebaran bibit dan diulangi
satu bulan berikutnya. Setiap hektar diperlukan zat pengatur tumbuh sebanyak
500 cc. Lumut juga perlu disingkirkan karena. Menghalangi sinar matahari yang
masuk sehingga pertumbuhan akan terhambat. Cara petani di desa.Sanrobone
Sulawesi Selatan, mengatasi lumut ini adalah melepaskan ikan bandeng kecil
sebanyak 1.500 - 2.000 ekor/ha. Sesudah lumut habis, bandeng harus dijaring
supaya rumput laut tidak terus dimangsa. Pintu-pintu saluran air juga perlu
perawatan agar pergantian air mudah dilaksanakan setiap 15 hari sekali
Pemupukan secara teratur dilakukan 15 hari sekali, yaitu sesaat setelah penggantian
air. Pupuk yang digunakan adalah campuran urea, TSP, dan ZA dengan perbandingan
1:1:1 sebanyak 20 kg/ha atau dengan perbandingan 2:1:1 sebanyak 100 kg/ha.
E. Pemanenan
Pada tahap pemanenan ini,
perlu dipertimbangkan cara dan waktu yang tepat agar diperoleh hasil sesuai
permintaan pasar secara kuantitas dan kualitas.
Tanaman dapat dipanen
setelah mencapai umur 6 - 8 minggu setelah tanam dengan berat ikatan sekitar
600 gram. Cara memanen rumput laut adalah dengan mengangkat seluruh tanaman ke
darat, kemudian tali rafia pengikat rumput laut dipotong. Panen seperti itu
dilakukan bila air laut pasang, tetapi bila air sedang surut pemanenan dapat
langsung dilakukan di areal tanam. Caranya sama, yaitu dengan memotong tali
rafia pengikat rumput laut. Selanjutnya pisahkan antara tanaman yang dipanen
dan potongan tali rafia. Panen dengan cara seperti ini memberikan keuntungan,
yaitu bila ingin menanamnya kembali dapat. memanfaatkan bagian ujung tanaman
yang masih muda sehingga laju pertumbuhannya tinggi. Di samping itu, hasilnya
berkandungan keraginan tinggi.
Gracilaria yang
dibudidayakan di tambak, dipanen dengan cara rumpun tanaman diangkat dan
disisakan sedikit untuk dikembangbiakkan lebih lanjut. Panen pertama dapat
dilakukan pada umur 2 – 2,5 bulan sesudah penanaman. Hasil panen diangkut
kedarat dengan perahu.
Seperti telah diuraikan,
waktu dan cara panen yang tepat sangat penting agar dihasilkan rumput laut yang
baik secara kualitas maupun kuantitas. Waktu panen memang cukup bervariasi
untuk setiap petani dan lokasi penanaman yang berbeda.
Disaat
air laut surut, pemanenan bias langsung dilakukan
di
areal tanam (Foto : Maudy E.).
Pemanenan
rumput laut yang dibudidayakan di tambak
(Foto
: Pinus Lingga).
Hasil
panen rumput laut jenis Eucheuma sp. (Foto : Agus R.).
Hasil
panen rumput laut jenis Gracilaria sp (Foto : Pinus Lingga).
Namun, secara umum panen dilakukan pada usia
satu bulan. Perbandingan antara berat basah dan kering berkisar 8 : 1. Apabila
rumput laut dipanen pada usia dua bulan, perbandingan berat basah dan berat
kering adalah 6:1. Selain usia panen, banyaknya hasil yang diperoleh juga erat
hubungannya dengan laju pertumbuhan harian rumput laut yang dibudidayakan. Dari
beberapa percobaan diperoleh data bahwa laju pertumbuhan harian Eucheuma dan
Gracilaria punya nilai yang beragam, yaitu rata-rata 2 - 3 %/hari (lihat
lampiran).
Di samping usia panen, cara
panen pun sangat beragam. Ada
petani rumput laut yang memanen hasil dengan cara petik. Cara ini dilakukan
dengan memisahkan cabang-cabang dari tanaman induknya. Selanjutnya tanaman
induk ini dipergunakan kembali untuk penanaman berikutnya. Cara lain yang dapat
digunakan adalah dengan mengangkat seluruh rumpun tanaman, seperti yang telah
dikemukakan. Sedangkan penanaman berikutnya dapat digunakan ujung tanaman yang
masih muda. Antara kedua cara panen tersebut terdapat keuntungan dan kerugian.
Cara pertama lebih mudah, tetapi kecepatan tumbuh bibit yang berasal dari
tanaman induk lebih rendah dibanding dengan tanaman muda seperti pada cara
kedua. Kelebihan cara kedua, selain kecepatan tumbuh bibit lebih tinggi juga
karaginan yang dikandung lebih tinggi.
Untuk lebih jelasnya,
berikut akan sedikit diulas mengenai hal-hal lain yang perJu diperhatikan daiam
tahap pemanenan. Untuk rumput laut yang ditanam di pantai, sebaiknya panen
dilakukan pada saat air surut. Ini akan lebih meringankan pekerjaan daripada
saat air pasang. Sebelum tahap ini, perm dipersiapkan alat-alat yang
diperlukan. Persiapan sebelum dilakukan panen adalah :
-
tenaga
kerja,
-
keranjang
rotan berukuran sedang tempat hasil rumput laut,
-
perahu
(untuk mengangkut hasil panen di tambak),
-
pisau
untuk memotong tali pengikat (rafia),
-
timbangan,
-
lokasi
tempat penjemuran,
-
karung
tempat rumput laut kering, beserta tali pengikatnya, dan
-
gudang
tempat penyimpanan rumput laut kering.
Persiapan tersebut
dimaksudkan untuk menjaga mutu hasil rumput laut. Sebagai contoh pentingnya
mempersiapkan lokasi penjemuran. Lokasi ini perlu dipersiapkan dengan luas yang
sesuai dengan banyaknya hasil yang akan dipanen dan kondisinyapun harus bersih.
Bila hal-hal penting itu tidak diperhatikan, maka ada kemungkinan rumput laut
tidak kering sempurna. Dengan demikian, mutunya pun menjadi rendah. Itulah
sebabnya, tahap persiapan sebelum panen perlu diperhatikan. Setelah semua
persiapan panen dilengkapi, maka pemanenan dapat segera dilakukan.
Dari satu unit usaha (100 m2)
dengan metode lepas dasar dan metode rakit biasanya diperoleh hasil panen
masing-masing sekitar 100 kg dan 200 – 250 kg rumput laut kering setiap panen.
Sedangkan dari satu hektar tambak Gracilaria biasanya diperoleh hasil panen
sekitar 1.500 – 2.000 kg rumput laut kering setiap panen.
IV
PASCAPANEN
Rumput laut akan bernilai
ekonomis setelah mendapat penanganan lebih lanjut. Pada umumnya penanganan
pascapanen rumput laut oleh petani hanya sampai pada pengeringan saja. Rumput
laut kering masih merupakan bahan baku
dan hams diolah lagi. Pengolahan rumput laut kering dapat menghasilkan
agar-agar, karaginan, atau algin tergantung kandungan yang terdapat di dalam
rumput laut. Pengolahan ini kebanyakan dilakukan oleh pabrik walaupun
sebenarnya dapat juga oleh petani.
A. Pengolahan Menjadi Bahan Baku
Pengolahan rumput laut
menjadi bahan baku
telah banyak dilakukan para petani. Hasil yang diperoleh sesuai standar
perdagangan ekspor. Untuk itu, akan lebih baik bila pengolahan dilakukan secara
hati-hati dan diawasi oleh suatu perusahaan.
Langkah-langkah pengolahan
rumput laut menjadi bahan baku
atau rumput laut kering adalah sebagai berikut.
Hasil
panen dimasukan atau dikemas dalam keranjang bambu
untuk
diangkut ketempat penjemuran
-
Rumput
laut dibersihkan dari kotoran, seperti pasir, batu-batuan, kemudian dipisahkan
dari jenis yang satu dengan yang lain.
-
Setelah
bersih, rumput dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup baik penjemuran hanya
membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi, rumput laut dijemur di
atas para-para dan tidak boleh ditumpuk. Rumput laut yang telah kering ditandai
dengan keluarnya garam.
-
Pencucian
dilakukan setelah rumput laut kering. Sebagai bahan bakir agar-agar rumput laut
kering dicuci dengan air tawar, sedangkan untuk diambil karaginannya dicuci
dengan air laut. Setelah bersih rumput laut dikeringkan lagi kira-kira 1 hari.
Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan sekitar 28 %. Bila dalam proses
pengeringan hujan turun, maka rumput laut dapat disimpan pada rak-rak tetapi
diusahakan diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling tindih. Untuk rumput
laut yang diambil karaginannya tidak boleh terkena air tawar karena air tawar
dapat melarutkan karaginan.
-
Rumput
laut kering setelah pengeringan ke dua, kemudian diayak untuk menghilangkan
kotoran yang masih tertinggal.
Pengepakan dan penyimpanan
Rumput laut yang bersih dan
kering dimasukkan dalam karung goni. Caranya dengan dipadatkan atau tidak
dipadatkan. Bila dipadatkan dalam satu karung dapat berisi 100 kg, sedangkan
tidak dipadatkan hanya berisi 60 kg. Rumput laut yang akan diekspor di bagian
luar karungnya dituliskan nama barang (jenis), nama kode perusahaan, nomor
karung, berat bersih dan hasil Indonesia
dengan jelas. Pemberian keterangan ini hanya untuk memudahkan proses pengecekan
dalam pengiriman.
Penjemuran
kedua, setelah rumput laut dicuci
Standar mutu
Indonesia telah mengekspor mmput laut kering dari
marga Eucheuma, Gelidium, Gracilaria, dan Hypnea. rumput laut yang dikirim
harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan (Tabel 6).
TABEL
6. STANDAR MUTU RUMPUT LAUT KERING UNTUK EUCHEUMA, GELDIUM, GRACILARIA DAN
HYPNEA.
Karakteristik
|
Syarat
|
|||
Eucheuma
|
Gelidium
|
Gracilaria
|
Hypnea
|
|
- Kadar air maksimal (%)
- Benda asing maksimal (%)
- Bau
|
32
5*)
spesifik rumput laut
|
15
5**)
spesifik rumput laut
|
25
5**)
spesifik rumput laut
|
30
5**)
spesifik rumput laut
|
*)
benda asing disini adalah garam, pasir, karang, kayu dan jenis lain
**)
benda asing disini adalah garam, pasir, karang dan kayu
Tempat
pengayakan rumput laut untuk membersihkan rumput laut dari kotoran
B. Pengolahan Agar-agar
Produk agar-agar diperoleh
dari ekstraksi satu jenis rumput laut saja atau campuran berbagai macam rumput
laut. Umumnya pabrik menggunakan satu macam saja tetapi, Jepang saat ini
memproduksi agar-agar dari berbagai jenis rumput laut, yaitu Gelidium amansii
45 %, Gracilaria sp. 15 %, Gelidium japanicum 10 % Gelidium sp. 10 %, Campylaephorasp.
10 %, Acanthopeltis sp. 5 %. Hasil agar-agar dari campuran ini bermutu tidak
kalah dengan agar-agar yang dihasilkan dari satu jenis saja. Keberhasilan itu
dikarenakan komposisinya sesuai.
Pembuatan agar-agar tidaklah
sulit. Peralatan dan bahan mudah diperoleh. Oleh karena itu, sangatlah baik
bila petani rumput laut juga mengolah agar-agar. Langkah-langkah pembuatan
agar-agar diuraikan di bawah ini dan hasil akhirnya berupa tepung, batangan,
atau lembaran. Agar-agar lembaran ini biasa disebut agar-agar kertas.
Pencucian dan pembersihan
Rumput laut dicuci dengan
air tawar sampai bersih. Kotoran yang
menempel seperti pasir, karang, lumpur, dan rumput laut jenis lain dihilangkan.
Perendaman dan pemucatan
Perendaman dilakukan agar
rumput laut menjadi lunak sehingga proses ekstraksi nantinya dapat berjalan
dengan baik. Caranya rumput laut direndam dalam air murni sebanyak 20 kali
berat rumput laut selama 3 hari. Setelah itu pemucatan dilakukan dengan
direndam dalam larutan kaporit 0,25 % atau larutan kapur tohor 5 % sambil
diaduk. Setelah 4 - 6 jam, rumput laut dicuci kembali selama 3 jam untuk
menghilangkan bau kaporit. Rumput laut yang telah bersih dan pucat dikeringkan
selama 2 hari. Sampai tahap ini rumput laut dapat disimpan lebih dulu bila tidak
segera diolah.
Pelembutan
Untuk lebih memudahkan
ekstraksi, dinding sel perlu dipecah dengan ditambahkan H2S04.
Rumput laut direndam dalam H2SO4 selama 15 menit.
Banyaknya H2SO4
tergantung jenis rumput laut, yaitu untuk Gracilaria 5 - 10%, Gelidium 15
%, dan Hypnea 25 %. Bila tidak ada asam sulfat dapat digunakan asam asetat,
asam sitrat, buah asam atau daun asam. Oleh karena asam sulfat ini cukup
berbahaya, maka diperlukan pencucian dengan cara rumput laut direndam dalam air
bersih selama 15 menit kemudian ditiriskan.
Pemasakan
Rumput laut dimasak dalam
air sebanyak 40 kali berat rumput laut. Setelah mendidih (90 - 100 ± C), kita
tambahkan asam cuka 0,5 % untuk
memperoleh pH 6 - 7. Bila > 7, pH-nya di turunkan dengan penambahan asam
cuka. Dan, bila < 6, ditambahkan NaOH. Pemeriksaan pH dapat dengan memakai
kertas pH. Pemasakan ini dilakukan
kira-kira 45 menit tetapi dapat juga selama 2 - 4 jam tergantung cara
pengadukannya. Proses setelah pemasakan tergantung dari bentuk akhir agar-agar
yang diinginkan, yakni berupa
batangan, lembaran, atau pun tepung.
Proses
pengolahan agar-agar batangan atau lembaran
Pengepresan dan pencetakan
Hasil dari pemasakan
kemudian disaring dengan kain belacu dan dipres. Cairan yang keluar
ditampung dalam bejana dan dinetralkan dengan penambahan air soda sehingga
pH-nya menjadi 7 - 7,5. Bila pH sudah tercapai, cairan kemudian dimasak
kembali sambil diaduk. Setelah mendidih, hasilnya dituangkan ke dalam cetakan.
Kira-kira 6 jam agar-agar sudah dingin dan membeku. Ampas hasil pengepresan
dapat digunakan lagi dengan cara ditambahkan air sebanyak 75% dari jumlah air
semula. Kemudian ampas itu dipanaskan dan disaring. Cairan yang keluar dapat
digunakan sebagai campuran dalam proses selanjutnya. Sehingga akhirnya
ada ampas yang tidak bisa dipakai lagi. Ampas ini dapat digunakan sebagai
makanan ternak.
Pendinginan
Cairan yang telah beku didinginkan dalam
ruangan pendingan pada suhu -20°C selama 4 - 5 hari. Pendinginan ini dilakukan
agar pemadatan benar-benar terjadi dengan sempurna.
Pengeringan
Agar-agar dikeluarkan dari
cetakan. Hasil yang diperoleh adalah agar-agar batangan. Bila diinginkan
agar-agar berbentuk lembaran, agar-agar batangan dipotong setebal 0,5 cm.
Sebagai alat pemotong. dapat digunakan kawat halus dari baja. Agar-agar
batangan atau lembaran kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari.
Pengepakan
Agar-agar yang betul-betui
kering dimasukkan dalam kantong plastik dengan berat masing-masing
10 gram.
Sebagai contoh, diuraikan
mengenai peralatan dan proses pembuatan agar-agar kertas/lembaran yang
dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Perikanan Laut, Slipi.
Bahan yang dipakai untuk membuat agar-agar kertas berupa rumput laut dari jenis
Grasilaria sp. Dalam proses pembuatannya, rumpu^t laut ini dicuci dengan air
tawar sampai bersih, kemudian direndam dalam air kapur. Setelah 10
menit, dijemur memakai alas dari kain kasa. Lama penjemuran dapat hanya satu
hari, tetapi dapat juga sampai tiga hari, tergantung dari intensitas matahari.
Prinsipnya, rumput laut benar-benar kering. Proses selanjutnya adalah sebagai
berikut.
Rumput
laut direbus dengan air tawar sampai sebagian besar
rumput
laut hancur.
Setelah
masak, rumput laut disaring dengan kain dasa dan fitratnya
Ditampung
dalam ember. Fitrat ini kemudian direbus dan dicampur
dengan
KOH/KCI untuk menetralisir
Fitrat
dengan pH 7 dicetak dalam loyang dan dibiarkan satu hari agar membeku
Fitrat
yang telah membeku dikeluarkan dari loyang dan diiris dengan alat
Pemotong
sehingga terbentuk lembaran dengan tebal ± 1 Cm.
Setiap
irisan dibungkus dengan kain blacu dan dimasukan dalam alat
Pengepresan.
Ada berbagai macam alat pengepresan, salah satunya
Seperti
gambar diatas. Penggunaannya dengan cara memberi beban
±
60 kg di atas tutupnya.
Akibat
pengepresan. Irisan agar-agar menjadi lebih pipih, kemudian
Dijemur
sampai kering. Agar-agar yang kering ditandai dengan mudah
Terlepasnya
dari kain belacu.
Proses pengolahan agar-agar
tepung
Penyaringan dan penggilingan
Agar-agar yang telah masak
disaring dengan filter pressfiltrat. Cairan yang keluar ditampung dan
didinginkan selama 7 jam. Agar-agar beku dihancurkan dan dipres dengan kain.
Hasilnya berupa lembaran-lembaran yang kemudian diangin-anginkan.
Lembaran-lembaran kering dipotong kira-kira 3 x 5 mm, kemudian dimasukkan dalam
alat penggiling atau grinder. Hasil penggilingan adalah agar-agar tepung.
Pengepakan
Agar-agar tepung dimasukkan
dalam kertas glasin yang dilapisi lilin, atau dapat juga dimasukkan dalam
plastik kemudian dibungkus dengan kertas. Untuk jelasnya berikut disajikan
skema pembuatan agar-agar, baik tepung maupun batangan
Standar mutu
Agar-agar yang
diperdagangkan harus memenuhi standar industri Indonesia. Tabel 7
memperlihatkan standar mutu agar-agar.
TABEL 7. STANDAR MUTU
AGAR-AGAR
Spesifik
|
Standar mutu
|
Kadar air
Kadar abu
Kadar karbohidrat
sebagai galakton
Logam berbahaya,
arsen
Zat warna tambahan
|
15 – 12 %
maksimal 4 %
minimal 30 %
negative
yang diinginkan untuk makanan dan minuman
|
C. Pengolahan Karaginan
Pengolahan karaginan masih
jarang dilakukan. Padahal prosesnya hampir sama dengan pengolahan agar-agar.
Kalau pada waktu ekstraksi untuk mendapatkan agar-agar memakal asam, maka untuk
mendapatkan karaginan memakal basa. Bila penanganan pascapanen telah sempurna.
proses selanjutnya dapat dilakukan secara sederhana untuk skala rumah tangga
dan dapat juga dilakukan untuk skala industri.
Produksi karaginan untuk
skala rumah tangga
- Rumput laut direndam dalam air tawar selama 12 - 24 jam, kemudian dibilas dan ditiriskan.
- Setelah bersih rumput laut direbus dalam air dengan perbandingan rumput laut dengan air sebesar 1 : 15. suhu 120°C selama 15 menit Perebusan memakai pressure cooker. Selanjutnya dilakukan perebusan lagi tanpa tekanan pada suhu 100°C selama 2 - 3 jam.
- Rumput laut yang lunak dihancurkan dengan blender dan ditambahkan air panas (90°C). Perbandingannya 1 : 30. Hasilnya disaring dengan kain kasa halus.
- Filtrat diendapkan dengan menambahkan metil alkohol dengan perbandingan 2,5 : 1, bisa juga dengan menambahan alkohol 90 %, atau membekukannya pada suhu -10°C - 6°C selama 24 - 48 jam.
- Endapan yang bercampur alkohol disaring dengan kain kasa. Hasil saringan ini masih berupa karaginan basah. Filtrat yang beku perlu dicairkan dahulu untuk selanjutnya disaring lagi.
- Karaginan basah dikeringkan selama 3 - 4 hari. Tepung karaginan dapat diperoleh setelah proses penggilingan. Berikut skema pembuatan karaginan untuk skala rumah tangga.
Produksi karaginan untuk
skala industri
- Rumput laut dicuci dengan air tawar kemudian dikeringkan sampai kadar air menjadi 15 - 25%.
- Rumput laut kering diekstraksi dengan ditambah air panas dan kalsium hidroksida atau natrium hidrosikda. Selama ekstraksi terjadi penghancuran dan hasilnya berupa pasta. Penghancuran ini bertujuan untuk memperluas permukaan rumput laut sehingga proses pelarutan karaginan akan lebih mudah.
- Pasta selanjutnya dimasukkan ke tangki atau bejana dan dipanaskan selama 24 jam pada suhu 90 - 95 °C.
- Setelah itu dipindahkan ke tangki lain atau bejana dan dipanaskan selama 24 jam pada suhu 90° - 95°C.
- Setelah mendidih disaring dengan filter aid atau tanah diatomea. Hasilnya disaring lagi dengan filter pres.
- Filtrat yang dihasilkan dipompa ke dalam tangki yang berisi isopropil alkohol dan akan didapatkan serat karaginan.
- Serat karaginan dipress, kemudian dicuci dengan alkohol segar dan dipress lagi.
- Lembaran karaginan yang didapat dikeringkan dengan rotary dryer. Untuk mendapatkan tepung karaginan lembaran tersebut digiling. Berikut skema pembuatan karaginan untuk skala industri
Standar mutu
Indonesia belum mempunyai
standar mutu karaginan. Standar mutu yang dikenal adalah EEC Stabilizer Directive dan FAO/WHO Specification. Tepung
karaginan mempunyai standar 99% lolos saringan 60 mesh, tepung yang terendap
alkohol 0,7 dan kadar air 15% pada RH 50 dan 25% pada RH 70.
D. Pengolahan Algin
Pengolahan algin belum ada
di Indonesia.
Namun, berikut ini disajikan produksi pengolahan algin yang bahan bakunya
menggunakan ganggang jenis Macrocystis pyrifera.
- Rumput laut dicuci dan dilarutkan dalam alkali (umumnya natrium karbonat). Tujuannya untuk memisahkan selulosa dengan larutan natrium alginat.
- Larutan natrium alginat ditambahkan asam sulfat atau asam klorida dengan hasil algin dalam bentuk endapan asam alginate atau garam kalsium. Dari endapan garam kalsium, bisa diperoleh asam alginat dengan pencucian asam.
- Asam-asam alginat ini kemudian diberi larutan basa dan diperoleh hasil akhir berupa garam algin dan air.
- Hasil ini selanjutnya dikeringkan, digiling, dianalisa dan dicampur dengan bahan kimia lain agar didapat jenis dan mutu algin.
Standar mutu
Standar mutu secara umum
dari algin adalan t»er-pH 3,3 - 10, viskositas 10 - 5000 cps per 1 % larutan
air, kadar air 5 - 20%, dan ukuran partikel 10 - 200 mesh. Ada penilaian lain bahwa mutunya tergantung
pada penggunaarinya. Algin yang akan digunakan untuk campuran makanan hams
beba&dari selulosa dan berwarna putih terang. Algin dalam proses farmasi
juga harus bebas dari selulosa dan berwarna putih bersih. Dalam industri yang.
lain, algin dapat mengandung sedikit selulosa dan berwama cokelat sampai putih.
Berikut disajikan skema pembuatan algin.
Penjemuran
pertama diatas para-para setelah rumput laut dicuci bersih
(Foto
: Dok. Trubus).
Penjemuran
pertama bias dilakukan langsung diatas pematang,
Tetapi
kurang baik karena bias menjadi kotor (Foto : Dok. Trubus).
Setelah
penjemuran pertama, rumput laut dicuci kembali agar
Kotoran
yang menempel terlepas (Foto : Dok, Trubus).
Setelah
dicuci, rumput laut dijemur ulang sampai kering diatas Para-para.
agar
keringnya merata, penjemuran ini dibolak-balik (Foto : Agus R).
Rumput
laut kering dan karaginan yang dibuat oleh sub balai Penelitian
Perikanan
laut slipi. (A) rumput laut kering Eucheuma sp, (B)
Hasil
setengah jadi atau ATC (Alkali Treated Carrageenopthyte), (C).
Hasil
jadi (karaginan).
Rumput
laut jenis Gracilaria sp dari alam (A) dan hasil budidaya (B)
Koleksi
sub balai penelitian perikanan laut slipi. Jenis ini merupakan
Bahan
pembuatan agar-agar.
Agar-agar
kertas/lembaran hasil percobaab sub balai penelitian
Perikanan
laut slipi.
Rumput
laut kering dikemas dalam kantung plastic 1 kg
E. Rumput Laut Sebagai Industri Rumah Tangga
Macam-macam pengolahan
rumput laut kadang masih dianggap sukar bila dikerjakan dalam skala kecil atau
sebagai industri rumah tangga. Selain pengolahan di atas, ternyata masih ada
pengolahan lain yang amat sederhana sehingga dapat dikerjakan oleh siapa saja.
Cara pengolahan itu dilakukan oleh Ny. Emmy Muhammad yang beralamat di Jl. Masjid
1/41, Karet Tengsin, Jakarta Pusat.
Nyonya Emmy mengolah rumput
laut menjadi tiga produk, yaitu cendol, manisan, dan puding. Salah satu
keistimewaan hasil olahan tersebut terletak pada bentuk rumput laut yang masih
seperti aslinya. Selain itu, tentu saja rasanya enak. Ketiga produk ini tidak
hanya dikonsumsi sendiri, tetapi telah menjadi salah satu sumber penghasilan
keluarga. Semula hanya dikerjakan bersama keluarga, sekarang telah mempunyai
karyawan, sesuai dengan peningkatan produksi.
Bahan yang dipakai dalam
pembuatan ini adalah Eucheuma cottonii yang telah dikeringkan. Pengeringan
bahan tersebut telah dikerjakan oleh petani rumput laut. Caranya, rumput laut
yang baru saja dipetik dicuci dengan air tawar sambil dibersihkan dari segala
kotoran, baik pasir, kerang, karang, ataupun jenis rumput laut yang lain.
Setelah itu baru dikeringkan. Pengeringan ini dilakukan sampai benar-benar
kering. Apabila rumput laut dalam keadaan kering dapat disimpan sampai
berbulan-bulan bahkan sampai satu tahun.
Pengolahan rumput laut
menjadi cendol, manisan, dan pudding mempunyai langkah dasar yang sama.
Langkah-langkah itu adalah sebagai berikut.
- Rumput laut kering direndam dalam air tawar selama 2 – 3 hari. Lamanya perendaman ini tergantung dari umur rumput laut. Rumput laut yang tua direndam lebih lama dibandingkan yang muda. Namun, rumput laut yang tua hasil akhirnya lebih baik karena tidak terlalu lembek atau terlalu halus.
- Air diganti tiap pagi dan sore hari. Pada waktu mengganti air, rumput laut sekaligus dicuci dari kotoran-kotoran yang mungkin masih ada. Perendaman dihentikan bila rumput laut telah dapat diputus dengan kuku jari.
- Rumput laut ditiriskan.
- Setelah itu dipotong-potong ± 2 cm.
Langkah selanjutnya
tergantung dari produk yang akan dihasilkan, apakah akan dibuat cendol,
manisan, atau puding.
Pembuatan cendol
- Rumput laut yang telah dipotong, disiram dengan air hangat ± 15 menit. Penyiraman tidak harus memakai air hangat yang baru, air nangat bekas pun dapat dipakai kembah asal masih hangat.
- Rumput laut ditiriskan.
- Apabila menghendaki rumput laut warna hijau atau merah dapat dicampur dengan pasta pandan. Akan tetapi, bila menggunakan warna putih tidak perlu diberi campuran seperti itu Setelah tiris dapat segera dicampur dengan santan dan air gula merah.
Pembuatan manisan
- Setelah dipotong, rumput laut dimasukkan ke dalam larutan gula. Perbandingan jumlah gula dan rumput laut basah adalah 1:1.
- Perendaman di dalam larutan gula kira-kira 5 - 10 menit Setelah itu, ditiriskan.
- Seperti pembuatan cendol, bila ingin warna selain putih dapat diberi pasta pandan. Pemberian ini dapat juga dilakukan sebelum direndam dalam larutan gula. Namun, larutan gula akan menjadi berwarna sehingga hanya dapat dipakai untuk rumput laut yang sewarna. Pemberian warna hams merata agar menarik konsumen bila hendak diperdagangkan.
- Setelah tins, manisan siap dihidangkan.
Pembuatan pudding
- Rumput laut yang telah dipotong, direbus dengan air dan susu cair.Banyaknya susu kira-kira satu kaleng untuk 1 kg rumput laut basah, atau sesuai dengan selera.
- Agar rasa puding lebih nikmat dapat juga ditambahkan sedikit gula, vanili, dan garam. Pasta pandan diberikan bila ingin warna selain putih.
- Setelah mendidih, segera diangkat dan dituang dalam cetakan-cetakan.
Rumput
laut direndam dalam air tawar 2 – 3 hari. Saat perendaman
Juga
dilakukan pencucian. Setelah itu, ditiriskan dan dipotong-potong
±
2 cm.
Apabila
menginginkan warna selain putih, rumput laut dapat
Dicampur
dengan pasta pandan.
Rumput
laut kemudian direndam dalam air gula. Pewarnaan dapat juga
Dilakukan
setelah perendaman dalam air gula.
Setelah
direndam 5 – 10 menit, rumput laut ditiriskan
Setelah
diiris, rumput laut dapat dikonsumsi. Apabila akan
Diperdagangkan
Rumput laut dimasukan ke dalam wadah plastic.
Untuk
menjaga kerapatan. Lebih aman jika diisolasi pada tepi tutupnya.
Pengepakan
Pengolahan di atas masih
kurang lengkap jika akan dipasarkan. Harus disediakan tempat atau wadah untuk
menyajikannya. Wadah yang dipakai
sebaiknya yang terbuat dari plastik, karena
para konsumen dapat melihat langsung isi di dalamnya. Perlu diingat, bahwa
daya tarik olahan ini terletak pada bentuk rumput laut yang seperti aslinya.
Ukuran wadah dapat bermacam-macam sesuai
dengan harga yang akan diberikan. Setelah manisan dan puding dimasukkan dalam wadah plastik, segera ditutup dan
diplester sehingga benar-benar rapat. Dalam kemasan seperti itu, serta disimpan dalam lemari pendingin,
manisan dapat bertahan sekitar satu
bulan. Dengan perlakuan yang sama, puding dapat bertahan sekitar satu minggu.
Cendol juga dimasukkan dalam wadah plastik, tetapi disertai dengan santan dan
air gula jawa sebagai pelengkapnya.
Analisis Usaha Manisan
Rumput Laut
Usaha membuat manisan rumput
laut dapat dilakukan sebagai usaha
dengan skala kecil yang dapat dilakukan oleh sebuah keluarga. Seandainya
pemasaran dapat berjalan dengan baik, maka
usaha ini dapat menjadi usaha berskala besar. Akibatnya, kebutuhan
faktor-faktor produksi pun meningkat.
Sebagai contoh, di bawah ini
diberikan analisis usaha manisan rumput
laut. Dilihat dari keuntungan yang diperoleh, memang tidak terlalu besar. Namun perlu diingat, bahwa usaha ini masih dalam skala kecil. Bila nantinya usaha
ini berkembang dan jumlah produksi bertambah, tidak dapat dipungkiri keuntungan
pun akan bertambah. Akan lebih baik
bila keuntungan dilihat dari nilai
ROI-nya karena ROI merupakan keuntungan dari sejumlah modal dan dinyatakan dalam persen.
Analisis usaha manisan rumput laut
Biaya produksi
-
Rumput
laut kering 50 kg @Rp 2.500,00
Rp 125.000,00
-
Gula
pasir 350 kg @ Rp 1.300,00 Rp 455.000,00
-
Pasta
pandan 50 bh @ Rp 400,00 Rp 20.000,00
-
Wadah
plastik 2.000 bh @ Rp 150,00 Rp 300.000,00
-
Plester
50 bh @ Rp 1.000,00 Rp 50.000,00
-
Label
2.000 bh @ Rp 25.00 Rp 50.000,00
-
Tranportasi Rp 30.000,00
-
Tenaga
kerja 20 org @ Rp 3.000,00 Rp 60.000,00
Rp 1.090.000,00
Penjualan
2.000
wadah @ Rp 700,00 Rp 1.400.000,00
Keuntungan
Rp. 310.000,00
Laba
usaha
ROI :
Modal produksi
:
310.0000 = 0,28 x 100 % -
28 %
1.090.000
Catatan
:
Analisis ini belum termasuk biaya air, bila
air didapat dengan cara membayar.
V
PEMASARAN
A. Peluang Bisnis
Selama periode tahun 1985 -
1989 volume ekspor rumput laut kering Indonesia mengalami kenaikan. Kenaikan
ekspor ini berakibat persaingan pasar semakin tajam. Negara pengekspor lainnya
akan berusaha meningkatkan volume produksi untuk diekspor, yang bukan saja
hanya rumput laut kering, tetapi juga sampai ke bentuk siap pakai. Berikut ini
disajikan tabel ekspor rumput laut Indonesia periode 1985 - 1989.
TABEL 8. EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA TAHUN 1985-1987
Tahun
|
Volume (kg)
|
Nilai (US$)
|
1985
1986
1987
1988
1989
|
5.445.678
7.110.779
9.881.982
10.834.943
11.423.514
|
1.412.816
2. 154.298
2.698.228
3.781.658
5.704.167
|
Tabel 8 menunjukkan kenaikan
harga atau nilai ekspor per kg walaupun hanya pada periode tahun 1986 mengalami
penurunan. Dengan melihat kenaikan harga komoditi ekspor inilah sehingga banyak
petani tergiur untuk melaksanakan budidaya rumput laut. Sehingga volume ekspor
pun semakin meningkat. Gambaran ini jelas memperlihatkan ekspor rumput laut
untuk masa yang akan datang berprospek cerah. Hal ini tidak lepas pula dari
campur tangan pemerintah dalam hal teknik budidaya, pengolahan, maupun modal.
Harga rumput laut kering
tergantung dari spesies, kualitas, biaya panen, permintaan, dan harga bahan
substitusi. Di Ball, setiap kepala keluarga menangani lahan seluas 10 are, yang
dipanen dua minggu sekali. Hasil panen itu dibeli oleh pedagang pengumpul
dengan harga Rp 825,00/kg rumput laut basah. Penghasilan rata-rata per kepala
keluarga sebesar Rp 300.000,00/bulan. Rumput laut memang menjanjikan tambahan
pendapatan yang cukup tinggi bagi petani, nelayan, dan pengusaha bila
melakukannya dengan sungguh-sungguh.
Saat ini, rumput laut
semakin banyak peminatnya karena budidaya mudah, penanganan pascapanen
sederhana, pemakaian modal kecil, perairan Indonesia yang berpotensi bagi
budidaya rumput laut sangat luas. Selain itu, semakin berkembang pemakaian zat
phycocoloid (hasil ekstraksi rumput laut) dalam obat-obatan, makanan, dan
industri-industri lainnya. Zat phycocoloid termasuk dalam polysacharida. Oleh
karena penggunaannya banyak dan luas, maka pasarannya pun semakin besar dan
kuat. Semakin banyak bangsa yang maju semakin besar pula perkembangan ekonomi
masyarakatnya, sehingga permintaan polisacharida pun semakin berkembang.
Setiap tahun, permintaan
dunia terhadap jenis rumput laut yang mengandung karaginan rata-rata mencapai
18.000-20.000 ton. Dari jumlah ini, 4.000 ton berasal dari jenis Eucheuma.
Indonesia mampu memasok permintaan dunia sebanyak 2.000 ton lebih jenis
Eucheuma setiap tahun. Rumput laut Indonesia yang bernilai ekonomis, di samping
jenis Eucheuma adalah jenis-jenis Gelidium, Gracilaria, dan Hypnea. Lain dengan
jenis Eucheuma dan Gelidium yang seluruhnya diekspor dalam bentuk rumput laut
kering, jenis Gracilaria dan Hypnea selain diekspor juga dikonsumsi di dalam
negeri sebagai bahan baku pembuatan agar-agar.
Jepang, Singapore, Hongkong,
Denmark, dan Francis merupakan adalah negara-negara pembeli rumput laut
Indonesia terbesar. Singapore dan Hongkong hanya membeli rumput laut dari
Indonesia. Kemudian mereka mengekspor kembali rumput laut Indonesia itu ke USA,
Francis, dan Denmark. Tabel 9 menyajikan rata-rata ekspor rumput laut Indonesia
setiap tahun pada periode tahun 1985 - 1989.
B. Jalur Pemasaran
Pola mata rantai pemasaran
rumput laut untuk berbagai daerah di Indonesia berbeda satu dengan lainnya.
Namun, umumnya penjualan dari nelayan/petani dilakukan secara barter atau ijon.
Cara ini sudah menjadi tradisi turun temurun di beberapa daerah di Indonesia.
Caranya ialah pedagang besar memberi pinjaman modal pada pedagang pengumpul.
Kemudian para nelayan/petani rumput laut mendapat pinjaman uang atau kebutuhan
sehari-hari dari pedagang pengumpul. Pinjaman ini akan dibayarkan petani dalam
bentuk rumput laut panen.
Pemasaran di daerah Jakarta
dan Jawa Barat dilakukan dengan sistem tender. Pemenang tender (konsesi)
menjual rumput laut kepada eksportir. Kadang kala pihak eksportir sendiri
menjadi perusahaan konsesi. Jawa Barat dan Lampung menjual rumput laut jenis
Gelidium langsung kepada perusahaan yang mengolahnya menjadi tepung agar-agar.
Lain lagi dengan jalur pemasaran di Bali, yaitu rumput laut dari petani dibeli
oleh pengumpul lokal, kemudian mereka menjual kembali kepada pedagang antar
pulau. Selanjutnya pedagang antarpulau menjual rumput laut kepada eksportir.
Jalur pemasaran di
daerah-daerah Indonesia Timur memakai pola yang hampir sama. Petani menjual
rumput laut kepada pedagang setempat, kemudian menjualnya kembali ke pedagang
pengumpul di kecamatan. Biasanya pedagang pengumpul mengadakan penanganan
secara sederhana, seperti pengeringan dan penyortiran. Setelah rumput laut
kering, mereka menjualnya ke eksportir. Namun, sekarang ada pedagang pengumpul yang
menggunakan perahu layar/motor sendiri langsung mendatangi produsen di
sentra-sentra produksi. Dan, menjualnya ke eksportir di Ujung Pandang. Dengan
cara ini jalur pemasaran dapat diperpendek dan biaya transportasi dapat
dikurangi.
Berikut
diuraikan sedikit mengenai pelaku dalam sistem tata niaga rumput laut.
Pedagang
pengumpul
Kelompok pedagang ini
melakukan aktivitasnya di sekitar sentra produksi yang biasanya adalah penduduk
desa penghasil. Kegiatan dilakukan dalam bentuk usaha perorangan secara
kecil-kecilan. Secara umum kegiatan kelompok ini adalah mengumpul, menyimpan, membiayai (pinjaman kepada
patani/nelayan dan sewa gudang), dan
membungkus. Bila mereka membeli rumput laut
dalam keadaan basah, maka mereka terlebih dahulu harus melakukan pembersihan
dan pengeringan sehingga dapat laku di pasaran.
Pedagang perantara
Pedagang perantara biasanya
adalah pegawai perusahaan ekspor
yang diutus ke sentra produksi untuk membeli rumput laut. Adajuga yang bukan pegawai perusahaan ekspor, melainkan orang yang diberi modal oleh perusahaan
ekspor untuk melakukan pembelian di sentra produksi. Di samping melakukan
pembelian, pedagang perantara ini juga melakukan pemindahan barang dari sentra produksi ke pelabuhan ekspor
atau ke daerah konsumen di berbagai kota.
Eksportir
Biasanya petani atau nelayan
tidak dapat memenuhi persyaratan mutu ekspor rumput laut yang diminta karena
keterbatasan dana dan pengetahuan
tentang komoditi ini. Tidak heran kalau komoditi rumput laut harus diolah dulu
agar sesuai dengan permintaan luar
negeri. Kegiatan ini dilakukan oleh eksportir. Secara singkat, beberapa kegiatan yang dilakukan
eksportir adalah pembelian dari pedagang
perantara, sortasi, pembersihan kembali, pengeringan, dan pembungkusan.
C. Daerah Pemasaran
Pemasaran rumput laut di
Indonesia dilakukan pada sentra produksi, pengekspor, industri pengolahan dan
konsumen. Berdasarkan data daerah penghasil rumput laut, maka daerah pemasaran
terpusat di sentra-sentra produksi rumput laut.
Rumput
laut hasil rendaman siap untuk diolah (atas) menjadi cendol,
Manisan,
dan pudding (bawah).
Nori
merupakan produk olahan rumput laut jenis Phorphyra yeaoensis
Yang
terdapat di Jepang, mengandung asam glutamate, glicine, alamin, dan
Zat-zat
yang mudah menguap. Nori dapat ditemukan dalam bentuk potongan
Potongan
atau berupa lembaran tipis.
Agar-agar
tepung banyak peminatnya dan mudah ditemukan dipasaran
karena
praktis diolah. agar-agar batangan yang kurang diminati
karena
tidak praktis, masih tetap diproduksi walaupun dalam jumlah sedikit.
Daerah
potensial utama untuk tiga jenis rumput laut di bawah ini adalah sebagai
berikut.
- Gracilaria banyak tumbuh di pantai barat dan selatan Pulau Jawa, Kepulauan Karimun, dan Jawa Timur.
- Gelidium banyak tumbuh di Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat, dan Bali.
- Eucheumaspinosum banyak tumbuh di Pantai Karimun Jawa, Nusa kambangan, Bali, Lombok, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Irian, NTT, dan NTB.
Secara ringkas daerah dan
jenis rumput laut yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 10.
TABEL 9. DAERAH DAN JENIS
RUMPUT LAUT YANG DIHASILKAN.
Daerah
|
Jenis yang di hasilkan
|
Bengkulu
Lampung
Riau
Jawa barat
Jawa tengah
Yogyakarta
Jawa timur
Bali
Nusa tenggara barat
Nusa tenggara timur
Sulawesi tengah
Sulawesi tenggara
Sulawesi selatan
Maluku
Irian jaya
|
Gelidium sp.
Gelidum sp.
Gelidium sp,
gracilaria sp. Dan eucheuma sp.
Gelidium sp,
gracilaria sp, dan hypnea sp.
Gelidium sp, dan
gracilaria sp
Gelidium sp
Gelidium sp,
gracilaria sp, dan hypnea sp.
Gelidium sp,
gelidiella sp, hypnea sp, gracilaria sp, dan eucheuma sp.
Gelidium sp, dan
gracilaria sp.
Gelidium sp,
gelidiella sp, gracilaria sp, dan eucheuma sp.
Gelidium sp, dan
eucheuma sp.
Gelidium sp, dan
eucheuma sp.
Eucheuma sp.
Eucheuma sp,
gelidium sp, gracilaria sp, dan hypnea sp.
Eucheuma sp.
|
Dari jenis rumput laut di
atas, Eucheuma dan Gelidiumlah yang diekspor dalam bentuk mmput laut kering.
Daerah pemasaran rumput laut dalam negeri dapat diketahmdari data daerah yang
berpelabuhan ekspor. Jumlah dan nilai ekspornya dapat dilihat pada Tabel 10.
Kemajuan dalam persaingan
pasar internasional rumput laut, ditentukan oleh penguasaan bioteknologi
budidaya dan pengolahannya menjadi produk akhir. Agar-agar merupakan salah satu
hasil pengolahan rumput laut, yang pemasarannya cukup potensial. Indonesia baru
dapat mengolah rumput laut sampai tingkat agar-agar. Sedangkan untuk
menghasUkan karaginan dan alginat secara modern masih memerlukan waktu. Saat
ini Indonesia sedang mengusahakan untuk dapat mengolah serta mengekspor produk
setengah jadi berupa Alkali Treated Carrageenophyte (ATC).
Pengolahan agar-agar kertas
secara tradisional umumnya masih memprihatinkan karena terbatasnya modal dan
tingkat pengetahuan pengolahan dan pemasarannya. Berdasarkan data usaha
pengolahan rumput laut, maka daerah pemasaran rumput laut dalam negeri terpusat
pada daerah yang ada industri pengolahannya. Pengolahan agar-agar kertas banyak
dilakukan petani atau nelayan di daerah Pameungpeuk, Jawa Barat.
Sedangkan produksi agar-agar
skala besar dilakukan di Kudus, Jawa Tengah, dan skala kecil di Surabaya,
Jakarta, dan Ujung Pandang. Pemasaran hasil olahan dalam negeri berupa
agar-agar terpusat di Jawa, Sumatera dan Kalimantan, sedangkan hasil olahan
luar negeri terpusat di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Hal ini
dimaksudkan agar kebutuhan dalam negeri dapat terpenuhi. Secara singkat,
semakin banyak kebutuhan rumput laut olahan di dalam negeri konsumennya pun
semakin banyak tersebar di wilayah Indonesia.
VI
ANALISIS
USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT
Orang yang membuka usaha
baru pasti mempunyai tujuan. Walaupun bermacam-macam tujuan, hanya ada satu
tujuan yang benar-benar ingin dicapai, yaitu keuntungan. Semakin banyak
keuntungan yang diperoleh akan semakin berkembang usahanya.
Kita dapat mengetahui
seberapa jauh keuntungan yang akan atau telah dicapai dengan membuat suatu
analisa usaha. Hasil analisa itu dapat juga mengetahui kelayakan usaha kita.
Analisa yang umum dipakai adalah Break-event Point, Return on Invorment, dan
Benefit Cost Ratio.
Bila kita mendapat kerugian,
kita dapat menempuh cara menekan biaya produksi atau menaikan harga jual. Dari
kedua cara itu, yang paling baik adalah menekan biaya produksi. Seandainya bila
kita memilih menaikkan harga jual kemungkinan pembeli akan lari dan mencari
pedagang lain.
Biaya produksi mencakup dua
macam, yaitu biaya tetap dari biaya variabel (tidak tetap). Biaya tetap adalah
biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi, misalnya bibit,
bambu, tali plastik, pisau, dan lain-lain. Sedangkan biaya variabel adalah
biaya yang penggunaannya habis atau dianggap habis dalam satu masa produksi,
misalnya tenaga kerja. Biaya tetap dapat menjadi biaya tidak tetap bila usaha
itu berjalan dalam jangka waktu yang lama. Perubahan ini disebabkan oleh adanya
penyusutan. Bila biaya produksi ingin dikurangi, bagian yang dapat ditekan
adalah penggunaan alat dan tenaga kerja.
Penggunaan tenaga kerja
berhubungan dengan luas lahan yang akan dipakai. Dalam budidaya rumput laut,
satu keluarga yang terdiri dari bapak, ibu, dan dua anak dapat mengolah lahan
seluas ¼ ha (2.500 m2) dengan metode lepas dasar. Jadi, kalau akan
membuka usaha rumput laut minimal harus mempunyai lahan ¼ ha. Secararingkas
analisa budidaya disajikan dalam bentuk table berikut ini.
ANALISIS USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT
A.
Modal
tetap :
-
Bibit,
20.000 kg x Rp 50,00 Rp.
1.000.000,00
-
Bambu,
8.000 batanq x Rp 200,00 Rp.
1.600.000,00
-
Tali
platik (4 mm), 1.000 kg x Rp 4.000,00 Rp.
4.000.000,00
-
Tali
plastik (8 mm), 100 kg x Rp 4.000,00 Rp.
400.000,00
-
Tali
rafia, 300 kg x Rp 1.000,00 Rp.
300.000,00
-
Palu
kayu-besi, 2 buah x Rp 5.000,00 Rp.
3.000,00
-
Linggis,
1 buah Rp.
500,00
-
Pisau,
1 buah Rp.
75.000,00
-
Sepatu
bot, 15 pasang x Rp 5.000,00 Rp.
50.000,00
-
Masker
selam, 2 buah x Rp 25.000,00 Rp.
15.000,00
-
Keranjang,
15 buah x Rp 1.000,00 Rp.
6.000,00
-
Serok
jaring, 2 buah x Rp 3.000,00 Rp.
40.000,00
-
Karung,
100 buah x Rp 400,00 Rp.
4.000.00
-
Kapak,
1 buah Rp.
5.000,00
-
Gergaji
kayu, 1 buah Rp.
100.000,00
-
Jaring,
50 m x Rp 2.000,00 Rp.
10.000,00
-
Pengurusan
ijin Rp.
50.000,00
Rp.
7.658.500,00
B. Modal kerja :
-
Tenaga
kerja tetap, 15 orang laki-laki x Rp 30.000,00 x 12 bulan Rp. 5.400.000,00
Total
seluruh pengeluaran Rp.
13.058.500,00
C. Pendapatan :
-
Pendapatan
setahun 48.000 kg x Rp 400,00 Rp.
19.200.000,00
-
Keuntungan
sebelum pajak : Rp 19.200.000,00 - Rp 13.058.500,00 Rp. 6.141.500,00
Catatan :
-
Luas
lahan 1 ha.
-
Ijin
diperlukan sesuai peraturan pemerintah daerah setempat.
-
Jenis
yang dibudidayakan Eucheuma cottonii.
-
Bibit
dapat dipakai berulang-ulang, jadi dimasukkan dalam modal tetap.
-
Pemanenan
dilakukan 6 kali setahun.
-
Alat-alat
bisa digunakan selama 2 tahun.
Sumber : Info Agribisnis -. Trubus, 1988.
A. Analisis Break-event Point (BEP)
Break-event Point adalah
suatu keadaan di mana modal telah kembali
semua atau pengeluaran sama dengan pendapatan. Pada saat BEP dicapai, kita tidak untung dan tidak rugi.
Break-event Point dapat
dihitung dengan mengetahui biaya tetap, biaya produksi atau modal, dan hasil
penjualan. Hasil dari perhitungan dapat dalam bentuk satuan atau unit dengan
rumus :
Biaya tetap
BEP =
Harga jual per unit – biaya variable per unit
Atau Biaya
tetap
BEP =
Biaya variable per unit
1 -
Harga
jual per unit
Bila biaya variabel per unit sulit dihitung,
maka perhitungan BEP dapat memakai rumus :
Biaya tetap
BEP =
Biaya
produksi
1
-
Hasil
penjualan
Hasilnya dalam bentuk rupiah, juga dalam
bentuk unit bila hasilnya dibagi dengan harga penjualan per unit.
Hasil perhitungan merupakan
batas minimum unit penjualan atau hasil penjualan. Dari hasil itu, kita dapat
memperhitungkan apakah perlu harga penjualan diturunkan atau dinaikkan, dengan
catatan masih memperoleh keuntungan. Untuk kasus di atas, BEP-nya adalah
7.658.500
BEP =
———————————- = 13.058.500
5.400.00
Artinya, pada tingkat harga Rp 272,05/kg
(13.058.500/48.000) modalnya sudah kembali dalam setahun. Atau, dengan harga Rp
400.00 per kg modal sudah kembali pada tingkat produksi 32,646 kg kering
(13.058.500/400).
B. Analisis Return on Invesment (ROI)
Return on Invesment adalah
nilai keuntungan yang diperoleh dari
sejumlah modal. Nilai ini dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan
modal. Nilai ROI dapat diperoleh dari rumus
:
Laba usaha
ROI =
—————————————
Modal produksi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai ROI,
dua di antaranya yang penting yaitu
kemampuan pengusaha untuk menghasilkan laba, dan kemampuan pengusaha
mengembalikan modal atau cepat tidaknya perputaran modal (penjualan/modal produksi
). Besarnya nilai ROI untuk kasus di atas adalah
6.141.500
ROI =
——————————— = 0,47 = 47 %
13.058.500
Artinya
setiap modal sebasar Rp 100,00 diperoleh keuntungan sebesar Rp 47,00.
C. Analisis Benefit Cost Ratio (B/C)
Benefit Cost Ratio merupakan
analisa yang paling sederhana karena
masih dalam keadaan nilai kotor. Dengan hasil ini, kita dapat melihat kelayakan
suatu usaha. Bila nilainya 1 (satu), berarti usaha itu belum mendapatkan keuntungan dan perlu adanya
pembenahan. Rumus untuk mendapatkan nilai B/C adalah
Hasil penjualan
B/C =
Modal produksi
Besarnya
nilai B/C untuk contoh di atas adalah
19.200.000
B/C =
—————————————— = 1,47
13.058.500
Artinya dengan modal Rp 13.058.500,00, kita
memperoleh hasil penjualan sebesar 1,47 kali jumlah modal.
DAFTAR
PUSTAKA
Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty, Budidaya
Rumput Laut dan Cara Pengolahannya (Jakarta : Bhratara, 1989).
Anonim, Rumput Laut (Jakarta : Pusat
Pengembangan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 1987).
Departemen Pertanian, Peluang Penanaman Modal
Dibidang Pertanian (Jakarta : 1988).
Hambali, Eriiza, etal., Pengantar Pengemasan,
Jurusan Teknologi Industri Pertanian (Bogor, Laboratorium Pengemasan, Fakultas
Teknologi Pertanian IPB, 1990).
Informasi dan Komunikasi Perikanan,
"Perkembangan Ekspor Impor Hasil Perikanan Periode Januari-Maret
1990", Buletin Warta Mina, No 41, hal. 22 - 28, 1990.
Kadi, A. dan Wanda S.A., Rumput Laut (Algae),
Jenis, Reproduksi, Produksi, Budidaya dan Pascapanen, Proyek Studi Potensi
Sumber Daya Alam Indonesia (Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oceanologi, LIPI, 1988).
Lembaga Penelitian Ekonomi Regional,
Penelitian Pemasaran Komoditi Ekspor Rumput Laut dan Pala Fuli di Sumbar,
(Padang : Kantor Wilayah, Departemen Perdagangan Propinsi Sumbar, 1985).
Puslitbang Perikanan, Balitbang Pertanian,
Dep. Pertanian, "Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut", Seri Pengembangan
Hasil Penelitian Perikanan, No. PHP/KAN/PT 13, 1990.
Pusat Pengembangan Pemasaran Hasil Pertanian
Badan Pengembangan Ekspor Nasional, Buku Panduan Ekspor Rumput Laut, (Jakarta:
1990).
Sadhori, Naryo, Budidaya Rumput Laut,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1989).
Soesanto, V., Mengenal Bahan Makanan Dari
Laut (Jakarta : Dep. Perikanan / Pengolahan Laut, 1965).
Sujatmaka, "Menghasilkan Rumput Laut
Kualitas Ekspor", Info Agribisnis, No. 230, hal 18 - 19, 1988.
_____, "Hasil Tambak Meningkat Berkat
Rumput Laut", Info Agribisnis, No. 251, hal 6 - 7, 1990.
Surjadi, Harry, "Menjadi Jutawan Dengan
Rumput Laut", Info Agribisnis, No. 228, hal 2 - 5, 1988.
Suryowidodo, C.Wahyu, "Pembuatan Tepung
Agar-agar Rumput Laut", Info Agribisnis, No. 248, hal 16 - 17, 1990.
Sutika, I Ketut, "Rumput Laut dan
Pariwisata Beri Kehidupan Baru di Nusa Penida", Pedoman Rakyat, hal. V, 21
Januari 1991.
Wahyono, Untung, Potensi Sumberdaya dan
Produksi Rumput Laut Indonesia
(Jakarta : Direktorat Bina Produksi, Direktorak Jenderal Perikanan, 1991).
Whistler, Roy L. (Ed), Industrial Gums,
Polysaccharides & their Derivatives (New York: Academic Press, 1973).
Winarno, F.G. Teknologi Pengolahan Rumput
Laut (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1990).
KATA
PENGANTAR
Rumput laut merupakan salah
satu komoditi hasil laut yang penting. Di samping banyak kegunaannya, rumput
laut juga sebagai penghasil devisa negara dengan nilai ekspor yang terus
meningkat setiap tahun. Mengingat ke dua hal itu dan besarnya potensi wilayah perairan di Indonesia
untuk pengembangan budidaya rumput laut, maka pemerintah Indonesia berupaya
untuk meningkatkan keterampilan
petani dalam hal- teknik budidaya pengolahan, dan pemasaran rumput laut. Upaya
ini dilakukan pemerintah melalui Dirjen Perikanan dan beberapa instansi terkait yang bekerja sama dengan pihak-pihak
swasta. Caranya ialah dengan
memberikan informasi dan pembinaan langsung pada petani atau nelayan.
Berdasarkan kenyataan di
atas, maka disusunlah buku Rumput Laut ini. Buku ini berisi informasi dalam
rangka upaya menghasilkan, mengolah, memasarkan, dan memperoleh manfaat dari pengusahaan rumput laut. Diakui buku
ini masm jauh dari sempurna sehingga penulis siap menerima saran atau kritikan
demi perbaikan di masa mendatang.
Namun demikian, sangat
diharapkan kehadiran buku ini dapat berguna bagi petani/nelayan, pengusaha, dan
siap saja yang tertarik dengan komoditi rumput laut.
Jakarta, April 1991
Penulis
Hety Indriani
Ami Sumiarsih
PENGANTAR
.......................................................
I.
PENDAHULUAN
..........................................
II.
MENGENAL RUMPUT LAUT ........................
A. Kandungan dan Manfaatnya ........................
B. Jenis-jenis yang Ekonomis ..........................
C. Ekologi dan Penyebaran Rumput Laut ..........
III.
BUDIDAYA .................................................
A. Pemilihan Lokasi ......................................
B. Pengadaan dan Pemilihan Bibit ...................
C. Penanaman ..............................................
D. Pemeliharaan ...........................................
E. Pemanenan ...............................................
IV.
PASCA PANEN ...........................................
A. Pengolahan Menjadi Bahan Baku
................
B. Pengolahan Agar-agar ................................
C. Pengolahan Karaginan ...............................
D. Pengolahan Algin .....................................
E. Rumput Laut sebagai Industri Rumah Tangga
V.
PEMASARAN ..............................................
A. Peluang Bisnis ..........................................
•
B. Jalur Pemasaran .......................................
C. Daerah Pemasaran .....................................
VI. ANALISIS USAHA BUDIDAYA
RUMPUT LAUT .............................
A. Analisis Break-event Point (BEP) ....
B. Analisis Return on Invesment (ROI)
C. Analisis Benefit Cost Ratio (B/C) ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar